Jgn lupa vote banyak-banyak dan komentar di setiap paragraf ya☠️☠️!
Happy Reading.
•••
Sheila yang berjalan keluar dari kelasnya untuk menuju parkiran bersama Sarga, Bara dan Rean yang berjalan di sampingnya.
Sheila naik ke atas motornya dan menjalankan pergi dari sekolah bersama Sarga, Bara dan Rean yang bersamanya.
Reygan dan sahabatnya menatap motor Sheila yang pergi dari sekolah dengan tatapan datarnya.
"Mereka kayak buru-buru gitu,"ucap Alaska.
"Ada kepentingan maybe,"ujar Gerald.
"Mungkin kali ya,"gumam Alaska pelan.
Lalu Reygan naik ke atas motornya dan menjalankannya pergi dari sekolah bersama keempat sahabatnya yang ada di sampingnya.
•••
Sheila yang sudah ada di mansionnya yang sedang bersandar di ujung sofa dengan tangan yang memegang korek api. Sheila menatap Evander, Gara, Elveiro, Saga dan Zevien yang ada di depannya.
"Besok Damian pulang,"beritahu Sheila.
"Kau tahu dari mana?"tanya Evander.
"Bagas. Dia yang ku suruh buat mengawasi Damian di Amerika,"balas Sheila.
"Saya tidak tahu rencana mu kali ini apa,"ucap Gara.
"Kau akan tahu besok, Papa,"ujar Sheila.
"Sheila udah menyusun rencananya serapi mungkin, Om,"sahut Sarga.
"Bahkan bisa rencana Sheila selicik mungkin dari sebelumnya,"ucap Bara. Rean dan Sarga mengangguk menyetujui ucapan Bara.
Evander menatap Gara yang duduk di sampingnya itu dengan tatapan datar. Evander mengambil rokok Marlboro yang dia selipkan di telinganya, dia menyalakan rokoknya dan menghisapnya.
"Sheila sangat santai dari pada kamu yang terburu-buru,"ucap Evander.
"Sheila juga bisa membuat rencananya serapi dan selicik mungkin, Gara. Dan itu tidak akan gagal,"ujar Elveiro. Saga dan Evander mengangguk menyetujui ucapan Elvairo.
Gara mengangguk pelan mendengarkan ucapan Elveiro, dan itu memang benar adanya. Sheila, Sarga, Bara dan Rean sangat memiliki otak yang sangat pintar dan licik. Bahkan otak mereka berempat memiliki otak yang sama seperti mereka.
"Damian pulang waktu makan malam atau siang hari?"tanya Gara.
"Damian pulang waktu makan malam, Om,"balas Bara.
Evander menggerutkan dahinya mendengarkan jawaban dari Bara dan dia mengangguk pelan.
Sheila mengambil hoodienya yang ada di sofa dan memakainya. Sheila berjalan keluar mansion di ikuti Jack di belakangnya. Tangan Sheila memegang pisau lipat tajam di saku jaket.
"Kau mau kemana?"tanya Gara.
Sheila memberhentikan jalannya dan menatap Gara dengan tatapan datar.
"Keluar sebentar, Pa,"balas Sheila. Gara mengangguk pelan membiarkan Sheila keluar dari mansion.
Sheila melanjutkan jalannya di ikuti Jack yang berjalan di belakang Sheila. Mereka berdua menuju Garasi Sheila.
Sheila masuk ke dalam garasi dan menatap mobil Ferrari dan Lamborghini hitam yang ada di depannya. Kemudian Sheila beralih menatap Ducati hitam miliknya.
Sheila naik ke atas Ducati hitam, dia menyalakan Ducatinya dan menjalan kan keluar dari Garasi di ikuti Jack yang membawa mobil Jeep hitam.
Sheila melajukan Ducatinya keluar dari mansion saat Toni sudah membuka gerbang mansionnya. Motor Sheila di ikuti mobil Jack yang ada di belakang. Tangan Sheila mengambil pisau lipat yang ada di saku hoodie dan memainkannya sambil menggendarai motor.
Sheila melompat dari Ducatinya saat ada beberapa orang yang menghadangnya. Dia menatap tajam orang yang ada di depannya.
BUGH
Sheila menendang perut orang itu menggunakan kakinya dan membuat orang itu tersungkar ke tanah.
"Suruhan siapa lo?"tanya Sheila.
"Tuan Damian, dia ingin anda mati saat ini juga."
Sheila mendesis sinis menatap orang suruhan Damian yang ada di depannya itu.
"Bilang ke Damian kalau gue udah mati,"ucap Sheila. Dan mereka semua mengangguk.
Sheila menatap tajam mereka dengan pisau lipat tajam yang di arahkan ke orang suruhan Damian. Tangan kiri Sheila di masukan ke dalam saku hoodie, tatapan Sheila menatap tajam mereka semua.
"Pergi, atau nyawa lo nggak ada saat ini,"ancam Sheila.
"B-baiklah."
Orang suruhan Damian segera pergi dan meninggalkan Sheila dengan wajah piasnya.
Sheila naik ke atas Ducatinya kembali, dia menyalakannya dan menjalankan Ducatinya di ikuti oleh Jack dari belakang. Sheila menjalankan Ducatinya dengan kecepatan tinggi.
Sheila membelokan setirnya ke arah arena balap yang terdapat anggota yang sedang berada di sana. Sheila menjalankan Ducatinya ke arena balap.
Kemudian, Sheila memberhentikan motornya di depan seseorang yang memakai hoodie hitam dan bandana yang menutupi wajahnya dan hanya memperlihatkan matanya saja.
Dia yakini, itu Darren, Arthur dan Langit yang sedang ada di depannya. Sheila menatap mereka bertiga yang ada di sampingnya.
"Queen!"seru Arthur.
"Ngapain?"tanya Sheila.
"Lihat mereka. Sepertinya seru,"balas Darren.
"Sama yang lain?"tanya Sheila.
"Iya. Mereka ada di sana,"balas Langit menunjuk ke arah anggota yang lain yang berada di samping pohon.
Sheila mengangguk pelan. Dia memasukan pisau lipatnya ke dalam saku hoodie dan menatap Darren, Arthur dan Langit.
"Besok siang jangan keluar dari markas,"peringat Sheila.
"Oke, siap my Queen,"seru mereka bertiga.
Sheila mengambil ponsel yang ada di saku hoodie dan dia mengetikan pesan ke Sarga, Bara dan Rean.
Darren dan Arthur menatap Jack yang berdiri di belakang Sheila yang sedang menatapnya dengan tatapan datar.
"Om Jack udah pulang?"tanya Arthur.
"Sudah."
"Kapan? Kok gue nggak tahu,"ucap Darren.
"Lusa kemarin,"balas Jack. Arthur dan Darren mengangguk pelan.
Arthur dan Darren fokus kembali menatap beberapa anggota geng yang tidak jauh darinya. Tangan mereka berdua masih di masukan ke dalam saku hoodie.
Sheila memasukan ponselnya ke dalam saku hoodie lalu turun dari Ducatinya dan berdiri di samping Langit.
Tiga Ducati hitam melintas di depan mereka berempat, mereka bertiga membuka helmnya dan menatap Sheila yang berdiri di samping Langit.
"Lo nggak bilang kalau mau ke sini?"ucap Sarga.
"Nggak."
Sarga mendengus kesal lalu turun dari Ducatinya dan berdiri di samping Sheila bersama Bara dan Rean.