Sesampainya di rumah Rayna masih terbawa emosi karena kasir minimarket tadi. Selain karena Sang Kasir yang genit, ia kesal karena Raga sama sekali tidak membelanya malah hanya mengatakan satu kalimat.
Rayna menaruh kantong belanja diatas pantry lalu menyelonong masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan apapun.
"Sayang?" Panggil Raga mengikutinya di belakang.
"Aku mandi duluan kalo kamu gak mau nunggu mending kamu yang masak." Jelas Rayna dengan nada judes yang belum pernah Raga dengar sebelumnya. Wanita itu lantas menutup pintu kamar mandi meninggalkan Raga yang masih bingung bagaimana cara membujuknya agar tak merajuk lagi.
Raga tahu istrinya terbakar cemburu namun ia tidak tahu akan berlarut sampai ke dalam mansion. Dipikiran pria itu mungkin kekesalan Rayna akan berakhir jika tak lagi melihat Sang Kasir genit itu tapi, nyatanya pikirannya salah.
Pria itu mondar mandir masih di depan pintu kamar mandi, sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan.
"Ahh iya!" Celetuk Raga sambil menjentikkan jari. Pria itu bergegas keluar dengan terbirit-birit.
Disisi lain Rayna belum juga membersihkan tubuhnya, ia masih memandangi dirinya di depan cermin. Kardigan peach berbulu yang ia kenakan saat ini terlihat menjengkelkan dan tak lagi menarik, Rayna membuka kardigannya dengan marah lalu melemparnya ke dalam keranjang pakaian kotor.
Ia memandangi dirinya lagi dengan kaos putih polos yang membuat dirinya lebih terlihat tidak menarik. Mengingat mata biru dengan bulu mata yang lentik membuat Rayna marah dengan dirinya yang tidak memiliki semua itu. Kulit putih juga rambut coklat yang dimiliki Sang Kasir jauh lebih indah dari apa yang ada pada dirinya. Rayna takut jika suatu hari Raga diam-diam kembali kesana dan tertarik pada wanita itu. Ia takut dirinya kalah dan kehilangan pria yang baru saja memenuhi hatinya.
Rayna lantas menyalakan kran, mencuci wajahnya dengan gerakan tak sabar.
"Pikiran bodoh! Kenapa juga takut pada hal-hal yang belum tentu terjadi!" Gumam Rayna menatap dirinya marah.
"Lagian Raga bukan pria seperti itu kok! Dia milikku, akan selalu jadi milikku." Gumamnya lagi, kembali mencuci wajahnya seakan ia berharap apa yang tidak dia inginkan dalam dirinya seketika terganti.
Walau masih dengan perasaan kesal dan mood yang tidak baik. Rayna bergegas membersihkan tubuhnya karena takut Raga menunggu lama dan kelaperan karena dirinya.
Ia kembali menatap dirinya dalam cermin yang sudah berganti menggunakan bathrobe berwarna putih.
Wanita itu menarik napasnya dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Ia harap moodnya segera membaik agar tidak melukai perasaan Raga setelah dirinya keluar dari dalam sini.
"You okay, Raga is yours. Have been and always be." Gumam Rayna sembari menetralisir moodnya dengan menumpu kedua tangan di depan dadanya.
Setelah cukup tenang karena sudah menyalurkan energi untuk dirinya melalui cermin. Ia berlalu membuka pintu kamar mandi, alisnya menyatu menggambarkan tanda tanya karena keberadaan Lekakinya yang tidak ia temukan di dalam kamar itu.
Sebelum mencari Raga, Rayna memutuskan untuk mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Ia membuka koper dan mengecek baju yang tersisa karena banyak dari bajunya yang belum dikembalikan dari laundryan.
"Ini nanti pagi gantinya gimana kalo tinggal nyisa ini doang?" Gumam Rayna yang hanya menemukan satu setel baju tidurnya.
Wanita itu buru-buru memakainya mengingat ia belum menyiapkan makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Hours
Teen FictionMemangnya masih ada yang percaya menikah tanpa pacaran? Begitulah pikir seorang gadis bernama Serayna Adara, akibat hubungannya yang beberapa kali gagal ia hampir tak bisa mempercayai omongan para pria kecuali ayahnya, apalagi untuk menikah tanpa m...