26. Kesal Paula

2.6K 583 17
                                    




Paula berikan pelukan terhangatnya ke Terry yang sudah menunggunya di perpustakaan. Terry balas pelukan Paula dengan kecupan di puncak kepala Paula.

"Ada kabar baik...," ujar Terry dengan mata berbinar-binar.

"Ha?"

Terry lalu mengajak Paula duduk di salah satu sudut ruangan perpus yang sepi dari pengunjung.

"Papa kamu bolehin kamu tinggal di apartemenku," ujar Terry dengan senyum hangatnya.

"Masa?" delik Paula tidak percaya.

"Itu hasil pertemuan mamapapaku dengan Papa dan Mami kamu,"

Paula tertunduk dan menggeleng tidak percaya.

"Papa aja belum hubungi aku...," lirihnya pelan.

"Ya. Nggak papa kalo kamu nggak percaya. Aku hanya menyampaikan pesan," ujar Terry sambil mengusap-usap punggung tangan Paula.

"I miss you," ucapnya kemudian. "Kangen meluk kamu waktu tidur...," ujar Terry lagi.

Paula hela napas panjang. Dia tersenyum mengamati wajah Terry. Tak menyangka Terry yang pendiam dan sedikit dingin berubah takluk di depannya. Padahal sebelumnya, justru dia yang mengejar-ngejar Terry.

"Soal pertunangan..., akan mereka atur. Mungkin bulan depan, mereka yang ke sini. Mamaku, Papaku, Papa kamu. Sebenarnya mereka ingin kita yang pulang ke Tangerang. Tapi Opa Corin bersikeras acara tunangan kita di sini. Dia bahkan membiayai perjalanan orang tua kita ke sini...,"

"Opa...,"

"Opa mau liat kita bertunangan dan saling tukar cincin. Yah..., dia..., khawatir nggak bisa menyaksikan momen kebahagiaan aku dan kamu. Hm..., mumpung dia masih sehat. Sebelumnya dia nggak bisa menyaksikan langsung pertunangan atau pernikahan Mbak Hera dan Kak Crystal. Kali ini dia benar-benar ingin acara pertunangan kita di sini...,"

Paula lagi-lagi menghela napas panjang. Dia sedih membayangkan wajah tua Opa Corrin.

"Hm..., gimana tugas kamu? Sudah selesai?" tanya Terry yang tiba-tiba menyinggung perkuliahan.

"Belum. Malam ini aku akan menyelesaikannya. Kan lusa deadlinenya," jawab Paula.

Terry cubit punggung tangan Paula pelan.

"Kamu kebiasaan menunda tugas. Nanti nangis kayak dulu,"

Paula tergelak.

"Nggak, Terry. Aku..., aku...,"

"Ah. Nggak usah gitu deh. Kirim filenya ke aku,"

"Aku sama sekali belum mulai,"

"Baby...,"

"Aku akan memulai menulis,"

"Kamu sibuk apa sih?"

Paula diam tidak menjawab.

Bola matanya memutar ke rak yang penuh buku-buku yang ada di dekatnya.

"Aku..., aku rindu kamu, Babe. Aku mikirin kamu terus...," aku Paula akhirnya.

Terry tersenyum hangat.

"Aku...," Paula tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Dia tampaknya masih memendam kekesalan terhadap papanya.

"Papa sudah membolehkan..., tapi kalo kamu belum yakin atau belum mau..., nggak papa. Apartemenku selalu terbuka untuk kamu," ujar Terry.

Paula beranjak dari duduknya dan mendekati Terry. Lalu dia duduk di atas pangkuan Terry dan meminta Terry memeluknya.

PAULA SATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang