16. Chapter Enam Belas

43.2K 7.2K 220
                                    


"Seseorang datang kepada Rasulullah dan berkata, " Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Nabi menjawab,'Ibumu'. Dan orang tersebut kembali bertanya, "Kemudian siapa lagi? Nabi menjawab ,'Ibumu'. Orang tersebut bertanya kembali,"Kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, 'Ibumu. Orang tersebut bertanya kembali, "Kemudian siapa lagi? Nabi menjawab, " kemudian Ayahmu." (HR. Bukhari dan Muslim)

"""
Happy Reading
***

Pria berambut pirang dengan sarung kotak-kotak berwarna hitam itu terus menghafalkan ayat demi ayat yang tersusun rapi di Al-Qur'an. Duduk bersila dengan sajadah sebagai alas. Ya, setelah shalat Isya' tadi, Aroon belum beranjak dari kamarnya. Bahkan pria itu belum beranjak dari sajadah.

Pria itu tidak main-main dengan ucapannya. Dari pagi hingga pagi, Aroon hanya akan memegang musaf pemberian Zein. Menghafal tiga puluh juz sesuai permintaan ayah Zein. Tidak, kali ini Aroon tidak menghafal demi Zein. Seperti permintaan Zein dan ucapan pak Ilham kemarin. Ia menghafal ikhlas lilahita'ala dan mengharap ridho Alla Ta'ala.

Karena Aroon sempat membaca sebuah hadist, begini isinya :

"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya, setiap orang akan mendapatkan apa yang di niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rosulnya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rosulnya. Dan siapa yang hijrahnya mencari dunia atau karena wanita yang di nikahinya, maka hijrahnya kepada orang yang dituju." (HR. Bukhori dan Muslim)

Tertampar? Tentu saja, Aroon yang dulu menghafal hanya semata-mata untuk menikahi Zein, langsung tertampar dengan hadist tersebut. Mencoba memperbaiki diri, sekarang sedikit demi sedikit mulai merubah niatnya.

Hijrahnya untuk Allah dan Rosul semata. Tidak untuk Zein. Perkara Aroon bisa menghafal tiga puluh juz dan menikahi Zein, ia akan menganggap sebagai bonus untuknya.

Dan entah karena apa, justru pria itu seperti mendapat kemudahan ketika menghafal. Setelah shalat subuh, Aroon yang biasanya akan kembali tidur sekarang sudah mengubah kebiasaan buruknya. Aroon akan kembali menghafal Al-Qur'an, sekitar pukul delapan, Aroon akan melakukan shalat duha. Berdoa, meminta kemudahan untuk di permudah dalam menghafal.

Setelah shalat zuhur, Aroon kembali menghafal, setelah ashar murojaah. Setelah maghrib hafalan, dan setelah isya' kembali hafalan lagi.

Beberapa hari ini, pria itu mengurung dirinya di kamar. Bahkan pola makannya mulai tidak teratur. Sepertinya pria itu cukup menikmati waktu bersama sang pencipta. Meresapi bait demi bait ayat Al-Qur'an yang menyejukkan jiwa.

Aroon tertegun ketika membaca Surah Al-Ankabut ayat 57 : "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan."

Membuka sticky notes yang terlipat. Membaca tulisan rapi Zein di sana.

Baru tadi pagi, Allah ambil Ibu. Rasanya dunia Zein hancur. Tapi, Allah langsung jawab semua keluh kesah Zein. Ibu, maafin Zein, Zein belum bisa banggain Ibu. Kata maaf mungkin tidak akan pernah bisa menebus pengorbanan Ibu selama ini.

Mulai dari mengandung, melahirkan Zein, menyusui Zein, semuanya. Terima kasih atas semua pengorbanan Ibu. Zein sayang banget sama Ibu. Zein pasti akan kangen banget sama Ibu nanti.

Tapi Allah lebih sayang sama Ibu. Ibu yang tenang ya di sana. Zein akan selalu mendoakan Ibu dari sini. Andai waktu bisa diputar, Zein akan lebih berbakti lagi sama Ibu, Zein akan turuti semua kemauan Ibu. Karena yang Zein tau, surga ada di telapak kaki Ibu. Love you so much. My hero.

Aroon meneguk saliva susah payah, melipat sticky notes tadi. Menutup musaf, meletakkan di atas nakas lalu keluar kamar, melirik sekilas jam dinding di kamarnya. Pukul sepuluh malam.

Dalam Setiap Lafal (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang