Chapter 14 SA

18 4 0
                                    

ADEGAN YANG TIDAK BAIK DI CERITA INI BUKAN UNTUK DITIRU, YA, GENGS! APALAGI UNTUK MENGINSPIRASI TEMAN-TEMAN AGAR MENGIKUTI ADEGAN TERSEBUT, SAMA SEKALI BUKAN!

SEMUA ADEGAN DALAM CERITA INI MURNI HANYALAH SEBUAH KISAH 'FIKSI' YANG MEMANG DITULIS UNTUK ALUR SEBUAH CERITA.

GUE YAKIN KALIAN SANGAT CERDAS, JADI TAHU MANA YANG HARUS DITIRU DAN MANA YANG ENGGAK. JADI UNTUK KEBAIKAN BERSAMA, MARI KITA NIKMATI SAJA CERITA 'SKY ARLETTA' INI. ADA YANG BAIK, AMBIL! ADA YANG BURUK, BUANG!

🌸🌸🌸

...

"Rokok?" gumam Sky.

Sky baru teringat, sore tadi usai pulang sekolah dia sempat membelinya di warung depan dekat jalan raya.

Sky yang merasa sudah tidak memiliki pengawas dalam wujud manusia di sekitarnya, lantas meraih dua benda itu. Kemudian dia bergerak duduk di bawah.

Sky mengamati bungkus rokok berwarna merah. Tadi saat membelinya, Sky asal sebut merk saja karena sering melihatnya di iklan tv saat malam hari.

Dibukanya plastik yang melapisi bungkusan, kemudian dibukanya kepala bungkusan. Sky sempat menghindar karena baunya yang cukup menyengat. Namun, itu hanya sesaat. Lantaran, jemarinya kini mengeluarkan sebatang rokok.

Sekali lagi Sky mengamati batang rokok di tangannya. Ada keraguan di dalam hatinya untuk menyulut rokok itu. Dia takut ketahuan papanya.

Tapi mengingat obrolan singkat papanya beberapa jam lalu, yang katanya baru bisa pulang hari ini, atau tidak lusa, Sky akhirnya menyulut ujung rokok dengan pemantik.

Sky menghindari kepulan asap yang mengarah kepadanya. Lalu dengan gerakan lambat dan ragu, Sky menuntun batang rokok itu untuk masuk ke mulutnya.

Sekali hisapan, Sky tersedak, refleks dia membuang batang rokok di tangannya. Dia menepuk-nepuk dadanya yang terasa panas. Pun tenggorokannya terasa terbakar.

Setelah membiarkan puntung rokok tergeletak mengenaskan, Sky meraihnya. Dia mencobanya sekali lagi. Dan hasilnya terbatuk lagi.

Hingga setelah berkali-kali mencoba, Sky akhirnya mulai bisa beradaptasi dengan rasa asing yang masuk ke tubuhnya.

Satu rokok jatuh di lantai usai dihisap Sky. Berlanjut ke rokok berikutnya. Hingga tanpa Sky sadari, dia sudah sampai di batang rokok terakhir.

Sky terbatuk seraya memukul dadanya dengan pandangan terarah ke lantai, menatap tidak percaya pada banyaknya puntung rokok yang sudah mati mengenaskan.

"Kamu harus segera bersihkan ini semua, Sky, sebelum papa kamu pulang. Kecuali kamu siap menerima amukan dari papamu," kata Sky pada dirinya.

Tidak ada lagi yang bisa dia hisap, Sky mengambil gelas di nakas. Dia meminum airnya seperti orang kehausan hingga air di gelas tandas tak bersisa.

Sky kini melamun duduk di bawah seraya menatap kosong ke arah jendela usai menggosok gigi untuk menyamarkan bau mulut. Tidak pernah terpikirkan sama sekali olehnya kalau dirinya akan sampai menghabiskan sebungkus rokok dalam waktu yang terbilang singkat.

Tidak lama, suara adzan berkumandang. Sky segera saja berwudhu dan shalat.

Setelahnya, dia kembali terdiam duduk bersandar di sisi ranjang.

Hingga saat waktu menunjukkan pukul 05.30, lamunan Sky buyar oleh suara bel rumah.

Dia menoleh ke arah pintu kamar dengan mata sayunya. Bel yang berbunyi lagi akhirnya mampu membuatnya tergerak untuk bangkit.

Sebelum membuka pintu, Sky mengamati lantai kamarnya yang masih berserakan puntung rokok. Hingga akhirnya dia pun membuka pintu, lalu mencabut kuncinya dan menguncinya dari luar.

Sky membukakan pintu utama.

"Nak Sky," kata Bi Wen sembari menunjukkan deret gigi putihnya.

Kepala Sky terangguk. Dia cium tangan.

"Masuk, Bi."

"Iya, Nak Sky."

"Papa Nak Sky mana? Tumben Nak Sky yang bukakan pintu," ucap Bi Wen seraya beranjak masuk.

"Ada urusan kerja, Bi. Kalo enggak pulang hari ini, berarti besok katanya."

"Oh. Ya sudah, Nak Sky siap-siap aja pakai seragam sekolahnya. Biar Bibi masak sambil beres-beres."

Sky tersenyum. "Hari ini Sky kayaknya enggak masuk deh, Bi."

"Loh, kenapa? Nak Sky, sakit?"

Sky duduk di kursi yang mengitari meja makan.

"Enggak, Bi. Sky lagi males aja ke sekolah."

"Eh, jangan gituh Nak Sky. Nanti kalo papa Nak Sky marah, gimana?"

"Enggak akan, Bi. Lagian percuma juga aku sekolah, tapi otaknya enggak fokus belajar. Mending tidur, Bi."

"Ya sudah, Bi Wen enggak maksa. Kalo gituh mau Bibi masakin apa buat sarapan?"

"Terserah Bibi aja."

"Oke, Nak Sky." Bi Wen sangat antusias.

"Kita lihat persediaan makanannya ada apa aja, ya." Bi Wen bergerak membuka kulkas. Ada daging ayam, tahu, dan sayur. Seketika terlintas satu jenis masakan di kepalanya.

"Nak Sky suka sop ayam?"

"Suka."

"Bibi masak sop ayam, ya?"

"Boleh."

"Ya sudah, Bibi mau masak. Nak Sky masuk aja ke kamar, nanti kalo sudah matang, Bibi panggil Nak Sky."

Sky menggeleng. "Bi Wen masak, Sky bantu bersihin rumah."

"Eh, jangan Nak Sky. Itu kan pekerjaan Bi Wen."

"Enggak apa-apa. Sekali-kali, Bi." Sky bangkit dari duduknya.

"Tapi Nak Sky ...."

"Enggak apa-apa, Bi. Papa enggak bakal marah, kok." Sky berusaha meyakinkan.

"Bukan masalah itu, Nak Sky. Tapi kan Bibi dibayar buat beberes rumah ini sama masak."

"Kalau gituh anggap aja bonus, Bi. Udah, ya, Sky beberes depan. Bibi fokus aja masak."

"Ya sudah, Nak Sky. Kalau butuh bantuan Bi Wen, panggil Bi Wen tiga kali. Bi Wen! Bi Wen! Bi Wen!"

Tawa kecil lolos dari bibir Sky. "Nanti Bi Wen nyamperin?"

"Iya, tapi kalau denger."

Sky melepas tawanya lagi. "Sama aja boong dong, Bi."

Bi Wen nyengir santai.

***

Mulai chapter 21, cerita lebih panjang, gengs.🤣 Moga kagak enek.🙄

Sky Arletta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang