“Yah, maaf. Kakak tetep mau sekolah,” ucap Emily melalui ponselnya.
...
“Ayah, nggak perlu minta maaf. Kita emang nggak bisa nebak rizki itu mau lewat mana. Maaf kalo Kakak mallah pinjem duit sama mamanya Kak Suga. Dibanding malah sama keluarga ayah ibu, kalian bakal malu kan?”
Terdengar dari suara Emily yang cukup sinis. Ia melihat ibunya juga yang ada di depannya. Tatapan matanya datar seperti biasa.
...
“Ibu tau, ibu lebih ngijinin Kakak pinjem juga. Ibu bilang, kalo ibu juga bakal bantu Kakak balikin duitnya. Maaf, Kakak egois, tapi Ayah lebih egois kalo nyuruh Kakak berhenti. Ya udah, makasih.”
Emily mematikan ponselnya dan tersenyum melihat ibunya.
“Jangan bilang kalo Kakak ngajar les juga, ya, Bu. Nanti ayah malah mikir enteng, kita masih butuh hidup, Bu,” ucap Emily santai sambil sedikit tertawa.
“Ibu minta maaf ya, Kak,” ucap ibunya sambil mengelus pelan punggung tangan putrinya.
“Jalan takdir manusia itu, beda-beda, Bu. Emily cuman harus lebih giat lagi, semangat lagi.”
Emily tersenyum dan membalas usapan lengan ditangan ibunya. Ia mengembuskan napasnya kasar. Menatap mata ibunya seolah mengatakan, Aku nggak papa, Bu.
Sesuai rencana sekolah yang akhirnya sedikit diubah, study tour dilaksanakan selama seminggu dan itu pergi ke satu pabrik obat yang cukup terkenal dan sisanya pergi liburan ke Bali. Waktu yang ditentukan untuk membayar di tambah menjadi 3 hari. Selama 3 hari itu, Emily berusaha meyakinkan dirinya jika ia harus berani mengatakan kepada ayahnya. Puncaknya semalam, sehari sebelum berangkat. Ayahnya pun paginya mengirimi uang jajan sekitar 300 ribu untuk pegangan ia selama bepergian.
Emily cukup menikmati perjalanan itu. Sesampainya di pabrik obat pun ia banyak belajar. Hampir semua pembahasan ia rekam. Semua data ia masukkan di ponselnya. Mereka juga dikirimi data mentah untuk bahan laporan. Sepanjang perjalanan ke Bali, mereka disuguhi pemandangan jalanan yang cukup seru.
Emily dan semua teman-temannya menikmati keseruan itu. Untungnya, Emily tidak satu bus dengan Rakha. Ia masih menghindari pemuda itu. Meski ada sedikit perasaan rindu akan sahabat satunya itu. Emily juga tak satu bus dengan Raina dan Arham. Ia sempat kebingungan karena kebanyakan teman satu busnya berisi kakak kelas. Hanya beberapa anak kelasnya, itu pun cuman sekitar 10 orang.
Emily duduk dipaling belakang dengan temannya Prima. Waktu awal mereka bertemu di bus, Prima terlihat menangis. Mereka dekat karena setelah 2 hari perjalanan, mereka bercerita satu sama lain masalah yang menimpanya. Ternyata, Prima punya masalah yang sama seperti dirinya yang awalnya tak bisa pergi ikut study tour ini. Ya, begitulah sekolah swasta, mereka kadang merencanakan sesuatu dadakan, dan harganya mahal. Wajar kalau banyak orang tua yang protes, tapi tak wajar kalau karena itu anaknya harus berhenti sekolah.
Sesampainya di Bali, mereka mengunjungi banyak tempat, kebanyakan pantai dengan bule-bule yang asyik berjemur. Beberapa kali kegiatan Emily adalah sebagai penerjemah teman dan kakak kelasnya. Bahasa Inggris Emily cukup bagus, mungkin kebiasaan saat kecil ibunya lebih sering memberi film kartun dengan bahasa Inggris. Keuntungannya, Emily bisa foto gratis dan dibelikan beberapa jajanan oleh kakak kelasnya jika mereka puas. Semuanya sudah tak seperti dulu saat memandang Emily rendah. Itu yang sangat ia syukuri.
Mereka menginap di salah satu hotel. Di sana, satu kamar berisikan 4 orang. Emily bersama dengan 4 teman sekelasnya. Baru kali itu ia bisa merasakan kehebohan dalam berteman. Merasakan asyiknya bergaul yang jarang ia rasakan. Ya, bekerja dan sekolah sangat menyita masa muda seperti teman yang lainnya. Bahkan, masa mudanya lebih sering di dapur dan di buku jika ia memperhatikannya.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Ia punya banyak foto pemandangan. Hanya pemandangan tanpa dirinya di dalam foto. Baginya, lebih indah pemandangan dibanding dirinya. Akan tetapi, ia sering mendapat foto candid tentang Rakha. Entah apa yang ia pikirkan. Ia hanya bisa memfoto Rakha sebagai kenang-kenangan. Banyak ia foto dengan orang lain, tapi tidak dengan satu sahabatnya itu. Itu terasa cukup menyakitkan.
Sebelum pulang, Emily berniat membeli gelang couple untuk dirinya dan adiknya, dan membeli kado untuk Suga. Rencana kepulangan mereka diajukan sehari lebih cepat karena ada sedikit masalah dengan perjalanan. Akhirnya, mereka merelakan untuk tidak menonton barongsai daripada tidak pulang.
Selama perjalanan pulang, lebih banyak yang tidur dibanding saat perjalanan berangkat. Mungkin karena semua orang sudah lelah, sudah habis biaya juga, sudah senang juga. Mereka juga harus mempersiapkan diri untuk awal yang baru. Mereka tiba di Sabtu pagi. Negeri di atas awan itu terasa sangat dingin. Berbeda dengan Bali yang cukup panas. Mereka keluar mobil dengan tubuh menggigil berjalan membawa tas dan pulang dengan keluarga atau orang yang menjemputnya.
Emily tak ikut kembali ke sekolah karena perjalanan yang mereka ke sekolah melewati rumahnya. Ia turun di pasar pagi yang terlihat cukup padat. Ia dijemput oleh ibunya yang sudah menunggu di depan ruko. Sesampainya di rumah, ia memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya selama seharian penuh. Sebelum esok ia harus memulai les di minggu sore.
Emily membenahi pakaiannya sebelum ia memulai les di hari minggu setelah salat maghrib. Malam itu, ia pergi dengan mengendarai motornya. Ia memberi sedikit oleh-oleh untuk sepupu dan ibu Suga. Untuk kado, ia berencana memberikannya nanti setelah acara ulang tahun yang akan dirayakan tak jauh sebelum ia PKL.
“Tante, makasih banyak kemaren udah minjemin duitnya sama Emily. Emily kemaren seneng bisa tau gimana Bali,” ucapnya sambil tertawa. “Oh, iya. Emily punya sedikit oleh-oleh. Semoga Tante suka.”
Emily memberikan kantong kertas yang ia bawa. Ia tersenyum senang melihat Ibu Suga yang cukup modis dan cantik di usia yang bisa dibilang sudah tidak muda.
“Ya ampun, Sayang. Harusnya nggak usah repot-repot,” ucap Ibu Suga Segan.
“Nggak repot, kok, Tan. Oh, iya. Emily juga mau ngembaliin sebagian duit Tante kemaren. Kemaren, Tante ngasih 4 juta kan? Emily balikin 1 juta dulu, ya. Sisanya, bakal Emily usahain secepatnya.”
Terlihat raut wajah terkejut Ibu Suga.
“Nak, kan Tante emang niat bantu kamu. Harusnya nggak usah balikin nggak papa,” tolaknya mentah.
“Nggak, Tan. Emily niat pinjem, dan kewajiban Emily ngembaliin. Itu semua kalo nggak ada campur tangan Tante, Emily mungkin nggak bisa ikut study tour, nggak bisa bikin ayah percaya Emily lagi, apalagi sampe putus sekolah. Tante udah bantu Emily banyak. Jadi, Emily balikin duitnya.”
Emily memberikan amplop di atas meja tamu berlapis kaca yang berwarna cokelat tua. Ia tersenyum tipis kepada Ibu Suga yang melihatnya seolah kurang suka. Akan tetapi, Ibu Suga akhirnya mengambil amplop itu menghargai keputusan Emily.
“Ya udah, Tante ambil. Tapi nanti, kamu nggak usah buru-buru ngembaliin. Fokus sekolah kamu dulu. Kalo ada apa-apa, bilang Suga kalo nggak Tante. Kalo kamu juga lagi ada masalah di rumah, ke sini aja. Jangan dipendem lagi. Ngaruh sama nilai, loh,” nasihat Ibu Suga.
Emily mengangguk paham. “Makasih banyak, Tan. Udah ngasih banyak kesempatan buat Emily. Ngasih kerjaan juga ngajarin sepupu Suga mulai hari ini. Tadi seru, kok. Anaknya langsung nurut, dia pinter banget tadi langsung paham.”
“Ya pinter, lah. Rio gitu, loh. Rio bakal belajar lebih serius lagi sama Mbak Emily buat ngalahin Mas Suga. Biar nanti Mbak Emily milih Rio dibanding Mas Suga yang sok ganteng itu,” ucap anak kecil yang berjalan ke ruang tamu menghampiri guru barunya tadi.
Tak lama pemuda yang disebut anak kecil itu berjalan ke ruang tamu sambil mengeringkan rambut dengan handuknya berjalan ke arah Emily.
“Emang Mas Suga ganteng, wle,” ledek Suga menjulurkan lidahnya dan mengusili sepupunya yang sedang duduk manja di dekat Emily.
“Coba Rio tanya sama Mbak Emily,” ucapnya dan langsung menoleh ke Emily. “Mbak, ganteng Rio apa Mas Suga?”
Emily yang dari tadi mendengar perdebatan antar sepupu itu hanya tertawa dengan Ibunya Suga.
“Ganteng adeknya Mbak, dong.”
Mereka tak kalah tertawa melihat anak kecil itu mengesah kesal karena digoda oleh keluarga itu. Sederhana, tapi cukup menghibur.
14.09.22
KAMU SEDANG MEMBACA
Dope (END)
Teen FictionAntara cinta, mimpi, dan keuangan. Emily seorang gadis yang baru lulus SMP dan ingin mengejar cita-citanya menjadi salah satu orang yang berada di jurusan kesehatan demi ibunya. Ia sering melihat ibunya yang sakit menjadi salah satu motivasi kenapa...