"Lan! Gue jadian sama Eka!" suara cerah Haikal justru terasa seperti petir yang menyambar di siang bolong untuk Dilan. Tidak ada perasaan janggal atau firasat buruk ketika Dilan pergi ke kampus pagi tadi, tapi ternyata ia mendapat kabar seperti ini tepat setelah kelas pagi selesai.
"..Eka?" akhirnya Dilan bisa juga mengeluarkan suara setelah lama diam. Apalagi Haikal memandangnya penuh antisipasi menunggu respon darinya.
"Iya, Eka. Teman kursus bahasa Inggris gue." senyum mengembang di wajah Haikal, mengonfirmasi bahwa apa yang didengar Dilan tadi benar adanya.
"Ah." cuma itu respon lain yang bisa Dilan berikan. Rasanya ada konslet di otaknya, jadi ia tidak bisa merespon dengan tepat hari ini.
..Mungkin sebaiknya ia bolos dan pergi tidur. Jadi ia akan membaik setelahnya.
Mana mungkin Haikal akan membiarkan itu terjadi. Satu alis temannya itu mengangkat, tampangnya tidak percaya karena ia tidak mendapatkan respon yang diharapkan. "Cuma itu?" tanyanya pada akhirnya.
"Hm." Dilan mengangguk, memanggul ranselnya dan beranjak keluar dari kelas. Haikal buru-buru mengikuti.
"Nggak ada respon yang lebih baik apa? Lo nggak senang teman lo yang jomblo dari lahir ini akhirnya dapat pacar juga?" Haikal mendengus kesal. Wajahnya jelas terlihat cemberut walau di pencahayaan remang-remang koridor kelas.
"Oke." Dilan berhenti berjalan, berdiri tepat di lobi kampus. Meski dalam hati mencibir getir, ia tangkupkan tangan ke langit dan memasang wajah memelas. "Puji Tuhan.. Akhirnya ada juga yang mau sama teman hamba yang jomblo akut ini!"
Ocehannya ini sukses membuat tangan Haikal mendarat keras di kepalanya. "Sial. Nggak gitu juga kali."
Dilan pura-pura meringis kesakitan dan memutar bola matanya. "Lo duluan 'kan yang mulai."
"Ya lagian ekspresi lo datar-datar aja sih. 'Kan gue-nya jadi bete." di sini Haikal melangkahkan kakinya lagi. Mereka berjalan pelan menuruni tangga ke arah kantin. Perut mereka sudah mulai keroncongan sebelum kelas usai, makanan di pagi hari sudah tercerna sempurna dengan materi terakhir yang diberikan dosen sebelum UAS dua minggu lagi.
"Nggak ada ujan, nggak ada badai. Tiba-tiba lo bilang udah jadian. Si Eka itu beneran ada apa cuma halusinasi lo aja sih?" Dilan masih berusaha berkelit. Ia kuatkan diri untuk tetap menatap ke depan, menghindari wajah Haikal yang terlihat usil sekarang.
"Gue nggak pernah bilang, bekan berarti orangnya nggak ada 'kan?" sahut Haikal tidak mau kalah. "Lo-nya aja yang nggak nyadar. Belakangan 'kan gue asik chatting-an sama dia."
"Masa?"
"Iya lah. Lo sih, sibuk ngurusin laporan melulu. Teman sendiri dicuekin." mulut Haikal memaju, pura-pura cemberut dan sakit hati. Dalam hati Dilan mencelos, karena ternyata ada pesaing yang melangkahi.
"Ya 'kan gue ngelarin tugas kelompok buat lo juga, dodooool.. " Dilan mengetuk kepala Haikal setengah marah. "Siapa yang ngaco bikin pembahasan, hah? Lo kira gue nggak bakal baca kerjaan lo?"
Haikal hanya memberikan cengiran kuda dan langsung lari karena takut dimarahi lebih lagi oleh Dilan. "Ya pokoknya gue kemarin malem jadian sama Eka! Nanti sore gue mau nge-date sama dia!"
Langkah kaki Dilan terhenti kembali, hanya dua langkah dari pintu kantin. Perutnya mulas mendengar perkataan Haikal.
Oke. Sepertinya memang harus bolos. Persetan dengan perkuliahan terakhir sebelum UAS. Dilan mau merangkai ulang hatinya yang baru saja patah.
****
Mungkin, orang tidak sadar orang macam apa Dilan ini. Reserved? Yes. Sopan, ya pasti. Dilan anak penurut kok. Saking penurutnya, banyak yang bilang kalau ia itu anak mama. Dan jiwanya tertukar dengan Dela, saudara kembarnya.
..Ia tidak pernah protes atau mencari masalah karena cibiran orang. Tapi justru karena itulah, banyak yang tidak sadar kalau Dilan juga bisa punya rahasia. Cuma Dela yang tahu, dan itu pun tidak sengaja.
Ia suka laki-laki.
There, he said it. Not truly earth-shattering, tentu. Basi. Banyak orang seperti itu di jaman edan seperti sekarang. Lagipula, siapa yang bilang kalau Dilan hanya suka laki-laki? Ia masih suka kok dengan perempuan, malah seringnya ia jatuh cinta pada gadis-gadis manis dengan senyum yang senantiasa mengembang. Senyuman selalu jadi kelemahannya.
Jadi bisa dikatakan kalau Dilan itu, ya biseksual. Suka semua, tapi pastinya bukan orang yang rakus. Seumur hidup ia hanya pernah benar-benar tertarik dengan tiga orang. Satu berhasil ia pacari selama dua tahun sebelum gadis itu harus pindah ke Sulawesi, karena ayahnya dipindahtugaskan. Bukan salah siapa-siapa. Satu hanya bisa dipandang, karena sudah jadi punya orang dan setelah susah payah akhirnya Dilan bisa lupa. Satu lagi..
Haikal.
Laki-laki pertama yang Dilan suka.
Sudah tahu kalau Dilan anak penurut dan tidak pernah macam-macam 'kan? Dilan berani sumpah kalau matanya tidak pernah jelalatan. Tidak pernah ia merasa ada perasaan berbeda saat bersama teman-temannya di klub basket SMA. Pun tidak ada rasa ketika ia bersama dengan teman-teman laki-lakinya yang lain. Ia suka Haikal juga tidak sengaja. Tahu-tahu dadanya terasa hangat kalau Haikal tersenyum padanya. Rasa yang berbeda merasuk tersembunyi, dan tahu-tahu mekar mengagetkan. Tidak mau layu.
Lalu sekarang Haikal sudah jadian dengan entah siapa, yang asal-usulnya pun tidak Dilan ketahui.
Sakit..
Anyway. Setelah ia mendengarkan lagu rock dan metal semalaman dan menonton drama Korea yang dijamin Dela mengharuskannya mengeluarkan air mata, ia merasa lebih baik. Dilan yakin sembilan puluh persen kalau senyuman yang ia berikan pada Haikal saat temannya itu membicarakan pacarnya adalah senyuman tulus. Haikal tidak perlu tahu kalau ia baru saja patah hati karena ulahnya itu. Atau ketika ia memamerkan kemesraannya di depan Dilan.
Dilan masih punya kesibukan lain kok. UAS datang dan pikirannya berfokus pada bertumpuk-tumpuk materi yang harus ia pahami dan hapalkan. Dan begitu UAS usai, ia berikan senyuman lebar pada Haikal dan berkata, "Selamat liburan! Jangan umbar kemesraan lo ke gue yang jomblo ini. Gue mau liburan!"
Liburan untuk memulihkan hatinya lagi, tentu saja. Jadi harus tanpa dalangnya, bukan?
****
KAMU SEDANG MEMBACA
[Bahasa] Love Matter
RomanceSinopsis (sementara) : Dilan baru saja keluar dari denial kalau ia suka dengan Haikal, tapi toh tidak ada gunanya. Haikal ternyata jadian dengan teman kursusnya. Antara pasrah dan senang, ia pun memutuskan untuk pergi berlibur. Siapa sangka dia ter...