1. Menikah

33 2 0
                                    


Jika kalian bertanya, acara apa yang paling di benci Alena untuk di hadiri ?. Maka jawabannya adalah acara pernikahan. Acara yang akan dengan senang hati menghina dirinya yang seorang jomblo abadi di usianya yang hampir menginjak kepala tiga.

Kebencian tersebut bukanlah semata karena sempitnya ruang lingkup sosial gadis tersebut, atau kedangkalan sikapnya. Melainkan karena orang orang yang selalu menanyakan kapan gerangan Alena akan mengakhiri masa sendirinya, dengan menggandeng seorang pria di lengannya, dan memproklamirkan pernikahannya dengan penuh tekad yang kuat.

Hal inilah yang kerap memancing kejengkelan Alena. Hal hal yang mengandung rasa keingin tahuan orang orang akan ruang lingkup pribadinya, dan mempertanyakan pilihan hidup yang ingin di jalani oleh Alena sendiri. Pertanyaan pertanyaan itulah yang membuat Alena benci untuk menghadiri acara pernikahan. Dan sialnya, saat ini dirinya justru tengah terjebak di acara pernikahan sepupu jauhnya dari pihak Almarhum Ayahnya.

Dan disinilah Alena, berdiri dengan kaku di balik gorden berwarna gold, yang membalut sebuah tiang tempat foto para tamu undangan. Senyuman lebar terpajang di bibirnya yang di poles berwarna peach saat menyapa beberapa kolega yang ia kenal. Sementara kedua bola matanya tampak sibuk menyusuri setiap inci aula pernikahan tersebut. Mencari cari sosok Ibunya di antara tamu undangan yang hadir.

"Kak!, ngapain lo disini. Jadi tukang foto?".

Zayn, adik sepupu dari pihak keluarga Ibunya berjalan menghampiri Alena dengan sebelah alis terangkat heran.

"Gue lagi sembunyi dari wartawan?" jawab Alena masih sibuk menolehkan wajahnya ke segala arah.

"Wartawan?". Zayn menelengkah kepalanya, gurat kebingungan semakin jelas terukir di wajah tampannya.

"Maksud gue, keluarga besar kita. Tahu sendiri gimana nyinyirnya pertanyaan keluarga pas liat gue datang sebagai jomblo abadi untuk kesekian kalinya ke acara pernikahan sepupu kita" keluh Alena. Menghembuskan nafasnya dengan rasa frustasi.

"Makanya, cari cowok yang bener. Jangan ngarepin yang gak ada, yang gak mungkin buat di gapai. Jadi cewek yang realistis aja kak". Zayn menasehati kakak sepupunya itu yang tampak memutar kedua bola matanya dengan bosan.

"Gak usah ceramahin gue deh. Mending lo sekarang cepetan ke parkiran, 10 menit lagi gue dateng nyusul lo kesana. Anter gue balik ke Jakarta".

Zayn menatap kakak sepupunya setengah tak percaya.

"Lo serius mau balik kak. Lo bahkan belum 30 menit disini dan lo belum nyapa para tetua" seru Zayn.

"Peduli setan deh sama mereka, kalau ujung ujungnya mereka cuma mau ngatur ngatur hidup gue, ceramah ini itu. Pokoknya gue udah setor muka sama Yuna and bonyoknya. Jadi tugas gue udah selesai" tukas Alena tidak peduli, masih sibuk memutar pandangannya ke seluruh aula, hingga terhenti di dekat pintu utama. Dimana seorang wanita paruh baya tengah sibuk mengobrol dengan seorang wanita yang di kenal Alena sebagai Budhenya.

"Awas kualat entar, ngomong gak sopan tentang tetua" sergah Zayn. Namun Alena sama sekali tidak memperdulikannya, dan justrus mengibaskan tangan kirinya ke depan wajah adik sepupunya itu dengan tidak sabar.

"Cepetan gih ke parkiran. Sebelum keluarga besar liat gue" usir Alena.

Dengan wajah tertekuk cemberut, Zaynpun dengan enggan melangkahkan kakinya beranjak dari tempatnya menuju parkiran, seperti yang telah di perintahkan oleh kakak sepupunya itu. Sementara Alena kini berjalan menuju pintu aula yang ramai, menuju Ibunya yang tampak asyik mengobrol dengan Budhenya.

Alena menghembuskan nafasnya perlahan, berusaha melemaskan otot otot wajahnya, dan kembali memasang senyuman bodoh di bibirnya saat jarak ia dan ibunya tinggal beberapa langkah lagi.

Melawan Restu | Jaemin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang