Devdas yang keluar dari portal memiliki wujud kepala ular dan memiliki 4 kaki. Mereka mulai mengendus-endus tanah sekitar. Jumlah mereka tidak banyak, tapi dengan ukurannya itu sudah cukup untuk membunuh manusia biasa. Tubuh mereka dipenuhi sisik berwarna hitam legam dengan ujung ekor membulat seperti sebuah palu yang sangat besar. Mereka memiliki mata yang dapat bercahaya merah di malam hari. Aku dapat merasakan ketakutan mengalir di seluruh tubuhku. Setiap kali aku melihatnya, bayangan mayat orang tuaku selalu muncul di pikiranku.
Kreeeekkk.... Salah satu rumah membuka pintunya dan menyebabkan bunyi yang sangat nyaring. Salah satu Devdas yang mendengarnya langsung menoleh dan berlari dengan sangat kencang ke arah orang itu. Rahangnya dibuka lebar-lebar dan menunjukkan 2 pasang taring yang sangat tajam. Menghilang. Aku mengarahkan belatiku dan menebas secara vertikal, aku berhasil menggores cukup dalam di lehernya. Devdas itu menoleh dengan mata merahnya. Dia menembakkan cairan racun dari mulutnya. Aku berusaha menghindar, tapi tanganku terkena beberapa tetes racunnya. Cuiih.... Aku menembakkan api dari tanganku dan mengarahkannya ke mulut Devdas yang masih terbuka lebar itu.
DUAAAARRR.... Mulutnya yang terbakar meledak seketika. Napasku mulai sesak, sepertinya racun itu mulai menyebar di tubuhku. Aku tertunduk lemas, racunnya bereaksi dengan darahku. Penyembuhan. napasku masih belum stabil, sepertinya aku harus menggunakan skill penyembuhan lagi. Penyembuhan. napasku mulai stabil tapi kakiku masih sedikit lemas. Telekinesis. Aku mengayunkan tanganku ke kanan dan ke kiri, Devdas yang jaraknya 2 meter dariku terpukul mundur. Aku memaksakan kakiku dan melompat sambil mengarahkan belatiku ke depan.
ARRRRRGGGGHHH.... Belatiku ke ayunkan ke atas sampai kepalanya terbelah menjadi dua. Aku menoleh ke Devdas terakhir yang menatapku dengan sangat tajam. Baru kali ini aku melihat Devdas yang ketakutan. Keempat kakinya gemetaran seperti sedang menghadapi kematian. Aku mendekatinya sambil memutar belati di tangan kananku.
"Apa kau takut? Apa ini pertama kalinya kau berhadapan dengan kematian?" Tidak ada jawaban darinya, hanya suara mendesis yang dikeluarkan. Aku memberi kekuatan pada kedua kakiku dan melompat ke tubuhnya.
"Aku akan mengakhirinya dengan cepat." Aku menusuk dan merobek leher hingga ke badannya.
Ketika semua Devdas berhasil kubunuh, portal tempat dia keluar mulai menutup. Apa aku sudah berhasil, Ayah-Ibu? Suara pintu terbuka mulai terdengar dari setiap rumah yang ada. Sepertinya mereka penasaran dengan keributan yang terjadi. Menghilang. Aku menyelip di antara keramaian orang yang sibuk menyaksikan 3 mayat Devdas yang sudah tidak berdaya.
Aku berbaring sambil mengamati tanganku yang terkena racun tadi. Bagian kulit yang terkena racun mulai memucat. Skill penyembuhanku tidak dapat mengatasi perubahan warna ini, tapi untung saja cuman beberapa tetes.
Knock Knock.... Knock Knock.... Aku terbangun karena suara ketukan itu. Aku langsung bangkit dari tempat tidurku dan membukakan pintu. Aku mengira jika yang mengetuk pintu kamarku adalah Helen, tapi aku salah. Seorang prajurit kekaisaran dengan zirah lengkap berdiri tepat dihadapanku. Dia menunjukkan selembaran berita mengenai Devdas yang kubunuh tadi malam.
"Apa kau tahu mengenai ini?"
Aku mengangguk. "Iya aku tahu, bagaimana mungkin aku tidak tahu mengenai Devdas yang muncul di depan penginapan yang kutempati."
Dia memegang dagunya. "Apa kau tahu siapa yang sudah membunuh mereka tadi malam."
Aku memasang wajah datar, aku tidak boleh menunjukkan ekspresiku. Aku menggeleng. "Aku tidak tahu sama sekali. Aku keluar ketika mendengar suara teriakan dan ketika aku keluar sudah tidak ada siapa-siapa disitu selain warga di sini. Yang tersisa hanyalah 3 mayat Devdas itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The King of Eden : The Rising
Teen FictionEric Hulbert, anak yatim piatu yang disebabkan serangan Devdas, monster dengan bentuk bermacam-macam yang keluar dari portal. Setiap umur 18 tahun, semua orang akan mendapatkan berkah dari Eden dengan berbagai macam keahlian, petarung fisik, penyihi...