*Platonic
Lueur (n.)
Glow•••
2001
"..."
"..."
"Bulat."
Terdengar suara tawa pecah. Rintarou kecil hanya mengangkat alisnya sekilas sebelum manik matanya fokus pada buntalan selimut di hadapannya.
"Adik memang bulat. Tapi dia sangat menggemaskan, bukan?"
"Mm.."
Rintarou mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi adik barunya dengan lembut. Membuat si bayi menggeliat dalam tidurnya.
"Menggemaskan."
Tuan Suna tersenyum simpul. Diusapnya dengan lembut punggung si bocah.
"Rin. Papa ingin minta tolong padamu. Sesuatu yang besar."
"Apa itu, pa?"
Manik bukat Rintarou menatap manik ayahnya yang memiliki warna persis dengannya. Tangan kecil si bocah digenggam dengan erat oleh sang ayah.
"Tolong jaga Y/n, ya? Ajari dia hal-hal yang baik dan menyenangkan. Apa Rin bisa?"
Rintarou melirik adiknya lagi. Ia merasa tubuhnya menghangat tiap melihat Y/n yang bahkan belum bisa melakukan apapun itu.
"Bisa, pa."
Ia menyayangi adiknya.
•••
2002
"Rin? Makan malamnya sudah akan siap. Cuci tangan lalu ke ruang makan, ya?"
"Iya, ma."
Rintarou bangkit dari posisi duduknya. Ia baru saja menyelesaikan tugas sekolahnya dengan ditemani Y/n yang sibuk merangkak di sekelilingnya.
"Aaa!"
"Sebentar Y/n. Kakak sedang mer-"
Ucapan Rintarou terpotong saat ia melihat adik kecilnya tidak sedang merangkak, melainkan berdiri sambil berpegangan pada sofa. Secara reflek Rintarou berlari mendekati Y/n dan memegangi tubuhnya agar tidak terjatuh.
"Tidak lucu, Y/n. Kau membuat kakak panik."
Rintarou merengut saat Y/n terkekeh melihat kepanikan kakaknya. Si laki-laki dengan gemas mengecupi pipi adiknya sebelum menggendongnya.
"Ayo kita makan~"
Di balik pintu dapur Mama Suna tersenyum melihat interaksi kedua buah hatinya. Dengan ponsel di genggaman tangannya.
"Kau lapar, dumpling?"
"Nyam!"
"No. Itu bukan makanan. Itu pipiku."
"Mam!"
•••
2004
"Y/n? Sedang apa, nak?"
Mama suna berjongkok di samping putrinya. Kini keduanya sedang sama-sama berjongkok di teras depan rumah mereka. Memandangi jalanan sepi di depan rumah mereka.
"Rin..?"
"Hm? Rin akan pulang sebentar lagi. Ah. Apa kau disini karena menunggu Rintarou pulang?"
Y/n mengangguk. Dua kunciran di kepalanya bergerak lucu membuat sang mama terkekeh.
"Kalau begitu mama akan temani, ya?"
"Yaa~"
Y/n tersenyum lebar menunjukkan gigi-gigi susunya. Tak lama kemuadian keduanya menoleh saat mendengar suara klakson yang tak asing lagi bagi mereka.
"Bis!"
Y/n dengan cepat berdiri dan berjalan menuruni tangga teras rumah mereka dengan hati-hati. Sang mama buru-buru memegangi tangan si kecil sebelum membiarkannya berdiri di dekat pagar. Menunggu turunnya sang kakak dengan tak sabar.
"... Rin!"
Y/n memekik senang. Kedua tangannya terangkat saat Rintarou berjalan menuruni tangga bis sekolahnya.
"Halo, Y/n."
Rintarou membuka pagar rumahnya dengan senyum di bibirnya. Si laki-laki menggendong adiknya sebelum sama-sama melambaikan tangan mereka pada Tuan Takeshi, pengemudi bis sekolah yang sangat ramah.
"Bye bye, Y/n!"
"Bye bye keshi~"
Y/n terkekeh saat Tuan Takeshi menekan klakson sebelum menjalankan bisnya menjauh. Saat bis kuning itu sudah menghilang dari pandangan, gadis kecil itu langsung memeluk leher sang kakak dengan erat.
"Rin! Y/n buat kukis!"
"Oh ya? Kukis? Y/n buat sendiri?"
Rintarou mengusap rambut adiknya lembut sebelum melangkah ke arah teras rumah dan menyapa sang ibu.
"Halo, ma."
"Halo, Rin. How was your day?"
Rintarou melepas sepatunya tanpa melonggarkan pelukan pada tubuh Y/n yang sedang mengoceh menjelaskan bagaimana ia menumpahkan semangkuk tepung tadi.
Saat mendengar pertanyaan sang mama, Rintarou terdiam dan mengingat kembali harinya. Terjatuh saat olahraga, lupa membawa uang saku, piket sendiri.
"Mmm.."
"Y/n taruh oven! Mama pencet-pencet. Tutututut~"
Rintarou mengulum bibirnya sebelum menatap sang mama.
"A lot better now."
Mama Suna tersenyum dan mengangguk. Diusapnya rambut sang anak sebelum melangkah masuk ke arah dapur.
"Ganti baju lalu istirahat, ya? Kukisnya akan mama bawakan ke kamar."
"Oke, ma."
"Rin! Mamam kukis!"
"Iya iya. Setelah kakak ganti baju, ya?"
"Mm!"
•••
2008
"No.."
"No? Why not?"
"'S scary.."
Rintarou berjongkok di hadapan adiknya. Keduanya tengah duduk di kursi halaman belakang rumah mereka, menikmati hari terakhir sebelum besok harus kembali masuk sekolah.
Y/n akhirnya melangkahkan kakinya ke sekolah dasar, dan Rintarou yang kini berada di kelas 6, sangat tak sabar karena akhirnya mereka satu sekolah.
"It's not scary, y/n."
"Tidak ada teman. Tidak suka."
Y/n menundukkan kepalanya. Rambut sebahunya menutupi wajahnya yang terlihat murung.
Rintarou sangat mengerti apa yang dirasakan adiknya saat ini. Dulu, saat Rintarou baru pertama kali masuk sekolah ia juga merasakan gugup dan takut yang luar biasa. Hal itu disebabkan oleh sulitnya ia mendapatkan teman karena sifatnya yang tertutup.