18. Gendong

1K 107 6
                                    


Brillian mencengkeram kerah leher preman itu. Lantas melayangkan bogeman mentah. Tidak berhenti di situ, ia beralih pada preman satunya, kembali memberikan pukulan telak. Aleesha bangkit, berdiri tertatih. Dia membelalak melihat Brillian berkelahi dengan dua cowok yang ingin memalaknya. Brillian kelihatan murka sekali.

"Pergi sebelum saya laporkan polisi!" Brillian menendang satu lawannya. Membuatnya menubruk si teman. Ditatap bengis oleh Brillian, terlebih sudah dibuat babak beluar, mereka memilih berbalik dan melarikan diri.

Menoleh, dengan sedikit terengah, Brillian berlari kecil menghampiri Aleesha. Dia menatap khawatir sekretarisnya. "Kamu gak apa-apa?"

Mengangguk, Aleesha menjawab, "Saya gak apa-apa. Kok ... Bapak bisa di sini?"

"Harusnya saya yang tanya. Ngapain jamu bisa sampe di sini? Kamu mau kabur dari saya, kan? Beli minuman itu cuma alibi kamu aja, kan?" Brillian mendengus. Aleesha menundukkan kepala lesu. Ia benar-benar bersyukur Brillian datang. Tapi, rencananya untuk kabur pada akhirnya berujung sia-sia.

"Kita ke rumah saki–"

"Saya gak mau!" Aleesha memotong. Dia menatap lurus Brillian. Sorot matanya terpancar penuh ketakutan. Brillian terpaku selama beberapa waktu. "Saya gak mau ke rumah sakit. Saya bilang saya gak apa-apa. Bapak gak bisa maksa saya."

"Saya cuma berusaha peduli–"

"Gak ada yang bener-bener peduli sama saya." Aleesha menjeda, melengoskan wajah ke arah lain seraya mendenguskan napas kasar. Sial. Memori Aleesha malah terlempar pada ingatan beberapa tahun silam.

Ia menghirup napas dalam-dalam, lalu menghelanya perlahan. Aleesha kembali menatap Brillian. Lantas mengulum bibir, tersenyum bersalah. "Maaf, Pak. Saya lancang." Aleesha menunduk. Tangannya saling bertautan di belakang tubuh.

"Kita pulang." Brillian berkata dingin. Melangkah memimpin, membuat Aleesha berbalik dan menatap punggung cowok galak itu. Aleesha tertegun. Mengerjapkan mata sekali, menelengkan kepala berpikir.

"Gak jadi ke rumah sakit, Pak?" tanyanya.

Brillian tidak menjawab.

Senyum Aleesha langsung terbit, ia lantas menyusul Brillian. Sebelum akhirnya meringis, merasakan punggungnya kembali sakit. Tendangan cowok tadi benar-benar tidak main-main. Aleesha curiga punggungnya terdapat jejak sepatu cowok tadi.

Tidak merasakan langkah lain di belakangnya, Brillian berhenti. Menengok ke belakang, dahinya mengernyit melihat Aleesha berjalan lelet. Ia memasukkan kedua tangannya dalam saku. Menunggu cewek itu. Aleesha tersenyum nyengir begitu sampai di depan Brillian.

"Apa punggung kamu sesakit itu?"

Aleesha menggeleng cepat. Takut jika Brillian berubah pikiran memnawanya ke rumah sakit. "Ini cuma sakit sedikit. Bapak gak perlu khawatir."

Terdengar helaan napas panjang. Brillian memutar tubuh 180 derajat, membelakangi Aleesha, memberikan punggungnya pada cewek itu. Aleesha mengerjapkan mata dua kali. Memberi tatapan rumit. Cowok ini mau apa? Kenapa Brillian malah menghadapkan punggungnya kepadanya?

"Naik."

"Hah? Gak usah, Pak. Saya beneran gak apa-apa," tolak Aleesha. Decakan kesal keluar dari kedua belah bibir Brillian.  Cowok itu menoleh pada Aleesha.

"Kamu tahu saya rela nurunin gengsi saya cuma buat sekretaris nyusahin kayak kamu?" Brillian berkata sinis. Untuk lagi dan lagi. Aleesha menarik kedua sudut bibir tersenyum pahit. Perkataan bosnya ini memang tidak ada duanya. Paling nyelekit.

"Maaf, Pak."

"Makanya naik. Biar kita cepet pulang." Brillian menggeram melihat keleletan Alex. Terlebih tahu sekretarisnya itu berusaha kabur darinya, Brillian ingin memarahi Alex habis-habisan.

GIRL IN SUIT (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang