1.

190 10 0
                                    

Bukan aku kerajinan lagi di saat cerita yang satu belum selesai ( '◡‿ゝ◡').

Jadi sebelumnya karya ini di-posting di Fizo, tanpa kontrak sebagai sambungan buku partisipasi lomba fanfic.

Berhubung aku jarang up di sana, akhirnya aku bawa ke Wattpad saja biar lebih santai.

❤️

"Aku hamil!" 

Jeni dengan tidak tahu malunya datang ke kantor Kai, setelah kisruh yang sangat besar yang dia buat dalam waktu singkat. Dia bahkan tidak peduli kalau saat ini beberapa orang akan mengancam kelemahannya.

Bayangkan saja, jika Kai menjentikkan jari memerintah orang untuk membunuhnya dia tidak akan bisa berbuat apa-apa. Tapi, kekuatan media membantu dia untuk berani maju ke ini menantang Kai yang sejak beberapa hari lalu tidak pernah mau muncul lagi menemuinya.

Kai mengambil alat uji kehamilan tersebut, melihatnya sekilas lalu membuangnya bagai sampah.

Jeni terdiam dengan sikapnya itu.

"Kamu membuangku sekarang, Kai?"

Kai menatap tajam tajam pada Jeni. Dia tidak bicara apa-apa, menekan panggilan. Perempuan di depannya sudah bisa menebak kalau dia akan diusir. Dengan segera dia juga menekan tombol upaya panggilan tersebut bisa dibatalkan.

"Jangan lakukan ini, aku mohon." Jeni memohon. Dia menatap pias, secara lembut jemarinya mengusap perut  matanya juga perlahan mengarah ke sana seakan ingin menunjukkan pada Kai di dalam sana telah tumbuh satu nyawa baru buah dari cinta mereka.

"Aku nggak akan percaya kalau itu anakku, Jen. Lagi pula percuma kamu bawa dia padaku, keluargaku nggak akan mau menerima anak itu."

Jeni menunduk, menangis. "Kenapa kamu tega, Kai?"

Alis Kai menukik. "Tega kamu bilang?" Dia paling tidak suka jadi sosok yang dipojokkan seperti ini. "Bukannya kamu yang ceroboh dalam hal ini? Aku tahu kamu menjebakku. Kamu nekat!"

Jeni tidak bisa berkutik ketika Kai memelototinya. Dia merasa seperti dikuliti dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Pria yang duduk di kursi kekuasaannya itu mengangkat dagu. Kai bukan orang baik yang sempurna. Dalam sisi polos pada dirinya, dia juga sosok yang angkuh tidak mau ditekan oleh siapa pun. Termasuk Jeni.

Sejak awal dia katakan, tidak mau membuat hubungan mereka ini menjadi masalah. Tapi, perempuan itu yang malah bermain api. Hingga akhirnya Kai malah memutuskan untuk menyelidiki tentang bagaimana Jeni.

Kebohongan demi kebohongan terungkap. selama ini Kai diam karena merasa Jeni adalah wanita yang dicintainya. Dia tidak mau melukai perasaan Jeni

Semakin ke sini perasaan itu malah berubah. Jeni bukanlah sosok yang harus dia perjuangkan. Istrinya Sabrina jauh lebih baik dari dia.

"Ini anak kamu, Kai. Kamu mau membuangnya?"

Kai menatap perut Jeni. Masih terlihat datar meski saat ini dia berkata usia janin dalam kandungannya sudah masuk dua bulan.

"Gugurkan anak itu!" Kai tidak punya perasaan menyuruh Jeni menghilangkan satu nyawa manusia.

"Kai!" Jeni nyari berteriak mendapati sikap sang kekasih sangat kejam padanya. "Kamu jahat denganku dan juga mau membuang bayi ini? Kamu nggak punya hati!"

"Hemh." Kai seperti merasa tidak terusik dengan makina Jeni. "Aku juga sadar kalau aku nggak punya hati. Yang aku pikirkan cuma nafsu."

Jeni gemetar bibirnya. Dia pikir Kai pria butuh cinta yang bisa bertekuk lutut dengan segala bujuk rayu yang dia berikan. Lantas, kenapa pria itu sekarang bersikap sangat dingin padanya.

"Gugurkan bayi itu." Kai mengulangi perintahnya. "Bayi itu nggak seharusnya ada di antara kita. Aku bilang, aku nggak mau memiliki anak yang bukan dari garis sah. Percuma kamu pertahankan dan lahirkan dia. Dia  cuma akn jadi anak yang dikucilkan keluargaku. Bahkan aku sendiri."

Jeni tersungkur tepat di depan meja kerja Kia. Air matanya tumpah.  Air mata paku. Dia berharap bahwa hati Kai luluh. nyatanya malah semakin keras bagai batu.  Anak yang dia katakan sebagai anaknya pun tidak diakui sama sekali. Sungguh dia memang iblis berwajah tampan.

Jenii tidak bisa melepaskan Kai begitu saja. Dia sudah telanjur memiliki bayi dengan Ardan. Kalau sampai tidak ada hasil dari yang sudah dia korbankan, memang lebih baik bayi dalam kandungannya ini digugurkan.

Pasti masih ada cara untuk bisa membuat Kai mau menikahinya.

"Aku nggak tahu apa yang dilakukan Sabrina sampai bisa membuat kamu jadi dingin  dan nggak peduli padaku."

Kai tidak mau mendengarkan. Dia panggil security untuk membawa Jeni pergi. sebelum diseret keluar, Jeni berseru pada Kai.

"Kamu akan tanggung jawab untuk ini semua, Kai. Banyak yang sudah tahu kalau kamu yang main api denganku, meski menikah dengan Sabrina!"

"Kalau aku nggak bisa membuatmu menikahiku dengan cara yang baik, aku akan buat kamu yang datang sendiri padaku memohon supaya kamu menikahiku!"

Kai bergeming. Kata-kata Jeni menjadi beban baginya. Tapi dia berusaha untuk tutupi.  Saat ini memperbaiki roda perusahan dan juga mengurusi kembali rumah tangganya dengan Sabrina yang berantakan. Kai membutuhkan sosok wanita yang bisa membuatnya tenang dan itu dia dapatkan dari Sabrina. Bukan Jeni.

Jeni diseret keluar. Sebelum pergi dia diingatkan security bahwa sudah dilarang untuk datang ke kantor ini lagi.

Jeni marah besar. Dia bersumpah orang-orang yang hari ini menyeretnya keluar akan menerima balasan. Dia akan membuat mereka semua ditendang keluar dari perusahaan ini.

Perempuan itu telah bersumpah bahwa apa pun akan dia lakukan untuk membuat Kai menikahinya.

Pergi dari sana, Jeni mengadu pada ibunya.

Nyonya Kalfa yang mendengar ini tentu saja berang. Berani sekali Kai bersikap seperti itu. Seorang pengusaha ternama yang selama ini mereka pikir memiliki hati yang lebih manusiawi, nyatanya tidak jauh beda dengan iblis.

Dia bahkan bisa dengan begitu mudah menyuruh Jeni menggugurkan kandungannya.

Di apartemennya, Jeni memegang kening merasa  pusing harus bagaimana menghadapi Kai. "Dia kelihatannya sudah cinta dengan Sabrina. Kai kalau sudah cinta dengan satu orang dia akan jadi orang yang penurut dan penuhi apa pun permintaan orang yang dicintainya itu."

Di seberang sana Nyonya Kalfa menyahut. "Maksud kamu saat ini Sabrina yang  pengaruhi dia?"

"Iya, Bu!' Jeni menggebu. "Aku yakin perempuan yang sok suci itu yang mempengaruhi Kai. Dia pasti jual tubuhnya ke Kai untuk bikin laki-laki itu nurut!" 

Ibunya Jeni geram. Keberadaan Sabrina memang selalu merepotkan bagi Jeni. sebagai ibu dia tentu kasihan dengan bagaimana nasib putri saat ini.

"Aku udah hamil begini. Mau menggugyrkan pun juga akan mengancam, keselamatanku. Usia kandungan ini sudah mau tiga bulan, Bu."

"Sabar dulu. Kita masih bisa pikirkan cara lain untuk membuat Kai tetap bisa mendapatkan Kai. Minimal kamu bisa menguasai hartanya dulu. Nggak masalah kalau harus diceraikan."

Itu benar sekali. Dulu memang Jeni gadis yang polos. Dia mengharapkan cinta Kai beserta hartanya. Tapi, untuk sekarang yang lebih dia pikirkan adalah bagaimana menguras hartanya dulu. Anak yang ada dalam kandungannya inilah yang harus dimanfaatkan.

"Ah, Ibu punya ide!"

Sabrina dan KaiWhere stories live. Discover now