11. 30 AMJoanna sedang memangku kepala Jeffrey. Di atas ranjang pria ini. Dengan raut sedih karena Jeffrey tidak kunjung sadar saat ini. Sebab dia telah pingsan selama setengah jam terakhir.
Ceklek...
Pintu kamar Jeffrey terbuka. Jessica pelakunya, dia langsung memeriksa keadaan Jeffrey sekarang. Menyentuh dahinya. Lalu menarik nafas lega karena suhu tubuh si anak tidak sepanas sebelumnya.
"Jeffrey akan membaik. Kamu tenang saja, terima kasih karena sudah datang."
Joanna mengangguk singkat. Dia juga tersenyum lega. Dengan pundak kanan yang sedang diusap Jessica.
"Ini sudah jam makan siang. Kalau lapar, langsung turun saja. Di sini ada adikmu juga. Main di kamar Kiara."
Joanna mengangguk singkat. Hingga Jessica keluar dari kamar. Dengan senyum yang mengembang di wajah. Sebab keadaan Jeffrey sudah tidak lagi separah sebelumnya.
Perlahan, Joanna memindahkan kepala Jeffrey di atas bantal. Merapikan rambutnya dan memakaikan selimut untuknya. Lalu beranjak dari sana karena ingin menemui adiknya.
"Aruna..."
Panggil Joanna sembari menepuk pintu kamar Kiara. Kamar yang ada stiker warna merah muda di depannya. Dengan tulisan Kiara's Room berukuran besar.
"Dia sedang BAB, Kak. Ayo masuk!"
Kiara mempersilahkan Joanna masuk. Di dalam sana ada banyak buku. Joanna jelas merasa kagum. Sebab anak ini ternyata memang sangat pintar dan tidak berkelakuan buruk. Tidak heran jika dia mendapat ranking satu, sedangkan adiknya dapat ranking dua puluh satu.
"Kamu suka baca?"
"Iya, Kakak juga?"
"Sedikit, tapi tidak suka baca buku bentuk fisik. Lebih suka baca berita di CNN dan yang lain. Semua ini yang belikan siapa? Boleh lihat, kan?"
"Boleh. Aku beli sendiri."
Joanna terkejut ketika mendengar ucapan Kiara. Sebab anak ini baru berusia 8 tahun sekarang. Namun sudah bisa membeli banyak buku atau bahkan barang yang lain juga.
"Kok bisa? Kamu belum ada HP, kan?"
"Ada. Di sana."
Kiara menunjuk meja belajar. Di sana sudah ada iPad dan Macbook. Serta ponsel keluaran terbaru yang harganya tentu saja tidak murah karena hanya dapat dijangkau oleh kalangan tertentu.
"Mama memberiku itu semua sejak TK. Waktu kelas satu, aku diajari cara belanja. Agar tidak merpotkan katanya. Tapi masih pakai ID Mama."
Joanna mengerutkan dahinya. Bingung dengan apa yang baru saja Kiara ucapkan. Karena anak itu tampak lebih dewasa dari usia yang sebenarnya.
"Kiara, seharusnya kamu belum boleh belanja sendiri. Boleh Kakak lihat apa saja yang telah kamu beli?"
Kiara langsung memberikan iPad pada Joanna. Lalu menunjukkan riwayat pembelian apa saja yang selama ini dilakukan. Dimulai dari buku, peralatan sekolah dan pakaian.
Joanna mengembalikan iPad Kiara. Dia tidak bisa komentar apa-apa. Karena Kiara memang hanya membeli barang-barang yang seharusnya dibeli saja. Tidak ada yang aneh-aneh juga.
"Lain kali kalau mau belanja bilang Kakak, ya? Supaya bisa Kakak beri saran."
"Boleh?"
"Iya, simpan nomor Kakak."
Kiara mengangguk semangat. Lalu meraih ponselnya. Kemudian diberikan pada Joanna. Hingga akhirnya pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan Aruna yang baru saja selesai buang air besar.