"Bos!"
Alvy menatap beberapa anggota yang menyapanya di parkiran ya ia balas dengan anggukan sekilas. Alvy segera masuk ke dalam yang langsung ke ruang rapat karena anak inti akan mengadakan sebuah pembicaraan mengenai suatu hal.
Jika sudah menyangkut anak inti pasti ada suatu masalah yang memang harus terselesaikan. Dan jika Alvy ikut turun tangan berarti kasus itu memang mengharuskan dia yang menyelesaikan. Atau katakan saja, sepenting itu sampai harus dia mengotori tangan.
Vargas.
Vargas merupakan sebuah geng motor besar yang terdiri dari dua sekolahan yaitu SMA Saloka dan Bina Bangsa. Mayoritas anggotanya adalah murid murid dari Saloka. Jumlahnya sekitar 140-an baik dari Saloka maupun Bina Bangsa.
Semboyan yang selalu di tegaskan di diri mereka adalah Harga Diri Bakar Mati, Harga Nyawa Satu Jiwa. Artinya, jika harga diri Vargas terlecehkan maka musnahkan, dan jika nyawa yang menjadi taruhan maka harus terbalaskan.
Gampangnya, kalau pertandingan pasti ada kalah atau menang, maka dalam hal ini mereka harus seimbang. Jika lawan mendapat poin 1 maka Vargas juga harus mendapatkannya. Tapi kalau dapat 2 kenapa enggak? Bonus kan?
Kalau kata Alvy, "Ngga perlu menang atau tampak terpandang. Gue bukan gila hormat dan pujian, tapi cuman pingin dianggap, diakui dan dihargai. Angkatan 28 harus jaya!"
Pergantian struktur organisasi sampai kelas 12. Dan saat kuliah juga ada komplotannya sendiri, alumni Vargas angkatan sekian, nanti ada grup nya juga dan pasti ada yang koordinasi yang menyebabkan ada kumpul kunpul atau silaturahmi kembali setelah menjadi alumni. Sebulan sekali seperti touring atau sekedar temu kangen pasti diadakan meskipun yang ikut tidak semua bisa tapi sebisa mungkin jangan sampai putus.
Alvy menjabat sebagai ketua sedangkan Dante adalah wakilnya. Kalau Erwan dan Vian adalah sie strategi atau siasat. Untuk Bendahara dan Sekertaris ada sendiri dari SMA Bina Bangsa.
"Dateng juga bro," Alvy menatap Vian yang menyapanya tapi hanya di balas tatapan saja.
Songong ya. Alvy memang seperti itu. Tampang dan kelakuannya sangat angkuh dan harus angkuh. Mereka paham betul bagaimana bosnya ini.
"Sampe mana?" tanyanya setelah duduk di sebelah Dante. Karena dia telat jadi dia yakin mereka sudah membahas duluan saat terlihat kertas yang tercoret coret seperti sedang membahas strategi.
Dante melihatkan coretannya di sebuah buku, "Ini tempatnya, dan setelah survei diem diem, siang tadi belakang full hutan nah kalau samping kanan sini katanya ada bangunan tapi udah kosong lama banget, udah bangkai. Kalau yang kiri sini kosong ya lumayan luas cuman ada rumput ilalang aja gitu."
Alvy melihat kertas hvs bergambar disana, "Disini?"
Erwan mengiyakan, "Gue yakin di sana. Setelah gue coba cari tau lebih lagi, dia mengasingkan diri."
Mendengus pelan Alvy memantikkan satu batang rokok yang dia bawa, "Mengasingkan diri dari pencarian?"
Vian menyela, "Aneh ngga sih, dia tiba tiba marah sama kita sampe bunuh sahabat sendiri, terus dia langsung ngasingin diri padahal masa pencarian. Dan dia sampai di sana ini udah hitungan tahun tapi ya lo mikir lah dia bertahan hidup?"
"Ada suplai?" tebak Dante menyela ucapan Vian.
Menjentikkan jarinya membenarkan, Vian mengangguk angguk. "Logikanya, orang aja ngga minum seminggu dehidrasi akut, apalagi ngga makan? Terus dia ratusan hari masih sanggup hidup? Kalau kata gue itu mustahil banget."
Dante menyetujui ucapan Vian, menurutnya itu adalah benar. "Pertanyaannya, siapa yang kasih dia suplai." Nahh, Vian juga bingungnya ini. Pasti ada seseorang lagi yang dengan otomatis mereka bekerjasama.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZOLA
Teen FictionZola ngga bisa ngerendah! Gengsi. Satu kata yang mampu mengatakan semuanya. Pokoknya ga mau turun pamor. Bukan tidak berlaku terhadap Si A atau Si B tapi berlaku for everyone. Tapi tidak tau kah Zola kalau setelah berurusan dengan Alvy justru ada...