_🌙 empat puluh empat

930 54 1
                                    

“Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan dari manusianya itu sendiri. Semua sudah sesuai dengan porsinya masing-masing. Jadi, tidak ada masalah yang tidak dapat diatasi juga tidak ada rintangan yang tidak dapat dilalui. Semua pasti bisa terlewati. Belajarlah mensyukuri segala sesuatu yang telah menjadi ketetapan-Nya. Karena di balik itu semua ada sesuatu yang luar biasa yang akan mengantarkan kita pada akhir yang bahagia.”

Itulah ucapan sang ayah ketika Bulan masih berusia tujuh tahun.

Bulan masih mengingatnya dan ia akan selalu mengingat ucapan ayahnya. Terlebih jika ia tengah mengalami hari yang buruk, tanpa berusaha untuk mengingat-ingatnya pun semua ucapan ayahnya akan langsung terngiang di telinga. Seperti saat ini, gadis itu tengah menangis dengan sangat menyedihkan. Isakannya terdengar begitu pilu.

“Lo nggak kedinginan, motoran malem-malem begini cuma pake kaus?”

“Nggak, kan udah lo peluk.”

Pikirannya kini melayang pada kali pertama Angkasa memboncengnya―ketika Bintang berulah dengan mengikuti balap liar.

“Gembel dari mana, nih?”

Shut your fucking mouth, Jerk!

Kemudian beralih pada kejadian di rooftop ini―di mana untuk pertama kalinya Bulan dan Samudra bertengkar karena drama yang dibuat Rosa. Dan untuk pertama kalinya juga Angkasa berbuat baik pada Bulan.

“Tuhan itu nyiptain semua yang ada di alam semesta ini berpasang-pasangan. Kalau dalam dunia ini ada siang sama malam, dalam hidup manusia itu ada yang namanya perasaan. Tuhan nyiptain perasaan juga banyak, contohnya suka sama duka. Ibaratnya, siang itu suka, dan malam itu duka. Kalau manusia merasa bahagia, mereka juga pasti akan merasa sedih. Semua itu ada saatnya, tinggal tunggu waktunya aja. Nggak ada manusia yang hidupnya terus diselimuti bahagia, mereka juga pasti pernah diselimuti nestapa. Cuma, ya ... kita nggak pernah tahu aja.”

Ketika Angkasa memberitahunya tentang luka yang dimilikinya.

“Pacaran sama gue.”

Lalu Angkasa memberinya saran untuk membalas perbuatan Rosa.

“Setiap orang pasti punya self-healing, caranya pun pasti beda-beda. Contohnya lo sama gue. Cara lo itu dengan curhat di buku harian, sementara cara gue itu dengan jalan-jalan atau ngabisin waktu sama sahabat gue yang nggak ada gunanya itu. Jadi, ya, nggak seharusnya kita ngata-ngatain self-healing orang lain. Kita, kan, nggak pernah tahu alasan di balik mengapa seseorang sampai bisa menyukai sesuatu itu.”

Ketika Angkasa menemaninya berbelanja.

“Sebenarnya gue lebih suka curhat ke orang, pengen denger tanggapan mereka setelah denger curhatan gue, pengen bertukar pikiran juga, tapi sayangnya, nggak ada yang mau ngelakuin itu sama gue. Gue emang punya bunda, ayah, sama Bintang, yang pastinya akan selalu siap denger semua curhatan gue, tapi ... guenya yang nggak pernah siap buat curhat ke mereka.”

“Lo bisa curhat ke gue kalau lo mau.”

Dan Angkasa mengatakan sesuatu yang membuat Bulan tertegun mendengarnya.

“Bulan ....”

Ah, ingatan itu ... Bulan ingin melupakannya―melupakan peristiwa besar dalam hidupnya, di mana ia mencium Angkasa.

BULAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang