╔═══════╗
𝘈𝘵 𝘵𝘩𝘦 𝘦𝘯𝘥 𝘰𝘧 𝘵𝘩𝘦 𝘥𝘢𝘺, 𝘯𝘰 𝘰𝘯𝘦 𝘬𝘯𝘦𝘸 𝘵𝘩𝘦 𝘣𝘢𝘵𝘵𝘭𝘦 𝘴𝘩𝘦 𝘧𝘰𝘶𝘨𝘩𝘵 𝘪𝘯𝘴𝘪𝘥𝘦 𝘰𝘧 𝘩𝘦𝘳 𝘦𝘷𝘦𝘳𝘺 𝘥𝘢𝘺. 𝘕𝘰 𝘮𝘢𝘵𝘵𝘦𝘳 𝘩𝘰𝘸 𝘥𝘢𝘳𝘬 𝘪𝘵 𝘨𝘰𝘵, 𝘴𝘩𝘦 𝘬𝘦𝘱𝘵 𝘩𝘦𝘳 𝘴𝘮𝘪𝘭𝘦 𝘢𝘯𝘥 𝘨𝘢𝘷𝘦 𝘢𝘭𝘭 𝘴𝘩𝘦 𝘨𝘰𝘵, 𝘦𝘷𝘦𝘯 𝘵𝘩𝘰𝘶𝘨𝘩 𝘴𝘩𝘦 𝘬𝘯𝘦𝘸 𝘴𝘩𝘦 𝘸𝘢𝘴 𝘵𝘩𝘦 𝘰𝘯𝘦 𝘸𝘩𝘰 𝘯𝘦𝘦𝘥𝘦𝘥 𝘪𝘵 𝘵𝘩𝘦 𝘮𝘰𝘴𝘵. 𝘚𝘩𝘦 𝘥𝘰𝘦𝘴𝘯'𝘵 𝘯𝘦𝘦𝘥 𝘵𝘰 𝘣𝘦 𝘴𝘢𝘷𝘦𝘥 𝘣𝘺 𝘢𝘯𝘺𝘰𝘯𝘦. 𝘖𝘯𝘤𝘦, 𝘴𝘩𝘦 𝘵𝘩𝘰𝘶𝘨𝘩𝘵 𝘵𝘩𝘢𝘵 𝘪𝘵 𝘸𝘰𝘶𝘭𝘥 𝘣𝘦 𝘯𝘪𝘤𝘦 𝘵𝘰 𝘩𝘢𝘷𝘦 𝘴𝘰𝘮𝘦𝘰𝘯𝘦 𝘵𝘰 𝘤𝘰𝘮𝘦 𝘱𝘪𝘤𝘬 𝘩𝘦𝘳 𝘶𝘱 𝘰𝘧𝘧 𝘵𝘩𝘦 𝘨𝘳𝘰𝘶𝘯𝘥 𝘸𝘩𝘦𝘯 𝘴𝘩𝘦'𝘴 𝘢𝘵 𝘩𝘦𝘳 𝘸𝘰𝘳𝘴𝘵, 𝘣𝘶𝘵 𝘩𝘦𝘳 𝘩𝘦𝘢𝘳𝘵 𝘢𝘭𝘳𝘦𝘢𝘥𝘺 𝘤𝘩𝘰𝘴𝘦 𝘩𝘪𝘮 𝘵𝘰 𝘴𝘢𝘷𝘦 𝘩𝘦𝘳.
╚═══════╝
Sedikit lagi pengerjaan proyek gedung baru om Dimas selesai. Butuh beberapa hari untuk finishing interior sesuai keinginan kliennya, tapi kurang lebih semua pekerjaan berat sudah berhasil dilaluinya dengan sukses.
Nasha menghela nafas lega. Ditutupnya sambungan telpon dengan koordinator lapangan yang melaporkan tentang jalannya proyek hari ini dan untunglah tak ada masalah berarti. Nasha melempar senyumnya ke luar jendela.
Proyek pertamanya selesai dengan gemilang. Kalau sudah begini, rasanya ingin sekali ia mengabarkan pada Jevin dan dia sudah tahu apa yang akan dikatakan Jevin:
"Kamu hebat, Nash! Selamat!"
Tersungging seulas senyum di wajah cantiknya.
Bodoh. Seandainya aku bisa mencapai segalanya tanpa perlu berharap mendapat pujian dari kamu, Vin.
Tapi aku tak bisa bohong, aku selalu membayangkan kamu ada disini, merayakan setiap langkah keberhasilan dan pencapaian kita masing-masing dengan ucapan selamat.
Mungkin sedikit tepukan suportif di pundak atau punggungnya. Atau elusan di kepalanya. Atau mungkin juga pelukan hangat sebagai selebrasi pencapaiannya yang berlanjut pada kecupan selamat di pipinya lalu dalam momen sesaat itu, bibir mereka mendekat hingga akhirnya saling menyentuh...
Ia lempar kepalanya ke belakang, mendongak menatap langit-langit ruangannya diiringi suara derit protes dari kursi kerjanya.
Ah, apa yang Nasha pikirkan? Usianya kini 25 tahun, usia dimana para wanita sebayanya sudah melakukan banyak hal yang lumrah dilakukan di usianya; berpacaran, kencan dengan kekasih, nongkrong di kafe, main ke bar, hang out bahkan kabur keluar kota bersama teman, having sex...
Nasha mengerjap sesaat. Ia tak pernah menyempatkan diri melakukan semua itu, ia terlalu menyibukkan dirinya sendiri hingga ia tak pernah melakukan hal-hal itu dengan siapapun. Jangankan pacar, teman pun dia tak punya. Rasanya terlalu terlambat di usianya untuk mencari teman yang memahami dirinya.
Walau kadang dibukanya akun twitter dan quora untuk mencari tahu, bagaimana sih rasanya melakukan hal yang umum dilakukan oleh sebayanya itu?
Seringkali matanya tertuju pada bahasan dewasa 18+ tentang seks dan ia tenggelam membaca bahasan itu hingga larut malam. Ia bisa merasakan celana dalamnya menjadi lembab ketika membaca pembahasan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] Perfection | Bluesy Jenrina
Fanfiction[BLUESY JENRINA] Tuhan, kenapa harus dia? Aku bahkan kesulitan menahan diri setiap kali ia melempar senyumnya padaku. Aku tahu, kadang Tuhan tak adil, terutama pada lelaki ini. Tuhan menjadikan lelaki ini sebagai favorit-Nya dan menganugerahinya waj...