14 | five days

24.6K 1.4K 562
                                    

"Di mana pengedar kokain itu?"

Joel melirik ke samping. Lanjut mengutak-atik mesin mobil balapnya dengan menyelipkan sebuah obeng di telinga dan mengunyah permen karet. Pria dua puluh tujuh tahun yang tampan, benar-benar perpaduan Adam yang karismatik serta Ava yang manis.

"Di kamar tamu. Ingatlah jika kau seorang pria. Jangan mudah memukul wanita semarah apa pun dirimu," timpal Joel tanpa melihat Ical.

"Pria atau wanita, di dalam kamus Scott wajib mendapatkan bogem mentah jika memang dia salah," balas Ical tegas. Melanjutkan langkahnya hendak mendatangi kamar tamu tempat Nora berada.

Pintu terbuka, Nora menoleh cepat dan kini mendapatkan sorot tajam penuh amarah Ical padanya. Berdiri di ambang pintu, Ical lantas melangkah maju dan membiarkan pintu kamar itu yang tetap terbuka.

"Bagaimana, Nona? Kapan lagi kau akan mengedarkan kokain-kokain itu?" tanya Ical. Tercium aroma alkohol saat dirinya berucap.

Nora bergeming. Alih-alih menjawab, wanita itu lantas berdiri hendak keluar kamar. Akan tetapi, dengan cepat Ical menangkap tangannya. Remas kuat, Ical menarik Nora kasar hingga kini menubruk dadanya yang mengenakan rompi loreng.

"Aku sedang bertanya, mengapa menghindar?" Ical melotot. Semakin meremas lengan Nora dengan kuat.

"Ical, tolong. Aku tidak ingin kita bertengkar," kata Nora pelan. Berusaha melepas tangannya yang sudah merasa sakit.

"Tidak ingin kita bertengkar?" Ical semakin melotot. Menghempas tangan Nora kasar. "AKU PANTAS MARAH, NORA. KAU BAHKAN PANTAS UNTUK KUBUNUH!" membentak, Ical meninggikan suaranya hingga Nora tersentak kaget lalu memejamkan kedua matanya.

"Silakan. Silakan bunuh aku. Aku pun sudah lelah dengan semua ini," balas Nora. Dengan berani membalas sorot nyalang Ical.

Terkekeh rendah. Ical berbalik badan singkat dan kembali lagi menghadap Nora. "Itu dia masalahnya. Aku tidak mungkin bisa membunuhmu, Nora. Kenapa?" Ical maju, seketika mencengkeram batang leher Nora dengan satu tangannya yang besar.

"Kenapa kau melakukan semua ini? Kenapa, Nora? Tolong beri aku alasan untuk tetap melindungimu."

Nora mengangkat kepalanya. Menahan sesak hingga wajahnya mulai memerah. Merasakan lehernya yang diremas mulai kuat oleh Ical.

"Begitulah peraturannya, Captain Scott. Aku hanya pantas menyandang marga kalian, jika aku ikut terjun ke dalam dunia jahat dan haram itu. Kau tahu kenapa? Hm?" Kedua mata Nora mendadak saja berkaca-kaca.

"Aku mencintaimu, Ical Xinlaire Scott. Mengikuti perintah ibumu adalah cara agar dia dapat merestui kita, dan tidak menghalangiku untuk bersamamu. Dirimu, Ical. Demi dirimu aku melakukan semua ini. Yah, bukan hanya itu. Aku bahkan meninggalkan status Bangsawanku demi dirimu," tutur Nora cepat.

"Syarat menjadi bagian dari kalian adalah, terjun ke dalam dunia haram. Lalu apa aku keberatan? Tentu tidak. Apa pun demi utuhnya cinta kita, akan aku lakukan," pungkas Nora. Mengeraskan rahangnya dan langsung menepis tangan Ical kasar.

Ical bergeming. Melangkah mundur dan langsung menyugar rambutnya kuat-kuat. "Sejak kapan kau melakukan semua ini?" tanya Ical pelan.

"Sembilan bulan terakhir. Ibumu telah resmi menjadi pemimpin sekaligus ratu geta kokain trah-nya. Seluruh anggota trah Dania telah tewas, tersisa ibumu satu-satunya yang kini melanjutkan singgasana itu," jawab Nora. Memandang Ical yang seakan ingin menjerit, sangat marah namun tak berdaya.

Nora melepas kedua sarung tangan yang dia pakai. Mengikat rambutnya cepat dan agak berantakan, menahan diri untuk tidak terlihat parau di hadapan Ical.

