IK - 37

5.3K 332 1
                                    

"Pak...." Ami menghampiri Arya yang baru saja selesai mengajar. "Ini." Ami menyerahkan sebuah kartu undangan. "Semoga Bapak sama Kak Naya bisa hadir." Tambahnya.

Arya menerima kartu undangan itu, dibacanya sekilas nama para mempelai pengantin juga tempat dan waktu acara.

"Waah selamat Ami. Iya nanti saya sama istri pasti datang."

"Terima kasih, Pak." Ucap Ami.

"Ya sudah, kalau gitu saya duluan ya?" Pamit Arya, Ami mengangguk.

***

Arya hendak berbaring saat ada pesan suara masuk. Arya mengernyitkan kening. Teh Hani?

Arya melirik Naya yang sudah lebih dulu berbaring, dan kini tengah berselancar di dunia maya. Naya yang merasa dilirik balas menatap Arya.

"Kenapa?"

"Teh Hani voice note."

"Buka atuh siapa tau penting."

Arya patuh, dibuka dan diputarnya pesan tersebut.

Arya, Teteh teh nggak tahu harus cerita sama siapa. Sedih Teteh teh, sekarang apa-apa harus Teteh backup sendiri. Kadang Teteh teh ngerasa nggak kuat, capek. Tia kemarin teh pulang bawa surat edaran karyawisata ke Yogyakarta. Ehh biayanya ternyata lumayan. Tabungan Teteh nggak cukup, minta ke bapak nggak enak. Tapi itu teh diwajibin sama sekolah. Teteh teh bingung.

Arya menarik nafas panjang, diliriknya kembali Naya yang masih menatapnya.

"Kasih aja, Pa. Biasa lewat Bapak."

"Nggak apa-apa?"

"Kalau Pa Arya ada, ya nggak apa-apa. Kecuali kalau misal Pa Arya lagi nggak pegang, maksain sampai anak istri kekurangan, itu baru nggak boleh. Lagian ngasih ke anak yatim gede lho pahalanya." Ujar Naya sekenanya. Arya beringsut dikecupnya Naya penuh cinta.

"Ehh iya..."

"Kenapa?"

"Kita dapat undangan."

"Undangan apa?"

"Pernikahan."

"Siapa?"

"Reyhan sama Ami. Mau datang nggak?" Tanya Arya.

"Ya kalau diundang, datang aja."

"Yakin nggak akan baper?!"

"Apa sih? Ohh mau gitu aja? Boleh...."

"Apa?"

"Ledekin, jatah dihapus ya malam ini."

"Jangan dong, Mam."

"Udah terlanjur."

"Mam...."

"Salah sendiri."

"Maafin."

"Nggak."

"Mam, teganya. Udah tegang ini."

"Bodo amat." Kekeh Naya, Arya yang gemas langsung memeluk Naya erat.

***

Reyhan berbaring di atas tempat tidur sembari menatap langit-langit kamarnya. Tatapannya kosong pikirannya melayang. Sekilas diliriknya baju pengantin yang akan ia kenakan esok hari.

Bibir Reyhan pun komat kamit menghapalkan ijab kabul yang akan ia ucapkan. Memastikan nama Ami yang ia sebut karena sebelumnya, ia selalu latihan ijab kabul dengan nama Naya.

Di tempat lain, Ami menatap tidak percaya saat masuk ke kamarnya yang tengah didekorasi sebagai kamar pengantin. Baju pengantin pun sudah siap dipakainya esok. Seluruh keluarga berkumpul bersuka cita sambut hari pernikahannya.

***

Hari yang ditunggu pun tiba. Rombongan pengantin pria tiba di pelataran gedung tempat akad nikah dan resepsi akan dilangsungkan.

Reyhan turun dengan hati tidak menentu. Ia pun menunduk sekilas dan memejamkan mata dalam hati dia mengucapkan basmalah.

Ya Rabb, jika ini jalanMu. Ringankanlah langkah ini. Batinnya.

Reyhan dan rombongan disambut pihak mempelai wanita. Reyhan dituntun ke meja tempat ia akan mengucapkan ijab kabul. Di hadapannya kini duduk ayah Ami juga penghulu. Jantung Reyhan berdebar.

Perlahan dia ucapkan ijab kabul dengan lancar dalam satu kali tarikan nafas. Semua bernafas lega dan mengucap syukur termasuk Ami yang berada di balik tabir. Setelah Reyhan ucapkan ijab kabul, barulah Ami diantarkan oleh bridesmaid ke meja tempat Reyhan ucapkan ijab kabul. Bersiap menandatangi buku nikah.

Sesi foto-foto memamerkan buku nikah pun dimulai. Ami tampak sumringah. Sah. Kini di sampingnya berdiri Reyhan yang tidak lain suaminya. Miliknya.

Acara sungkeman berlangsung haru. Mila melepas putra sulungnya dengan tetesan air mata. Dipeluknya erat Reyhan.

Selesai acara sungkeman, dilanjut upacara adat. Baru setelah itu pengantin menerima ucapan selamat dari para tamu.

Di antara tamu yang hadir, tampak hadir Arya dan Naya. Keduanya tampak serasi berjalan saling bergandeng tangan.

"Selamat ya, Rey." Arya mengulurkan tangannya terlebih dahulu.

"Terima kasih, Kang." Disambutnya uluran tangan Arya.

"Mi, selamat."

"Iya, Pak. Makasih banyak."

"Selamat ya?!" Naya mengulurkan tangan pada Reyhan. Reyhan menatap Naya lalu menerima uluran tangan itu dan menggenggamnya erat sebelum akhirnya dilepaskan Reyhan.

"Makasih, Nay." Lirih Reyhan. Naya tersenyum manis.

"Selamat ya, Ami." Ucap Naya pada Ami.

"Makasih, Kak."

Beranjak dari pengantin ke orang tua mempelai pengantin, tepatnya orang tua Reyhan. Mila yang sebenarnya terlanjur sayang pada Naya mengajak Naya berpelukan. Sontak membuat Ami melirik dengan sudut matanya.

"Makasih ya, Nay. Udah mau datang."

"Sama-sama, Tante. Selamat ya, Tan."

"Makasih. Ayo silakan, dinikmati hidangannya."

"Iya." Arya membantu Naya menuruni anak tangga. Melihat itu, Mila, Ami juga Reyhan bahkan seluruh tamu yang juga melihat, sadar Naya begitu diratukan oleh Arya.

"Mau makan apa?"

"Hmmmm.... Ke stall aja yuk, jangan makan berat. Kita kan janji mau makan siang di luar sama Anesh."

"Ohh iya. Ya udah, mau apa?"

"Siomay."

"Ok." Mereka pun kembali berjalan bergandengan tangan menuju stall siomay. Sesekali mereka juga membalas sapaan baik sapaan dosen maupun mahasiswa dan mahasiswi UnSu.

IparkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang