"ALYARA"
Haedar segera berlari menghampiri Alyara yang tergeletak di rerumputan taman.
"Al.. Al" panggilnya beberapa kali mencoba membangunkan Alyara.
Cukup lama Haedar mencoba, tapi nihil. Alyara tak kunjung bangun. Mau tak mau ia harus membawa Alyara ke klinik terdekat.
10 menit kemudian Haedar dan Alyara tiba di sebuah klinik.
Dengan segera Haedar menggendong Alyara memasuki klinik agar segera mendapatkan penanganan.
Haedar benar-benar khawatir dengan kondisi Alyara saat ini, ia tahu tak hanya fisik, mental Alyara pun pasti sedang tidak baik-baik saja.
Tak berselang lama, dokter kembali keluar dari ruangan Alyara ditangani.
"Bagaimana Dok keadaan teman saya?"
"Sepertinya pasien hanya kelelahan saja. Kekebalan tubuhnya lemah sehingga mudah pingsan. Saat ini pasien sudah saya berikan obat tidur agar pasien bisa beristirahat."
"Terimakasih Dok."
"Sama-sama, saya permisi. Assalamualaikum "
Setelah kepergian sang dokter, Haedar segera memasuki ruangan rawat Alyara.
"Alyara punya nenek kan ya disini, gue harus kasih kabar ini." Gumam Haedar.
Perlahan ia mengambil ponsel di sakunya yang sebelumnya ia ambil dari tangan Alyara ketika ia pingsan tadi.
Bersyukur handphone Alyara tidak memiliki sandi sehingga memudahkan Haedar untuk mengaksesnya.
Pandangan Haedar terkunci pada pesan terakhir yang dikirimkan Alyara kepada Dewa.
Haedar kembali menatap wajah tenang Alyara ketika tertidur. Raut wajah yang tidak menunjukkan bahwa ia sedang mempunyai masalah.
"Menyembunyikan masalah dari semua orang itu memang gak mudah, Al." Batin Haedar.
Haedar menggelengkan kembali kepalanya mengingat tujuan awalnya membuka hp Alyara. Yaitu menghubungi neneknya.
"Assalamualaikum Ay, kamu dimana? Udah malam kok belum pulang?" Suara nenek Alyara terdengar ketika telepon sudah tersambung.
"Maaf nek, ini saya Haedar temannya Alyara. Tadi Alyara pingsan di taman dan saya bawa ke klinik terdekat."
"Astagfirullah Aya, kliniknya dimana nak? Biar Oma kesana."
"Di jalan merpati. Hati-hati Nek."
Selepas salam Haedar menutup telepon dan meletakkan hp Alyara ke nakas samping Alyara tertidur.
"5 tahun lebih kita tidak bertemu tapi rasa itu tetap ada. Entah apa yang membuat aku enggan menghapusnya, padahal aku tahu hatimu bukan untukku." Gumam Haedar pelan.
Mungkin jika diperhatikan Alyara dan Haedar memiliki nasib yang sama. Mereka berdua sama-sama mencintai seseorang yang juga mencintai orang lain.
Haedar mencintai Alyara, dan Alyara mencintai Dewa dan Dewa mencintai Lavina. Kenyataan itu tak dapat mereka bantah sedikitpun.
Mencintai orang yang jelas-jelas hatinya tidak untuk kita sangatlah sakit, tapi bukankah mencintai tidak harus memiliki?
Semua orang berhak mencintai dan dicintai, tetapi tak semua cinta itu terbalaskan.
"Apa gue telpon Dewa ya?" Ucap Haedar tiba-tiba, ia berpikir Dewa bisa memberi sedikit ketenangan untuk Alyara nanti.
Namun sekali lagi Haedar menggelengkan kepalanya, menelpon Dewa bukanlah ide yang bagus. Alyara pingsan setelah perbincangannya dengan Dewa. Bahkan Alyara meminta Dewa untuk menjauhinya, mana mungkin Haedar menelpon Dewa dengan harapan pria itu memberikan ketenangan untuk Alyara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of the Past
General FictionMungkin untuk sebagian orang beranggapan bahwa melupakan masalalu itu sangatlah sulit. Dan itu juga dirasakan oleh seorang gadis cantik dengan hijab yang menutupi rambutnya. Gadis itu bernama Alyara Rasmira Aldama, seorang gadis yang ingin menghilan...