Chapter 2b

32K 1.6K 38
                                    

Halooo readers, maaf baru menyapa. Gimana novel perdanaku?? Please vote and comments ya supaya bisa jadi bahanku untuk evaluasi.. aku mau kirim ke penerbit klo ceritanya udah rampung.
Semoga kalian suka. >n
**

Malam yang sunyi menambah kekhusyuan dalam persujudannya. Wanita itu terisak dan bergumam lirih. "Ya Allah, berilah hamba kemampuan dan keikhlasan untuk senantiasa patuh kepada titahMu. Baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Dalam keadaan senang maupun sedih.."

Wanita itu bersimpuh sembari mengucapkan doa-doa terakhirnya. Menutup malam-malamnya.
Suara adzan subuh sayup-sayup mulai berkumandang. Ia menunggu waktu subuh dengan mengulang beberapa hafalan Qur'annya.

Suara decit pintu menarik perhatiannya. Ditatapnya sosok mungil mengucek mata lalu cemberut padanya.
"Ummi, ko gak bangunin Alif? Kan Alif juga mau sholat malam.." ujarnya sambil memonyongkan mulut kecilnya.
"Masya Allah, maaf sayang, ummi lupa. Hmm.. tapi Alif kan baru sembuh, ummi lebih suka Alif untuk istirahat yang banyak."
Alif tersenyum menghampiri ummi nya.
"Tapi ummi, kesembuhan Alif kan dari Allah, jadi Alif mau ngobrol dan bilang makasih sama Allah."
Aku terkejut mendengarnya. Ah, Alif ku memang selalu mengejutkan, tidak. Lebih tepatnya, membuatku kagum dan setengah takjub.
Ku usap rambutnya yang keriting. "Ummi yakin, Allah sudah tahu maksud Alif. Dan ummi minta maaf karena lupa."
Alif terdiam. Merengut. Wajahnya tampak cemas," Gak, Alif yang minta maaf. Ummi kan lupa. Allah gak marah kan mi sama orang yang lupa akan janji. Jadi Alif harusnya tadi gak marah. Aduh ummi maafin Alif."
Ia lantas memelukku.
Aku memeluknya kembali, "Ummi gak marah sama Alif."
"Kenapa?" Tanyanya.
"Karena Alif anak sholeh lucu." Jawabku, sambil kugelitiki anakku.
Ia tertawa. Lalu kami pun bersiap berangkat sholat subuh berjamaah di Masjid.
**

Pulang dari masjid. Aku dan Alif bersiap untuk melanjutkan murojaah kami. Kami saling mengecek hafalan. Menurutku inilah waktu-waktu indahku bersama Alif. Hatiku berbahagia untuk tiap ayat yang berhasil ia hafal. Semua begitu menakjubkan. Memandangi bocah 6 tahun yang begitu serius melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sesekali alisnya bertaut mengingat bagian yang terlupa. Sungguh menyenangkan.

Tepat pukul 6, Alif mulai bersiap untuk belajar. Merapikan kamarnya hingga menata buku-buku dan menyiapkan whiteboard berukuran kecil di perpustakaan mungil kami. Ya, perpustakaan rumah adalah sekolahnya saat ini. Alif home scholling denganku sebagai gurunya. Aku berniat menyekolahkannya secara formal setelah ia cukup umur untuk itu. Sesuai penilaianku.

Alif begitu mandiri. Seiring bertambahnya waktu ia menyadari bahwa ia anak laki-laki. Dan laki-laki adalah pemimpin. Namun ia tahu ia masih anak-anak. Jadi mandiri adalah caranya memimpin dirinya sendiri.

Hal terpenting bagiku dalam mendidik Alif adalah iman. Jiwa yang masih suci dan bersih kuteguhkan dengan iman.

Setiap orang bisa menjadi apapun yang ia inginkan, tapi tak setiap orang ingin menjadi apa yang diinginkan Rabb-nya.
Karena manusia memiliki dua sisi. Terang dan gelap. Niat baik dan buruk senantiasa bergejolak dalam dada kita. Dan Iman adalah pemandunya. Ia adalah kesadaran yang lahir dari proses berfikir tentang segala sesuatu. Sadar bahwa hidupnya memiliki tujuan serta sesadar-sadarnya memahami bahwa tujuan itu adalah akhir dari perjalanannya.

Hal itu yang kemudian menjadikan hidupnya terasa hidup dan mati adalah awal dari pencapaiannya. Apakah ia berhasil atau gagal meraih tujuannya.

Namun bagi Alif yang baru menginjak usia 6 tahun. Aku memberikan penjabaran sederhana. Yakni jika Allah senang maka itu benar dan kita harus patuh. Jika Allah murka maka itu salah dan kita harus menjauh. Dan suatu saat ia akan belajar untuk mencegah dan merubah hal yang harus dijauhi itu. Semua akan berkembang secara perlahan tapi pasti.

Baginya yang telah menjanda selama 7 tahun. Tanpa sokongan finansial dari siapapun. Harta bukanlah jaminan untuk Alif jika ia suatu saat harus 'pergi'.
Sudah banyak contoh diluar sana. Orang-orang yang buta akan nilai sejati kehidupan. Kaya raya tapi lupa pemilik sejati kekayaan. Berpangkat dan berkuasa tapi lupa siapa Raja diatas Raja.
Karena itu ia menyadari bahwa hal terbaik yang bisa ia tinggalkan untuk Alif adalah kepribadian yang kokoh.

Pola pikir dan pola sikap adalah 2 hal yang akan membangun sebuah kepribadian.
Karena itu sedari kecil ia membentuk pola pikir Alif tentang hidup. Dan memupuknya dengan pola sikap terbaik. Sikap yang sepantasnya dilakukan oleh seorang hamba beriman teguh.

Secara teori idealnya begitu. Tapi ia pun sadar, manusia tidak sempurna. Karena itu ia juga mengajarkan Alif untuk memperbaiki kesalahan. Seperti meminta maaf. Hal yang tadi subuh Alif lakukan. Ia tersenyum mengingatnya. Hidupnya terasa lengkap dan dilengkapi dengan kehadiran Alif. Tapi hidup Alif belum lengkap. Dan seorang Ayah akan melengkapinya. Bisik Erina dalam hati.
**

Halo pembaca, aku harap novelku bisa dapat komentar dan saran dari para pembaca.
Jangan lupa vote dan comment ya! ^^

Janda Pilihan IbukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang