Kita yang Berbeda

38 3 0
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata dari penulis. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, latar, tempat, alur, dan lain sebagainya

Selamat membaca, selamat menikmati dan semoga suka.
Terima kasih.

***

"Jadi, hubungan kita berakhir sampai sini?" tanya Agnis.

"Iya, karena semakin lama kita mempertahankannya semakin sakit juga jika suatu saat nanti kita berakhir," jawab Angga.

"Lo yakin gak berniat untuk ikut keagama gua?" tanya Agnis.

"Tidak, dan terima kasih untuk semuanya," jawab Angga menolak.

"Baiklah, sama-sama. Jika lo butuh rumah kembali aja ke gua sebagai teman," ucap Agnis.

"Baiklah aku pergi, Shalom," kata Angga berpamitan.

"Wa'alaikumsalam," jawab Agnis.

Selama di perjalan Agnis tiba-tiba kepikiran. "Jadi gini rasanya cinta beda keyakinan, sakit banget ya Allah. Ya Allah jika dia jodohku dekatkanlah tapi jika dia jodoh orang lain tolong pertimbangkan sekali lagi ya Allah," ucap Agnis.

"Lo berdo'a tapi maksa," saut Nina.

"Serah gua lah," jawab Agnis.

"Iya deh iya, makan yuk? Laper nih," ajak Nina.

"Ayo, traktir ya," jawab Agnis.

"Soal traktir aja lo garcep," jawab Nina.

"Harus dong, gratisan itu enak," jawab Agnis.

Selesai makan, Agnis memutuskan untuk pulang dan sesampainya di rumah. Ia langsung mendapat pertanyaan dari Nina
"Nis, lo udah putus sama Angga?" tanya gadis itu.

"Udah," jawab Agnis.

"Baguslah, mulai saat ini lo harus bisa fokus ngejar cita-cita dan jangan pikirin dulu cowo, lo harus bisa buktiin sama orang-orang kalo lo bisa jadi dokter dan bisa mengobati orang yang sakit serta jika suatu saat nanti lo ada rezeki banyak jangan lupa buat bagi-bagi sama orang yang kurang mampu," pesan Nina.

"Iya, makasih Nina. Bakalan gua ingin pesan lo ini, lo emang sahabat terbaik gua," jawab Agnis.

"Sama-sama, jika suatu saat nanti lo udah sukses jangan pernah lupain gua, oke?" Nina membuat janji dengan mengangkat jari kelingkingnya.

"SIAP, BU BOS," jawab Agnis dengan semangat.

Namun, ketika malam tiba. Agnis tak bisa menyembunyikan perasaannya yang sedang sakit.

"Gua tau lo lagi patah hati lagi galau, tapi yang diputusin Angga itu bener, Nis. Lebih baik sakit sekarang daripada sakit nanti, lupain Angga oke? Anggap lo sama Angga cuma teman tidak lebih," ucap Nina.

"Iya Nina sayanggggggg," jawab Agnis.

"Bagus, yaudah udah malam gua pulang dulu ya, Nis. Besok kita main lagi, bye," pamit Nina.

"Yaudah, bye," jawab Agnis kemudian memutuskan untuk masuk ke kamarnya.

"Gini amat nasib percintaan gua, sad ending," gumam Agnis. "Tapi udahlah gua harus bisa move on dari Angga pokoknya."

Keesokan paginya Agnis pun berangkat sekolah seperti biasa, tetapi dia terilihat muram karena memikirkan hubungannya sama Angga yang sudah kandas. Hingga tiba di kelas, Agnis merasa kurang semangat memulai pelajaran kali ini.

"Pagi, Nis. Btw lo udah sarapan? Muka lo pucet amat," kata Nina.

"Tadi gak sempet sarapan, kesiangan soalnya," jawab Agnis apa adanya.

"Makan bekel punya gua aja Nis, soalnya gua bawa banyak," tawar Nina.

"Oke Ni, makasih ya," ucap Agnis.

Selesai makan mereka berduapun berniat ketoilet untuk membuang air kecil karena tiba-tiba Nina kebelet pipis.

"Nina, udah belum. Lama banget deh lo," ucap Agnis.

"Bentar Nis, sebentar lagi tungguin gua!" teriak Nina.

"Lo pipis atau hitungin beras sih, lama banget gua nungguinnya ampe berkarat," gerutu Agnis dengan nada kesal.

"Bentar Nis, gak sabaran amat lo jadi orang," balas Nina.

"Udah?" tanya Agnis.

"Udah, ayo balik ke kelas!" ajak Nina.

"Ya iyalah balik ke kelas, yakali mau disini terua sampe bell pulang," ucap Agnis.

Dijalan menuju kelas Agnis dan Nina tidak sengaja bertemu Angga dan mereka melihat Angga jalan bersama cewek, kira-kira siapakah cewek itu?

"Nin, kira-kira cewe yang sama Angga tadi siapa, ya?" tanya Agnis.

"Gua gatau, lo gausah pikirin Angga lagi, ingat. kalian udah gak ada hubungan apa-apa lagi," ucap Nina.

"Gua gak mikirin Angga padahal, gua cuma nanya doang kali Nin," jawab Agnis.

"Yaudah, ngapain juga nanya-nanya tentang si Angga. Btw sekarang pelajaran buk killer, ayo ke kelas. Jangan sampe dihukum malas berdiri dilapangan gua mana panas banget udah gitu takut kulit gua yang gosong ini tambah gosong" ucap Nina.

"Mending dihukum berdiri dilapangan gua daripada liat angka-angka yang imut itu udah imut ngebuat emosi pula jadi pengen gua milikin," jawab Agnis.

"Milikin aja Nis, ya minimal lo bisa pinter matematika kalo milikin tuh angka-angka imut," jawab Nina.

"Tapi gua kalo mau milikin tu angka-angka imut harus berpikir sepuluh kali, kenapa? Ya karna bisa setres gua ketemu angka-angka imut itu," jawab Agnis.

"Minimal setres maksimalnya apa?" tanya Nina.

"Ya, maksimal gila," jawab Agnis

"Setres sama gila bukannya sama aja? Atau beda?" ranya Nina.

"Kayanya sih sama, bodo amat lah kok kita malah bahas angka-angka imut? Bukannya kita gasuka angka-angka imut itu?" Agnis mengerutkan dahinya.

"Iya juga ya, yaudah ganti topik aja," ujar Nina memelas.

"Topiknya ilang Nin," sahut Agnis pelan.

"Ya cari sampai dapat, Nis," titah Nina.

"Malas, mending nyari ayang baru aja," jawab Agnis pasrah kali ini.

"Endasmu ayang baru Nis, mending kembali ke masa lalu," sungut Nina dan hampir mengetuk jidat gadis di depannya itu.

"Masa lalu itu dilupakan, bukan dikenang, aja-aja ada lo mah, Nin," jawab Agnis sok dramatis.

"Kebalik semperul, harusnya 'ada-ada aja' bukan 'aja-aja ada'," jawab Nina membenarkan perkataan Agnis.

"Serah gua lah, kok ngatur," celetuk Agnis.

"Iyain cewe selalu benar." Sepertinya kesabaran Nina mulai terbakar.

"Lo kan cewe berarti kita sama-sama benar!" seru Agnis.

"GAK GUA WARIA, LAMA-LAMA LO BIKIN KESEL YA AGNIS." Jawab Nina, emosi gadis itu meledak.

"Kalo gak bikin kesel bukan Agnis Permata Sari namanya." Agnis malah cengengesan.

"Terus apa dong namanya?" tanya Nina.

"Namanya, Agnes Nesnano," Jawab Agnis ngasal.

"Gaje lo Nis," ucap Nina menyerah.

Nama: Priska Amelia Putri

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang