🏹32

4.2K 268 5
                                    

"SNMPTN nya gimana, Hanie? Kapan pengumuman?" Tio bertanya setelah mobil mereka keluar dari komplek perumahan, menyusuri jalan raya yang mulai padat karena jam kini telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, dimana orang-orang berangsuran pergi berangkat sekolah ataupun kerja.

"Lusa, Pi," jawab Stephanie sembari mengunyah roti yang dibekalkan oleh Chyntia, Maminya, karena sudah telat jika harus sarapan di rumah.

"Jadinya Hanie ambil apa kemarin?" Tanya Tio lagi.

"Kedokteran gigi UI sama UGM."

"Kirain Papi, Hanie bakal ambil UNPAD."

Stephanie langsung menatap Papinya dengan bibir yang cemberut. "Ihh, kan Papi yang gak bolehin kemarin. Katanya takut aku malah pacaran mulu sama Bima."

"Emang iya?" Papi tampak berlagak polos, seakan-akan ia tak pernah berbicara seperti itu.

"Ahhhh, Papi gimana sihhhh? Tau gitu kan aku ambil UNPAD ajaaaa."

Papi langsung terkekeh mendengar rengekan manja dari anak semata wayangnya itu. "Untuk SBM, Hanie boleh deh ambil yang Hanie mau."

Seluruh wajah Stephanie langsung menyala. Ia tampak kegirangan. "Beneran? Kok Papi tiba-tiba berubah pikiran?"

"Soalnya Papi bakal lebih tenang kalau Hanie ada yang jaga."

"Duh, semoga aku gak lulus SNM deh," kata Stephanie setelah menelan semua rotinya.

Tio langsung melirik kaget. "Eh, kok gitu do'anya? Do'a gak boleh yang jelek-jelek, Hanie. Do'a tuh harus yang bagus sayang."

"Kan aku maunya satu kota sama Bima. Biar gak LDR," balas Stephanie sambil menyengir lebar. Ia mengambil botol air minum yang ia taruh di sisi bawah pintu lalu meneguknya sampai habis.

"Tetep aja bukan gitu do'anya. Lagian kamu ini mau kuliah atau mau pacaran?"

"Kalau bisa dua-duanya kan gapapa Pi."

Tio langsung tersenyum geli saat mendengar tutur anak gadisnya itu. "Hanie sayang banget emang sama Bima?"

Dengan cepat Stephanie menganggukkan kepalanya.

"Lebih sayang sama Bima daripada sama Papi?" Tanya Tio tampak cemburu.

"Enggaklahhh. Papi sama Mami tetep nomor satu. Bima nomor dua."

Tio pun kembali tersenyum. "Tetap jaga diri ya, nak. Selesaikan pendidikan dulu baru boleh nikah sama Bima."

"Iyaaa, itu mah pasti. Lagian aku gak ada kepikiran untuk nikah muda kok. Aku yakin Bima juga pasti lebih pengen fokus ke pendidikan dulu."

"Bagus kalau gitu. Papi percaya Bima pasti bisa jaga kamu dengan baik."

"Papi berarti restuin Hanie sama Bima kan?" Tanya Stephanie sembari menatap Tio dengan mata yang berbinar.

"Iya, Papi restuin. Tapi tetep, pendidikan nomor satu, Hanie. Pokoknya Papi mau kamu jadi sarjana dan dapat kerja dulu baru boleh nikah," jawab Tio yang membuat Stephanie tertawa geli.

"Iyaaaa, Papiiiii. Takut banget sih anaknya nikah muda."

"Bukan takut sayang. Papi cuma gak mau kamu terlalu fokus dengan cinta-cintaan sampai ngelupain segalanya."

Stephanie menatap Tio dengan senyum yang lebar. "Gak akan kok, Pi. Percaya deh sama Hanie."

Tio pun ikut menatapnya sambil tersenyum. "Iya, Papi selalu percaya sama Hanie."


***


Suasana kelas 12 IPA 2 tampak sunyi. Seluruh perhatian tertuju pada Ibu Erina, guru pelajaran Kimia, yang sedang menjelaskan materi di depan. Walau masih pelajaran pertama, tapi Raka sudah merasa ngantuk. Apalagi tadi malam ia bermain game sampai tengah malam dengan alasan sedang melepas setres karena selalu belajar, tapi malah kebablasan. Sedangkan Stephanie yang duduk di sebelahnya entah kenapa terlihat tidak nyaman. Seperti ada perasaan tak enak yang terus mengganjal di hatinya pagi ini.

My Possessive Boy FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang