Komen banyak-banyak biar sayang.
Secangkir americano yang disajikan hanya menjadi pajangan untuk mata Jaemin memandang. Rasa canggung menyelimuti salah satu meja cafe yang dipakai kedua lelaki berbeda umur itu.
Jaemin terduduk kaku dengan mata yang bergerak kesana kemari. Jari-jari tangannya serasa mendingin dan gemetar mengingat seseorang disebrang sana masih memperhatikan dirinya.
Pria itu tersenyum maklum dengan tingkah Jaemin. "Aku tahu mungkin ini sangat mendadak untukmu." suara berat miliknya mulai terdengar serius untuk membicarakan hal ini. "Aku akan langsung ke intinya jika kau mengijinkan."
Jaemin mengangkat kepalanya untuk menatap lawan bicara, dia hanya mengangguk kecil menyetujui.
"Aku adalah calon suami dari ibumu."
Anak itu terkejut menatap lelaki didepannya yang terlihat serius. Jaemin menggigit bibir bawahnya, kenapa rasanya sangat menyesakan? Padahal Jaemin tahu, cepat atau lambat dia akan bertemu dengan calon suami ibunya, tapi tetap saja Jaemin merasa dia belum siap untuk semua ini.
"Ibumu melarangku untuk menemuimu. Awalnya aku tidak pernah tahu apa alasan dia sangat melarang keras aku untuk menemuimu." dia tersenyum kembali pada Jaemin. "Dia sangat marah padaku saat aku menyuruhnya untuk mengundangmu keacara pernikahan kami, dan hal yang tidak sengaja terucap dari mulutnya membuatku sedikit marah-dan tidak terima..."
Jaemin menunduk, dia sangat hafal apa yang dikatakan ibunya. Menyalahkannya, mencaci makiknya dengan mengatakan bahwa semua yang terjadi dahulu adalah kesalahannya.
"Jaemin." panggilan lembut membuat Jaemin kembali mengangkat kepalanya, "Itu semua bukan salahmu." Lelaki itu tersenyum hangat. "Kau tidak ada sangkutpautnya dengan itu, semua sudah diatur oleh takdir. Jangan menyalahkan dirimu sendiri."
Mata rusa itu berkedip beberapa kali karena tercengang. Hati kecilnya tidak bohong ketika merasakan hangat yang sudah lama ia tunggu-tunggu, hati yang mulanya terasa sangat dingin dan membeku menjadi sedikit hangat dengan perkataan itu.
Itu semua bukan salahnya...
Jaemin tersenyum kecil, walau pun sangat canggung, tapi secara bertahap Jaemin merasa sangat nyaman dengan orang yang baru saja mengakui bahwa dirinya adalah calon suami ibunya, yang berarti calon ayah tirinya?
"Saat melihatmu pertama kali dari kejauhan, aku merasa seperti kembali melihat anakku yang tumbuh sepertimu." lelaki itu tersenyum kecut. Jaemin hanya diam mendengarkan. "Anakku juga sama sepertimu, dia kehilangan kasih sayang orang tua, menyalahkan dirinya sendiri padahal semua ini bukanlah salahnya, dan bodohnya aku tidak peka saat dia mencari perhatianku lewat tawuran dan balapan liar."
"Aku malah memarahinya, memukul dan terus menghakiminya tanpa menanyakan kenapa dia melakukan semua itu... Hingga akhirnya dia memilih menyerah untuk mendapatkan perhatian kedua orang tuanya." bisa Jaemin lihat matanya berkaca-kaca, namun dia masih mempertahankan untuk tidak terjatuh.
"Empat tahun lalu dia mengakhiri hidupnya membuat aku berfikir apa alasan dia melakukannya. Setelah aku mengetahui semuanya, aku marah, aku kecewa pada diriku sendiri yang tidak bisa mengerti anakku hingga membuatnya menyerah akan mendapat kasih sayang orang tua." Dia kembali melirik Jaemin dan menatap dalam pada manik jernih milik anak itu.
"Dan saat aku tahu tentangmu, saat aku melihat semua apa yang kau lakukan. Aku mengerti betapa hancurnya hidup anakku dan hidupmu."
Jaemin meremas celana bahannya, air matanya sudah membendung ingin segera turun dari sana.
"Jaemin... Aku tidak akan pernah merebut semua mimpimu, aku juga tidak akan memaksa seandainya kau tidak mau menganggapku sebagai ayah tirimu." dia menghela nafas sejenak. "Tapi bisakah aku memberimu kasih sayang itu? Hidup bersama seperti keluarga yang kau impikan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cautivador | Nomin
RomanceSebuah kisah klasik antara si berandalan Na Jaemin dan Ketua osis Lee Jeno yang terlibat dalam kisah cinta. Warn! [bxb]