Begitu keduanya sudah masuk ke unit apartemen Geonhak, sembari melepaskan sepatu Wolha berbicara padanya. "Sebaiknya kau membersihkan diri dulu dan berganti pakaian, serta bersihkan lukamu juga, dimana kotak P3K nya? Biar aku akan mengambilnya sendiri."
Geonhak berkedip beberapa saat karena baru menyadarinya, benar jika sekarang ternyata keadaanya begitu mengerikan. Kemeja putihnya sudah berbalut debu dan tanah di beberapa titik, dan mungkin sekarang dia terlihat sangat berantakan karena sehabis pulang bekerja dan ditambah luka di ujung bibirnya yang lebam.
"Kotaknya ada di dapur dekat kulkas, kalau begitu aku akan kembali sebentar lagi." Setelah mengatakan kalimat singkat itu, Geonhak langsung pergi dengan bergegas, dia tak mau membiarkan Wolha menunggu terlalu lama.
Wolha mengangguk dan pergi ke dapur untuk mencarinya sesuai arahan Geonhak, dan dia begitu terkejut saat melihat dapurnya. Helaan nafas keluar begitu saja, "persis seperti apartemen Seoho, apa semua lelaki yang tinggal sendiri memang seperti ini? Ah, tidak untuk Keonhee." Pasalnya memang banyak sekali piring kotor di wastafel, bahkan hingga rak piringnya kosong? Itu artinya semuanya kotor. Wolha menengok ke arah kamar Geonhak, dan dia pikir sepertinya masih lama, jadi dia memutuskan untuk mencuci semuanya terlebih dahulu dan itu bukan hal yang memakan waktu lama untuknya.
Benar saja, saat Wolha sudah selesai menggantung sarung tangan cuci itu, dan memang karena kotak P3K itu sudah dia temukan sejak tadi. Waktunya sangat pas sehingga saat Wolha berjalan ke ruang tengah, Geonhak juga datang dari arah kamarnya tadi. Wolha hanya memasang seulas senyum dan menyuruhnya untuk duduk di sofa.
Dengan sangat perlahan dan hati-hati, Wolha mengoleskan antiseptic ke luka Geonhak. Ternyata lumayan juga tinju Seoho karena dapat merobek bibir Geonhak dan membuatnya lebam.
"Terimakasih. Aku belum sempat mengatakannya kan?" Wolha memecahkan keheningan antara mereka berdua. Geonhak hanya meliriknya dengan datar, "sama-sama. Sudah seharusnya aku membantu seseorang yang butuh bantuan."
Kini berganti Wolha menutup botol antiseptic dan mengambil botol obat merah, "tapi awalnya kau tidak ingin membantuku kan?"
Begitu kapas dengan obat merah itu menyentuh luka Geonhak, pria itu sedikit meringis menahan sakit dan terkadang reflek memundurkan wajahnya sembari mendesis lirih. "Itu karena aku tak ingin ikut campur urusan kalian, tapi entah kenapa akhirnya aku membantumu saat mengenali itu adalah Seoho."
"Apa kau mengenal Seoho?"
"Tidak juga. Aku hanya tahu kalau dia kakak dari Keonhee, itupun aku dan Keonhee juga tak terlalu dekat. Kita jarang bertemu karena kesibukan masing-masing."
Wolha menganggukkan kepalanya, lalu dia sedikit maju lagi karena entah kenapa posisi duduk Geonhak semakin mundur sembari memasang wajah kesakitannya. Hal itu membuat Wolha risih dan akhirnya menghela nafas. "Kau tahu? Kau bisa menahan rasa sakit jika menggenggam sesuatu atau mengepalkan tangan. Apa ini sangat sakit? Tadi kau bilang baik-baik saja."
Merasa sedikit canggung mungkin, kini Geonhak seketika duduk tegap dan menjawab dengan gugup. "Memang sudah tidak sakit, tapi sekarang hanya sedikit perih karena terkena obat itu."
Wolha sedikit terkekeh selama dua detik, lalu kembali mendongak untuk kini berganti mengoleskan salep agar lukanya cepat mengering. Baru saja jari Wolha menyentuh ujung bibir Geonhak yang terluka, tangannya ditahan begitu saja. Wolha bingung dan menatap Geonhak penuh pertanyaan, apa sesakit itu sehingga sekarang Geonhak juga menutup matanya rapat-rapat. Sungguh Wolha sangat bingung saat ini, pria dengan kesan garang dan berpostur besar itu yang bahkan tadi bilang lukanya sudah tidak apa-apa, kini sedang ketakutan dengan rasa perih yang tidak seberapa. Dia merasa seperti sedang dihadapkan dengan anak kecil.
Jadi tangan kiri Wolha melepaskan pegangan tangan Geonhak pada pergelangan tangan kanannya, "kalau memang sesakit itu, kau boleh memegang tangan kiriku saja untuk menahan sakitnya, tangan kananku harus tetap mengobatimu meskipun kau tidak suka karena perih."
Mendengar itu Geonhak langsung membuka matanya dan menatap Wolha yang kini sedang serius mengoleskan salep pada bibirnya.
"Namamu Wolha kan?" Tanya Geonhak dan hanya diangguki olehnya.
"Apa aku boleh menanyakan sesuatu?"
"Hmm?" Wolha menatap Geonhak karena kalimatnya tidak jelas, mungkin karena bibirnya sedang bengkak dan sedang diobati, jadi akhirnya Geonhak mengulang pertanyaannya.
"Oo.. boleh, ingin bertanya apa?" Lalu Wolha kembali mengoleskan salep itu secara perlahan.
"Apa kau mencintai Seoho?" Mendengar pertanyaan itu membuat Wolha menghentikan gerakan tangannya dan kembali duduk tegap dengan mengedarkan pandangannya ke sembarang arah, dan genggaman tangan Geonhak juga terlepas.
Lalu Wolha tersenyum. "Iya, aku pernah mencintainya."
"Pernah?"
Wolha menyipitkan matanya dan menerawang ke langit-langit. "Hmm.... mungkin saat awal kami bertemu hingga satu tahun lalu saja." Geonhak tak bisa mengatakan apapun lagi, dan Wolha sepertinya tahu jika dia sedang bingung.
"Kau pasti bertanya-tanya jika aku mencintainya hingga tahun lalu saja, lalu tahun ini apa? Begitu kan?" Wolha terkekeh kembali. "Sebenarnya aku sadar jika mungkin cepat atau lambat hubungan kami akan berakhir, tapi ternyata lebih cepat dari dugaanku. Selama ini aku hanya berusaha bertahan, aku tahu mungkin Seoho lah yang akan meninggalkanku karena bosan, dan aku juga selalu menolaknya untuk berhubungan, dan aku penasaran kenapa dia tak kunjung memutuskanku karena itu? Mungkin pada akhirnya dia melampiaskan hal itu ke wanita itu dan seperti itulah hubungan kita berakhir."
"Maafkan aku. Tidak seharusnya aku menanyakan hal seperti itu." Geonhak merasa sangat bersalah untuk saat ini, sungguh.
"Tak apa. Lagi pula seperti yang aku bilang bukan? Aku pernah mencintainya hanya sampai tahun lalu saja. Sejak saat itu Seoho tak berbeda dengan banyak lelaki yang aku kenal di hidupku."
Entah kenapa Geonhak terasa sangat nyaman saat ini dan saat tak sengaja melihat jam di samping tv nya, dia sangat terkejut mengetahui jika sudah pukul sebelas malam. Dan lebih anehnya, dia baru sadar jika sedari tadi dadanya sudah tidak sakit lagi. Karena biasanya jika dia merasa sakit seperti ini, hal itu akan bertahan hingga minimal jam tiga pagi, itulah sebabnya dia sulit tidur jika sakit itu kambuh.
"Sudah selesai. Kalau begitu aku akan pulang." Wolha menutup kotak P3K itu dan meletakkannya di meja sembari mengambil tas putihnya dari sofa.
Saat Wolha berdiri dan membenarkan roknya, Geonhak masih saja telihat bingung namun Wolha tak memperhatikan hal itu karena fokus merapihkan pakaiannya. Lalu saat Wolha melewati Geonhak yang masih terduduk di sofa, tangannya ditahan oleh Geonhak dan dia mendongak menatap Wolha dengan tatapan serius.
"Kau tidak perlu repot-repot mengantar--"
Kalimat Wolha terputus begitu saja karena tiba-tiba Geonhak berdiri dan menunduk menatapnya, posisi mereka begitu dekat karena berada diantara meja dan sofa. Dengan masih memegangi tangan Wolha, Geonhak kembali melontarkan pertanyaan yang membuat Wolha bingung.
"Apa kau percaya dengan kehidupan masa lalu?"
"Hah??!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
🌸🌙______Satu chap lagi selesai ya guys ya😀
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Of Night (월하)🌸🌙 ✔
Historical FictionSemuanya berawal dari sang Putra Mahkota yang hampir tak pernah dikenalkan ke publik menolak untuk naik takhta. Kebohongan dan pengkhianatan itu akhirnya mulai saling bermunculan, hingga seorang gadis yang tak tahu apapun terpaksa melibatkan diri di...