••••
Grimmauld Place No. 12
09.56 GMT"Emm, well ini tentang Harry." Mengangkat kepalaku menghadapnya, aku melanjutkan, "kau tahu tentang mimpi Harry, kan? Itu tak menutup kemungkinan jika hal itu tidak akan terulang kembali."
Sirius mengernyit, rautnya kini tampak semakin serius. "Maksudmu akan ada orang lain yang terluka lagi?"
"Kemungkinan besar ya, dan kemungkinan besar tidak. Tergantung bagaimana Harry bisa mengendalikan pikirannya dan membedakan mana yang ilusi dan mana yang benar-benar terjadi," jawabku lugas.
"Voldemort senang menyiksa pikiran korbannya. Jika pada percobaan pertama ia benar-benar melukai korban yang ada dalam mimpi Harry, kemungkinan terbesar yang kedua kali adalah jebakan semata. Tapi, Harry terlalu menyayangi orang-orang di sekitarnya dan tidak ingin mereka terluka, terlepas dari fakta bahwa mimpinya belum tentu terjadi adanya. Ia pasti ingin melindungi kalian bagaimanapun caranya."
Aku menatap netra Sirius dalam-dalam. "Intinya, kali ini Voldemort kemungkinan besar ingin menjebak Harry melalui kalian semua."
"Termasuk, aku?" tanya Sirius final.
Aku mengangguk, "Ya. Mengingat kau yang merupakan ayah baptisnya sendiri."
"Karena itu, aku benar-benar minta tolong padamu untuk tidak pernah datang ke Kementerian Sihir apapun yang terjadi nanti. Sekalipun yang kedua adalah jebakan, jangan pernah datang. Cukup anggota Orde yang lain saja, kau tidak perlu ikut turun tangan," pintaku dengan sungguh-sungguh.
"Kenapa?" Pertanyaan Sirius kujawab dengan kebisuan, sehingga pria itu pun kembali melemparkan tanya untuk kedua kalinya yang justru semakin membuatku ingin menutup mulutku rapat-rapat. "apa Harry memimpikanku dan bermaksud ingin menyelamatkanku secara langsung ke Kementerian Sihir, karena itu kau melarangku kesana?"
"Diammu kuanggap, ya. Dan jika hal itu benar-benar terjadi, bagaimana bisa aku membiarkan Harry dalam kesulitan seorang diri?" tanya Sirius akhirnya dengan nada sangsi.
Aku menghela napas berat. "Justru, bagaimana jika kau datang dan kau malah mati saat itu juga karena telah menolong Harry? Kau adalah orang yang berharga baginya, jadi kau harus tetap hidup untuk terus berada di sisinya. Kau satu-satunya yang ia punya sekarang. Jadi, tolong berjanjilah padaku untuk tidak datang ke sana apapun yang terjadi nanti, oke?" terangku dengan sedikit memaksa.
Sirius diam, rautnya tampak tak setuju. Tapi, aku tak punya cara lain selain menahan Sirius dan memastikan dia tetap hidup sampai perang berakhir nanti. Kalaupun pada akhirnya aku harus turun tangan pergi Kementerian Sihir, aku tak yakin bisa meng-handle serangan Bellatrix yang hendak melayangkan mantera kutukan pada Sirius dengan tepat waktu. Mungkin saja aku bisa, tapi itu juga kecil kemungkinannya. Akan lebih baik jika aku menahan pria itu sekalian, sehingga aku tak perlu mewanti-wanti akan keselamatannya yang terancam bahaya.
"Baiklah, akan aku pikirkan nanti. Tapi, pastikan kau mengirim surat padaku jika tiba-tiba terjadi suatu hal yang tidak diinginkan pada kalian," ucap Sirius final.
Aku meraup wajahku dengan kedua tangan, agak sedikit frustasi. Sirius nyatanya lebih keras kepala dari yang kubayangkan. "Baiklah. Tapi, kali ini aku ingin kau benar-benar berjanji padaku."
Sirius menaikkan sebelah alisnya, menatapku dengan raut penasaran. "Jika pada akhirnya kau memilih untuk tetap datang ke Kementerian Sihir, berjanjilah padaku untuk tetap bertahan hidup."
Sirius mengangguk, "Tentu. Perlu kau tahu, aku bukan orang pengecut yang takut menghadapi bahaya dengan menyembunyikan diri di balik punggung orang lain agar tetap selamat."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Side
FanfictionNamaku Lucy Kowalski, gadis kebangsaan Inggris yang sangat menyukai cerita dan film fantasi, salah satunya adalah film Harry Potter. Suatu hari, aku menonton film Harry Potter hingga tengah malam. Lalu, siapa yang menyangka, jika sejak malam itu keh...