5. Esok

2.1K 95 2
                                    

Bella membuka matanya perlahan, menyipitkan mata saat sinar matahari menembus celah gorden abu-abu di kamar mewah itu. Begitu pandangannya jelas, ia menyadari sesuatu,
Tama tidak ada di sampingnya.

Kemana laki-laki itu? Bella mengerutkan kening, sedikit bingung. Apakah Tama merasa tidak nyaman tidur satu kamar dengannya?
Padahal Bella sempat berpikir, sebagai seseorang yang terlihat menganut gaya hidup ala Barat, Tama seharusnya tidak keberatan.

Mengingat bagaimana sikap Tama tadi malam, Bella malah yakin bahwa pria itu mungkin sudah terbiasa dengan kedekatan semacam ini. Apalagi, mengingat penampilan dan pesona Tama, ia pasti sering menghabiskan waktu bersama gadis-gadis di sini.

Dengan sedikit kesal, Bella menarik napas panjang, lalu perlahan bangkit dari tempat tidur. Mungkin saja, pikirnya, Tama memang ingin membuatnya merasa tidak nyaman, atau sekadar menghindari percakapan pagi yang canggung.

Sambil melangkah keluar kamar, Bella penasaran, seberapa jauh sebenarnya ia mengenal tunangannya ini?

Tidak lama kemudian,

Tama melangkah masuk ke kamarnya setelah menyelesaikan olahraga pagi. Dengan kaus yang sedikit lembab dan napas yang masih teratur, ia berniat mengambil baju lalu segera mandi. Tapi pandangannya tertuju pada sosok Bella yang masih santai di atas ranjangnya, bersandar dengan rambut terurai dan senyum kecil di wajahnya. Tampaknya, tidur di kamar yang sama dengan seorang pria bukan hal yang mengganggunya atau justru sesuatu yang sudah biasa baginya, mengingat ia seorang aktris.

"Ternyata kamu rajin olahraga juga, ya?" suara Bella memecah keheningan.

Tama berhenti sejenak, menatap Bella singkat tanpa minat untuk menjawab, lalu melangkah ke lemari tanpa berkata sepatah pun. Tanpa basa-basi, ia melewati Bella dan menuju kamar mandi, sepenuhnya mengabaikan percakapan yang coba dimulai gadis itu.

Bella tersenyum tipis, tampak menikmati sikap dingin Tama. Bukannya tersinggung, ia malah tampak lebih penasaran.

.
.

Ketika Tama masih berada di kamar mandi, suara bel pintu villa terdengar. Bella, yang mendengarnya lebih dulu, segera berjalan menuju pintu untuk membukanya.

Di sana berdiri seorang wanita tinggi dan langsing, mengenakan setelan desainer dengan heels hitam yang elegan. Wajah wanita itu tampak terkejut saat melihat Bella berdiri di depan pintu. Dia adalah Ketty, sekretaris pribadi Tama.

“Bella Harsey?” ujar Ketty, masih tak percaya pada penglihatannya.

“Cari Tama, ya?” Bella menyambut dengan senyum ramah tanpa menaruh penasaran pada gadis itu.

“Ehm... iya?” balas Ketty, masih terpana.

“Silakan masuk, Tama sedang mandi. Sebentar lagi mungkin selesai,” kata Bella, sambil membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan Ketty masuk.

Ketty berjalan masuk dan duduk di sofa mewah, tetapi pikirannya penuh tanda tanya. Bella Harsey, seorang aktris terkenal, ada di villa pribadi bosnya? Tidak pernah sebelumnya ia mendengar atau melihat Tama membawa seorang wanita ke tempat ini. Meski Tama berasal dari keluarga konglomerat, yang memungkinkan hubungan dengan siapa saja, Ketty tidak menyangka kali ini Tama akan membawa sosok sekelas Bella Harsey.

"Terima kasih," ujar Ketty sambil menatap Bella dengan penasaran. Sesaat, pikirannya melayang ke spekulasi tak terucap, apakah kali ini bosnya tengah menjalin hubungan serius dengan Bella Harsey?

Tama akhirnya keluar dari kamar dengan rambut basah, membenarkan ucapan Bella bahwa Laki-laki itu baru saja selesai mandi. Ketty, yang duduk canggung di sofa, tampak kebingungan saat melihat bosnya.

“Oh, Ketty, ada apa?” tanya Tama santai, sementara Bella tersenyum tipis di sampingnya.

Ketty merasa semakin kikuk. Antara rasa penasaran dan keterkejutan, ia ingin tahu lebih banyak tentang hubungan keduanya. Melihat wajah canggung sekretarisnya, Tama pun akhirnya memperkenalkan Bella.

“Ketty, ini Bella… tunangan saya. Bella, ini Ketty, sekretaris saya,” ujar Tama singkat. Meski terasa aneh memperkenalkan Bella sebagai tunangannya, lagi pula Ketty adalah sekretarisnya.

Bella dan Ketty saling berjabat tangan. Ketty hanya bisa menelan rasa kecewa yang muncul di dadanya. Harapannya untuk bisa mendekati Tama pupus sudah. Semua upaya merias diri di pagi hari agar bisa terlihat lebih menarik di depan bosnya kini terasa sia-sia.

“Maaf kalau kehadiran saya mengganggu, Pak. Saya hanya perlu tanda tangan untuk berkas yang harus segera dikirim ke client hari ini. Begitu tahu Bapak tidak ke kantor, saya langsung datang ke sini,” ujar Ketty dengan nada canggung.

“It’s okay, Ketty,” sahut Bella ramah, melihat Tama hanya mengambil berkas dan langsung menandatanganinya tanpa berkata apa-apa. Bella tersenyum menenangkan, dan Ketty merasa sedikit lebih nyaman.

Tama menyerahkan kembali berkas yang sudah ia tanda tangani.

“Ini, Pastikan langsung dikirim ya!”

Ketty mengangguk cepat, berusaha menghindari tatapan Bella dan Tama yang kini terasa hangat. Sambil bergegas keluar, Ketty menyimpan rasa campur aduk di dalam hatinya, namun ia tetap tersenyum dan berpamitan dengan sopan.

"Kayaknya sekretaris kamu suka, deh, sama kamu?" goda Bella dengan senyum penuh arti begitu Ketty menutup pintu Villa Tama.

Tama hanya melirik,
"Apa sekarang kamu sedang cemburu?" Balas Tama datar tanpa ekspresi.

Bella terkejut. Cemburu? Mereka bahkan hampir tak kenal satu sama lain. "Haruskah aku cemburu melihat wanita datang ke tempat tunanganku pagi-pagi begini?" jawab Bella sambil mengangkat bahu, mencoba terdengar santai.

Tama tak bereaksi, hanya mengabaikannya dengan anggun dan melangkah masuk ke kamarnya. Tentu saja Bella tak membiarkannya begitu saja. Ia mengekor sambil terus bertanya-tanya dalam hatinya: bagaimana bisa pria ini bersikap sebegitu tenangnya?

"Jadi kamu benar-benar bekerja? Aku pikir kamu cuma menikmati hidup sambil santai-santai," canda Bella sambil melirik Tama yang tampak serius.

Tama tetap tidak menanggapi, malah membuka lemari dan mengeluarkan pakaian.

"Serius, apa sih yang kamu kerjakan?" pancing Bella lagi, penasaran melihat pria yang seolah punya dunia sendiri ini.

Tama berhenti, menatapnya sejenak sebelum akhirnya berujar, "Cepat mandi. Setelah itu, kita sarapan," perintahnya, seakan tak ingin membahas lebih lanjut.

Bella hanya terkekeh pelan, menyadari bahwa percakapan dengan Tama adalah permainan yang menyenangkan baginya. Sementara pria itu tetap dingin, Bella mulai merasakan ada sesuatu dalam keheningan Tama yang justru mengundang rasa penasarannya dan entah bagaimana ia merasa tertantang.

BRAVE [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang