dua puluh

20.2K 4.9K 3K
                                    





pagiiiiiiii jombloooo



sowyyyy kadang ga update tiaphari karena ku sgt sibukkkk.








20. Atas or Bawah?







Salah satu tempat favorit yang Kakek Han, Nichol dan Hendry sering kunjungi adalah restoran rendang di depan stasiun. Dulu mereka tiap pulang kerja selalu mampir ke sana. Bahkan pertemuan pertama Kakek Han dengan Kak Yuna ada di stasiun juga, waktu itu Kak Yuna ketinggalan kereta.


Kini Hendry hanya seorang diri duduk di resto itu dan menyantap hidangan mereka. Sangat rindu momen-momen saat dia bersama sahabatnya dulu, sebelum Nichol berubah.

Hendry membayar tagihan makannya ke kasir, lalu melangkah keluar dari resto sendirian. Melirik beberapa pasangan yang keluar masuk juga membuatnya mendengus geli.


Ia masuk ke dalam mobil, sempat mengirimi Nichol pesan karena dia akan datang ke rumah. "Gila ini malem aja masih panas hawanya,"

Hendry tadinya menyetir mobil dengan tenang, melewati jalan besar agar cepat sampai. Tapi entah pengalihatannya yang salah atau memang benar ada sosok berambut panjang yang sedang berdiri di depan jembatan.

Bukan, lebih tepatnya naik.

"Anj," Hendry langsung mengentikkan mobilnya, kebetulan sedang berada di tepi. Ia menoleh dengan kaget. "Itu mau ngapain buset??"

Hendry melepas sabuk pengamannya, karena jarak mereka jauh dia harus berlari. "Mba!" teriaknya.

Wantia berwajah pucat dan tidak ada semangat hidup itu menoleh, menunduk melihat Hendry yang sudah berdiri di dekatnya.

"Mba," Hendry berdeham. "Saya nggak tau masalahnya apa, tapi tolong, jangan nekat."


Tidak ada jawaban.


"Mba??"

"Kalo nggak tau masalah saya apa, jangan minta buat nggak nekat."

Hendry mengusap wajahnya frustasi. "Tolong banget... pergi kayak gitu nggak akan nyelesaiin rasa sakit kamu,"

Wanita itu masih diam, ia menunduk menatap perutnya dan Hendry sadar akan hal tersebut.

"Mungkin anak itu berharap Mamahnya bisa lebih kuat," ucap Hendry hati-hati. "Dia berhak lahir di dunia ini juga."

"Kita berdua harus pergi dari dunia jahat ini," ucap wanita tersebut dengan tatapan kosong.

Hendry mengacak rambutnya frustasi, dia tidak tau seberat apa masalah orang ini tapi bisa lebih gila jika dia menyaksikan orang bunuh diri. "Mba, denger—"


"Nadia!"



Mereka berdua menoleh, muncul sosok bersetelan rapi keluar dari mobilnya. Hendry melirik wanita yang dipanggil Nadia ini tampak kaget dan segera turun dari jembatan.

"Tadi itu," Nadia menunjuk air di bawah dengan tangan bergetar. "Hp aku jatuh, jadi mau liat,"

Hendry mengernyit heran, tapi tak mengatakan apa-apa. Pria tadi mencekal tangan Nadia, melirik Hendru sekilas dengan tatapan datar, lalu membawa wanita itu pergi. "Ayo pulang."

Nadia tadi sempat menoleh padanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Sampai mobil itu pergi Hendry masih diam memperhatikkan.






❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹








Malam itu suasana rumah sangat sepi setelah Nichol kambuh. Pria itu berada di kamar seharian bersama Jevan yang memaksa tidak mau berangkat sekolah. Kadang Kakek Han, Kak Yuna atau Hendry bergiliran menemani, itupun sering ditolak Nichol karena katanya bukan masalah besar.



212 Days ( AS 9 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang