Sudah saatnya Hasbi dan Nana kembali ke ndalem. Nana memang tidak membawa banyak baju dari rumahnya, karena ia pikir setelah acara pernikahan selesai keduanya akan pergi ke rumah Nana dulu barulah menetap di ndalem. Memang seperti itu rencana awalnya. Tapi itu tidak mungkin karena besok Hasbi sudah harus berangkat ke Surabaya untuk meeting di sana. Meeting itu harus dihadiri oleh Hasbi karena akan ada investor besar yang terlibat di dalamnya.
Jadilah hari ini sebelum kembali ke ndalem Hasbi mengajak Nana untuk pergi ke mall.
Nana pun sudah selesai bersiap, ia mengenakan gamis berwarna coklat dan khimar senada.
"Saya kan sudah bilang, saat keluar pakailah cadar."
Nana diam tak bergeming. Ia menggigit bibir bawahnya. Pasalnya Nana selama ini tidak pernah pakai cadar, tentu saja ia tidak memiliki benda kecil nan berharga itu.
"Na,-"
Belum sempat Nana melanjutkan kalimatnya, Hasbi terlebih dahulu menyodorkan paper bag kecil yang di dalamnya terdapat sebuah cadar berwarna hitam. Entah, kapan pria itu menyiapkannya.
Nana tersenyum lalu mengambil paper bag itu dan mengenakan isinya.
'Maa Syaa Allah.' puji Hasbi di dalam hatinya ketika melihat Nana mengenakan cadar. Baginya Nana terlihat begitu cantik.
Nana kembali tersenyum, ia melihat guratan kagum di mata Hasbi. Nana memilih untuk diam karena tidak ingin merusak suasana.
Keduanya pun segera bergegas menuju mall.
"Mas, apa tidak sebaiknya kita ke rumah Umma saja, kita ambil baju-baju Nana yang ada di sana dari pada beli." Suara Nana.
"Kamu takut uang saya habis?" Tanya Hasbi dengan nada yang datar.
"Dasar gunung es." Gumam Nana kesal.
Tidak ada yang benar dari setiap kalimat yang keluar dari mulut Nana, Hasbi selalu menjawabnya dengan kalimat yang menohok.
"Saya mendengarnya," ucap Hasbi tanpa menoleh ke arah kursi kemudi yang ditempati Nana.
Nana memilih untuk diam tak menjawab.
Sesampainya di Mall, Nana memilih beberapa gamis dan daster rumahan, tak lupa beberapa khimar dan juga cadar berbagai model dari yang pas untuk bekerja maupun untuk acara-acara tertentu.
Setelah selesai dengan semua pilihannya, Nana pun menuju kasir. Nana mengeluarkan black cardnya dan hendak membayar semua belanjaan yang ada di hadapannya. Namun, Hasbi menyerobotnya.
"Pakai uang Nana saja, Mas." Tolak Nana lembut.
"Jangan membantah, sudah kewajiban saya." Jawab Hasbi singkat.
***
Mereka pun kini sudah berada di ndalem dan disambut oleh kedua orang tua Hasbi dan juga adik tengahnya.
"Assalamualaikum," ucap keduanya serentak.
"Waalaikumsalam," jawab Kyai beserta istri dan anak tengahnya.
"Mbak Nana!" Seru Afiyah kemudian berlari memeluk Mbak iparnya.
Nana menyambut hangat pelukan Afiyah.
"Mbak, gimana malam pertamanya, Mas Hasbi ndak main kasar kan? Enak ndak, Mbak? Afi jadi ingin menikah juga." Afiyah memberondong Nana dengan pertanyaan-pertanyaan yang sukses membuat pipi Nana memerah meski tersembunyi di balik cadar.
"Afiyah!" Tegur Abahnya seraya menggeleng gemas.
"Hehe, maaf, Bah. Maaf Mbak Nana." Afiyah cengengesan salah tingkah. Ia lupa bahwa di ruangan itu ada Abahnya.
Hasbi yang sedari tadi hanya memperhatikan keduanya pun ikut bergeleng melihat tingkah adik tengahnya itu.
Pletak!
Sebuah sentilan dari tangan Hasbi sukses melayang di jidat Afiyah.
"Aw! Mas Hasbi!" Pekiknya.
"Sudah, biarkan Mbakmu istirahat." Hasbi menggandeng Nana dan membawanya ke kamar. Tak lupa sebelum itu mereka menyalami kedua orang tuanya.
"Nduk, anggap rumah sendiri ya. Kalau ada apa-apa jangan sungkan-sungkan bilang." Ucap Hj. Siti.
"Injih, Nyai."
"Kok, Nyai?" KH. Malik pun terkekeh.
"Eh.. ee- anu, injih Umi." Nana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Hasbi pun menuntun Nana menuju kamarnya.
Sesampainya di kamar, Nana menata semua barang belanjaannya tadi di lemari yang sudah di sediakan.
"Jangan simpan di lemari semua. Bawalah beberapa pakaian untuk besok dan juga tolong siapkan baju saya." Titah Hasbi.
"Mau ke mana, Mas?" Tanya Nana.
"Ke Surabaya, saya ada meeting dengan investor. Jangan GR, jika saya meninggalkan kamu di rumah saya pastikan nama saya akan dihapus dari nasab keluarga ndalem." Jawab Hasbi dengan nada yang masih datar namun ada kalimat candaan di dalamnya.
Nana hanya ber-O ria, dia masih merasa lemas setelah adegan masuk angin yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Nana ikut saja kemana pun suaminya mengajak. Ia tidak khawatir karena dirinya sudah mengambil cuti selama 1 bulan dari rumah sakit.
"Na!" Panggil Hasbi.
"Iya, Mas." Nana menghampiri Hasbi yang sedang duduk di sofa kamar.
"Duduklah, ada yang ingin saya bicarakan." Titah Hasbi.
"Na, maafkan saya jika disetiap kalimat saya melukai kamu. Saya belum terbiasa dengan ini semua. Tolong beri saya waktu untuk beradaptasi." Ucap Hasbi seraya memegang kedua tangan Nana.
Ada desiran hangat yang menyeruak ke seluruh tubuh Nana. Matanya memanas siap menumpahkan lahar bening kapan saja. Nana tak henti-hentinya mengucap syukur dalam hati. Baru semalam ia memohonkan do'a agar Allah membukakan pintu hati suaminya.
"Biarkan Mas berusaha untuk menjadi suami serta imam yang baik untukmu."
Hasbi mengubah panggilan dirinya menjadi Mas, itu sudah cukup membuat hati Nana berbunga dan salah tingkah.
"Selesaikan pekerjaanmu, setelah itu kita ke bawah makan siang bersama-sama." Ucap Hasbi seraya mengusap lembut pipi istrinya.
Nana mengangguk dan tersenyum. Hatinya masih berbunga-bunga.
Maha Besar Allah, hanya Allah yang mampu membolak-balikkan hati manusia. Nana terus mengucap syukur di dalam hatinya. Semoga setelah ini rumah tangganya terus berjalan dengan baik. Semoga Nana dan Hasbi mampu melalui jalan rumah tangganya yang mungkin tidak akan selalu mulus.
Nana dan Hasbi kemudian makan siang bersama dengan Haji Malik dan Hajah Siti. Afiyah sudah pergi ke kampus 30 menit yang lalu. Mereka menikmati makan siang dengan khidmat.
Keluarga ndalem memang memiliki kebiasaan untuk tidak mengobrol di meja makan. Mereka akan mengobrol di lain waktu selain jam makan. Berbeda dengan keluarga Nana yang terkadang masih bercanda di sela-sela makan.
Ah! Nana jadi rindu Umma dan Abangnya.
'Umma dan Abang makan apa ya hari ini?' Batin Nana rindu.
--------
Ciyeeeeee!
Kemakan omongannya sendiri. Udah mulai luluh ya Hasbi ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Shaf Dibelakangmu
RomanceKisah ini mamita terinspirasi dari sebuah judul lagu dan sebuah imajinasi mamita tentunya. mengisahkan seorang ustadz yang harus menerima perjodohan dengan seorang dokter muda. Padahal si ustadz masih terjebak masa lalu yang belum bisa ia lupakan. ...