"Sekarang aku telah bertentangan denganmu. Tak apa jika kau ingin kita berpisah. Aku akan melepaskan semua ini dan juga melepasmu, lalu aku akan kembali ke Spanyol. Menikah dengan Pangeran Spanyol untuk menjadi istri ketiganya," kata Nora tegas. Tidak main-main dalam ucapannya.

Kamu akan menyukai ini

          

"Nora!" Ical menggeleng kecil. Benar dia marah, tapi berpisah dengan Nora adalah hal yang akan selalu pria itu tentang sampai pada kematian.

"Maafkan aku." Nora menambahkan. Berbalik arah kemudian melangkah cepat.

Detik itu juga Ical mengambil langkah terlebarnya, menggapai tangan Nora dan langsung menutup pintu kamar. "Kumohon jangan tinggalkan aku," mohon Ical tiba-tiba.

"Kita sudah tidak sejalan. Tidak apa. Aku akan merelakan perpisahan kita dan kembali menjadi putri Bangsawan Spanyol," balas Nora. Memaksakan senyum pada bibirnya.

Perempuan itu menengadah, saling memandang bersama Ical yang terlihat sesak napas menahan semua perasaan yang bercampur-campur aduk.

"Jujur, aku mulai lelah, Ical. Bagaimana caraku mengatakannya? Um... aku merasa bahwa, hubungan kita terlalu rumit. Dan sepertinya, kita memang tidak bisa bersama. Be-begini, kenapa kau tidak menikah saja dengan Irine? Dan aku, aku akan ... pe-pergi? Yah, aku akan pergi."

Nora mengulum bibirnya yang tadi jatuh ke melengkung saat berucap. Mengerdip, menahan diri agar tak menangis lagi. Ia lelah menangisi hubungan mereka yang rumit dan menyakitkan.

Ical menggeleng lemah samar-samar. "Tidak ada kata pisah, Nora. Aku akan berjuang—,"

"Ical, hey. Sudahlah, jangan terus melawan garis takdir—,"

"Nora—,"

"Tidak, Ical. Ayo lepaskan tanganku. Aku ingin pulang dan bersiap-siap untuk—,"

"Nora, Nora, Nora. Nora please. Kumohon jangan. Dengar aku, tolong, to-tolong pandang aku yang siap menentang dunia ini demi dirimu. Aku mencintaimu, Nora. Demi Tuhan aku akan selalu mencintaimu, sekalipun kau menjadi orang terjahat di muka bumi ini. Maafkan aku, dari tadi aku hanya sedang marah sampai membentak dan mengasari—,"

"Ical, tolong. Kali ini aku ingin berpisah dengan baik-baik. Tidak ada gunanya kita terus bersama. Hubungan ini hanya membuang-buang waktu dan memakan banyak sakit hati, Ical. Ayo sama-sama melepaskan, meninggalkan lalu melupakan."

Kedua orang itu berucap cepat dan terus saling memotong perkataan masing-masing. Hebat Ical diterpa rasa takut kehilangan serta perpisahan, dan Nora yang telah putus asa pun merasa lelah dengan semua ini.

"Aku tidak bisa. A-aku tidak sanggup, Nora. Aku—,"

"Maafkan aku." Nora menjauhkan kedua tangan Ical yang barusan sudah menangkup kedua pipinya. Memotong lagi ucapan Ical yang belum selesai.

Tidak ingin melihat pria itu yang telah diterpa sesak napas hebat, dada kembang kempis, lingkar mata memerah dan sudah berkaca-kaca. Mendadak frustrasi melihat keseriusan Nora yang ingin mereka berpisah untuk selamanya.

Bola mata Ical bergerak-gerak liar, menilik seluruh sisi wajah Nora dengan sorot sayu selama beberapa detik. Seketika mengunci pintu kamar itu lalu melempar kuncinya ke bawah kolong ranjang.

"ICAL!" bentak Nora ketakutan. Segera menggapai gagang pintu. Berusaha membukanya dengan mata membulat lebar.

Ical membuka mulutnya kecil, bernapas dari sana karena saking sesak dan berdebar. Merasakan jantungnya yang seperti ingin meledak saat menyadari alur laknat yang telah tersusun di otaknya mengenai mereka berdua.

"Kita akan tetap bersama, Nora. Sampai kapan pun dan apa pun itu yang akan terjadi," kata Ical. Parau tersiksa.

****

Lima hari kemudian ....

"Ical..." Lirih lemah. Nora sangat, sangat, dan sangat-sangat lemah tak bertenaga. Remuk hancur seluruh tubuhnya terasa. Putus, seluruh urat dan saraf-sarafnya seakan putus tak tersisa.

Ical memeluk. Merengkuh perut wanita yang tidur membelakanginya. Mengecupi punggung Nora yang sudah dipenuhi oleh banyak tanda merah sampai keunguan.

Nora berbalik lemah, menghadap Ical lalu bersembunyi wajah di dada telanjang lelaki itu. Mencari kenyamanan di sana, tempat di mana selama lima hari ini yang selalu memberinya kehangatan kacau.

"Aku sudah membelikanmu tiket untuk kembali ke Spanyol. Kau ingin pulang kan, mh?" bisik Ical pelan. Ingin melihat wajah Nora tapi wanita itu tetap menyembunyikan wajahnya di dada Ical. Hanya selimut putih yang kini menyelimuti tubuh telanjang mereka.

"Aku tidak bisa jalan..." Nora merengek lemah. Merasakan kedua lututnya yang seperti ingin patah, serta kewanitaannya yang membengkak, melebar dan menjadi sangat berantakan.

Ical mengulum bibir singkat. Mengelap kening Nora yang berkeringat lalu ia kecup lama begitu penuh cinta. "Tidak bisa jalan? Kenapa?" Ical mengangkat dagu Nora.

Pandangan Ical spontan meredup. Ia melihat wajah Nora yang memucat pasi, bibir perempuan itu pun ikut pucat juga bengkak, lalu kedua kantung mata Nora yang menggelap. Terlihat sangat rapuh dan lemah tak bertenaga. Melebur hebat, kacau tak tersisa.

Nora membuka matanya kecil lemah. Membalas pandangan Ical dengan bibir pucat serta bengkaknya yang jatuh melengkung juga sedikit gemetar, mata berkaca-kaca lalu kembali menyembunyikan wajahnya di dada Ical. Lantas Ical peluk dengan erat.

"Kau jahat... kau mengurungku..." Suara Nora terdengar amat pelan dan serak. Mencubit sekuat mungkin pinggang Ical namun nyatanya tidak terasa sakit.

Ical mengangguk pelan. Semakin erat pun mesra pria itu memeluk Nora. "Benar aku jahat. Maafkan aku," kata Ical. "Tapi kau lebih jahat, Nora. Kau ingin meninggalkanku, dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

Ical merasa pening, mengingat ulang kegiatan gila mereka selama lima hari ini di dalam kamar tersebut. Benar-benar tak membiarkan Nora keluar kamar, Ical yang selalu membelikan wanita itu makanan dan dia bawa ke dalam kamar. Mengunci Nora di dalam sana saat ia pergi keluar.

Kacau. Sudah tidak lagi wajar cara mereka bercinta. Ical meremukan habis perempuan itu yang sampai berkali-kali menangis dan memohon ampun. Tidak ada sejengkal pun tubuh Nora yang Ical lewatkan, sedari ujung jari kaki hingga surai, semuanya telah ia cecap.

Menjadikan Nora sangat berbau dirinya. Mengisi wanita itu dengan banyak benih-benihnya, menggagahi Nora hebat dengan cara bercintanya yang amat mendalam. Ditambah akan rasa cinta, takut kehilangan pun berlapis amarah, jadilah begitu dalam sentuhan Ical.

Tidak heran jika Nora mendadak bak lumpuh, kehilangan tenaga dan vagina-nya membengkak. Bibir bengkak, wajah pucat pasi, kantung mata menghitam, puting terasa perih dan seluruh leher, paha, perut, dada depan serta punggungnya dipenuhi oleh tanda-tanda merah cinta jejak kebrutalan Ical.

Vagina Nora yang awalnya masih rapi, mendadak menjadi kacau berantakan. Perempuan itu merasa sangat remuk, tidak tahu lagi harus dibilang apa. Lima hari yang gila. Seluruh sisi, sudut dan tempat, sudah mereka pijaki saat bercinta. Berbagai macam posisi dan gaya terjadi, menerima kebrutalan Ical yang seperti tak kenal lelah.

"Ical..." Nora memeluk pinggang Ical.

Ical mendesis pelan. Berusaha menghilangkan rasa pening yang datang melanda. "Iya, Nora. Ada apa?" tanya Ical lembut. Mengecup lama pucuk kepala Nora.

"Vaginaku bengkak..."

****

Spam "N" here

05 May 2022

Spasibo 🌹

RODETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang