01. Strawberry and Cigarettes

67 17 4
                                    

Jangan lupa tekan tombol bintangnya sebelum baca. Selamat bersemesta!!

            Narajengga Lakeswara menatap jenuh pada sekumpulan orang yang tengah duduk melingkar di sekelilingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

            Narajengga Lakeswara menatap jenuh pada sekumpulan orang yang tengah duduk melingkar di sekelilingnya. Pemuda tersebut bersedekap dengan tudung jaket yang semakin ia naikkan menutupi nyaris setengah wajahnya. Satu batang rokok di sela jemarinya sudah habis setengah, masih dilanjutkan dengan hisapan-hisapan sarat nikmat di detik-detik setelahnya. Kopi hitam yang menemani perbincangan mereka malam itu semakin tandas di malam yang juga semakin larut.

Namun, perbincangan ini agaknya tidak juga menemui titik temunya.

"Ngga, pembaca kamu tapi udah pada minta karya selanjutnya. Ini kesempatan emas, Ngga." Mas Satria mengeluarkan ultimatumnya, seperti biasa.

"Aku masih aktif ngonten, kok. Podcast-ku juga masih jalan tiap minggu," jawab Jengga acuh, "tim-ku selama ini juga bekerja dengan baik."

Mas Satria berdecih, "Podcast lu itu bukan lu lagi yang tulis, Jengga. Tim lu kan yang nulis terus? Jangan bilang nggak, lu nggak bisa bohongin gua, Ngga."

"Ya, nggak gitu juga konsepnya," Jengga mematikan rokok miliknya yang sudah nyaris habis, "di beberapa kesempatan emang mereka yang lagi ngerjain. Lagian aku ini juga sambil nyambi skripsian, Mas. Kalau aku lulusnya lama, Mas Satria mau bayarin kuliahku?"

Mas Satria tampak serba salah, kesempatan ini cukup besar. Nama Narajengga sudah naik berkat konten-konten galaunya yang mulai disenangi para kawula muda. Namun ia juga tahu prioritas anak ini, Jengga sudah lewat satu tahun karena kesibukannya sebagai content creator, jelas ia tidak mau menambah kuliah satu tahun lagi kendati sudah memiliki uang melimpah saat ini.

"Untuk menulis buku," Jengga menggelengkan kepalanya, "aku nggak bisa mastikan itu sekarang. Tapi aku akan usahakan memikirkan idenya. Mas Satria siapkan saja waktu yang kira-kira tepat. Nanti aku sesuaikan. Tapi tolong jangan tahun ini."

Mas Satria pada akhirnya mengalah, sadar ia sudah tidak bisa memaksa Jengga lebih lama.

"Lagipula, ku dengar banyak penulis baru yang sekarang sedang di-hired sama Cakrawala*, Mas fokus saja sama mereka. Kita nggak tau, kali aja mereka bisa kasih untung yang lebih besar untuk penerbit." Jengga menyeruput kopinya yang kini sudah tandas. Pemuda tersebut menyeka bibirnya dengan punggung tangan sebelum akhirnya menepuk paha dan berdiri. (*nama penerbit yang menaungi naskah Jengga)

"Aku harus pamit. Sudah malam, mau revisian skripsi juga."

Mas Satria mengangguk, ia melakukan tos sederhana dengan Jengga seperti yang biasa mereka lakukan, lalu menepuk pundak pemuda tersebut, "Semangat revisiannya, segera kabari aku kalau udah dapat kepastian idenya."

"Sip."

Narajengga berjalan ringan dengan dua tangan yang ia sembunyikan dibalik kantung hoodie-nya. Pemuda tersebut memutuskan untuk memesan ojek online, motornya yang biasa ia gunakan sedang dipakai sang kakak. Ruangan demi ruangan dia lewati, jam sudah menunjukkan nyaris setengah sepuluh. Banyak para karyawan yang tengah lembur sedang bersiap untuk pulang.

Merekah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang