Tiga Belas

467 76 6
                                    

Suara degung memenuhi ruangan luas beratap kubah itu, berisi para Nectaflos yang duduk gelisah di kursi-kursi mereka dari tingkat teratas hingga terbawah. Keempat klan terpisah dan dibedakan oleh warna, dari putih kebiruan yang memberi kesan dingin hingga kuning menyala.

Taeyong melangkah masuk setelah memberi waktu bagi para dewan Nectaflos untuk seru bergunjing. Mereka jelas keheranan mendapati wilayah timur Nectorbis yang mulai memunculkan hawa-hawa takenak. Tempat itu mendadak memiliki sekat, udara di sana pun rasanya menjemukan bukan main. Hal itu sontak membuat mereka berpikir bahwa sesuatu yang buruk kembali terjadi di Nectorbis. Tak heran apabila Taeyong mengajak mereka bertemu di tempat ini.

Melihat sosok sang ketua memasuki ruangan, segala dengung yang sempat tercipta pun padam, digantikan oleh pandangan mata yang seluruhnya menyorot ke arah sang ketua.

Taeyong menaiki podium di tengah ruangan sembari menatap seluruh pasang mata di tempat itu bergantian. "Kuyakin kalian sudah tahu alasanku mengundang kalian kemari dengan mendadak pagi ini. Apa yang terjadi di wilayah timur meresahkan para penduduk," ujarnya.

Takada suara yang terdengar selain desahan napas. Taeyong kembali memperhatikan mereka satu per satu. Ada yang mendelik gusar, saling menyenggol dengan Nectaflos di sebelahnya, atau hanya diam bagai patung.

Usai menarik napas, Taeyong kembali bicara. "Kondisi negeri kita sudah sangat mengkhawatirkan, Saudara-saudara."

"Lalu, apa gunanya dua Nectaflos yang dikirim ke dunia manusia? Mereka tidak bisa memenuhi kewajiban?" tanya seorang wanita paruh baya dari klan Hiems. Wajahnya yang pucat tampak kebiruan, berikut matanya yang hitam bagai kumbang.

"Harap maklum, mereka masih sangat muda, masih belum terlalu cakap untuk mengurus hal seberat ini dalam waktu singkat." Ini adalah suara seorang wanita lain dari klan Aestas, mengeluarkan pembelaan sebab salah seorang anggota klannyalah yang diutus itu.

Merespons hal itu, si wanita Hiems lantas menjawab. "Kalau memang tidak bisa melakukan apa-apa, tarik saja mereka pulang! Anggota klanku akan mengurus situasi ini dengan lebih baik."

"Cukup!" seru Taeyong, sukses membuat kedua wanita itu menghentikan perdebatan dan menyandarkan punggung ke sandaran kursi dengan sedikit kesal. "Aku tidak memanggil kalian ke sini untuk menambah konflik. Aku ingin mengajak kalian berdiskusi, untuk mengetahui fakta yang masing-masing dari kita wajib ketahui."

"Fakta apa itu, Yang Mulia? Dan diskusi seperti apa yang Anda inginkan?" Pihak Aurumn bersuara.

"Ini adalah fakta yang buruk. Manusia, makhluk yang tidak pernah puas itu, akan terus mengembangkan teknologi mereka yang penuh penyakit. Kali ini, mereka akan membuat ras mereka sendiri menjadi mesin. Betapa bodohnya!" ujar Taeyong.

Desas-desus kembali terdengar. Kebanyakan Nectaflos di ruangan itu menggeleng-gelengkan kepala dengan tangan yang menutup mulut, menghalau pekik terkejut dan sentak napas cemas. Mereka tidak menyangka bahwa manusia akan melakukan tindakan sebodoh dan sekeji itu.

"Kalau begitu, kita harus bergerak cepat, Ketua. Lakukan embargo sebagai langkah besar-besaran. Kita nyatakan perang terbuka untuk menghancurkan teknologi mereka saat ini juga!"

"Kita tidak boleh gegabah!" sanggah Taeyong. "Apa yang akan kita lakukan tak hanya akan berdampak pada mereka, kita, atau Nectorbis, melainkan seluruh aspek sistem. Tidak hanya mereka yang akan hancur, tetapi kita juga—apabila kita mengambil tindakan sekonyong-konyong."

Pria Aurumn yang mengusulkan ide cukup anarkis tadi lantas bungkam, sesekali berdeham, mengusir rasa malu atas penolakan itu.

"Ketua, kurasa apa yang dikatakan Aurumn ada benarnya," ujar wanita berkulit gelap di ujung ruangan. "Kita harus mengambil tindakan cepat, terlebih saat bagian timur Nectorbis mulai diserang. Kita dalam bahaya, Yang Mulia, dan keputusan Anda-lah yang akan menyelamatkan kami."

[✓] Nectaflos [Bahasa]Where stories live. Discover now