"Apaan?" Hairaz tanpa menyapa langsung bertanya pada Najendra yang kini menghubunginya via telepon."Kemana sih lu ah? Ini si Juna udah ngomel nyariin lu!"
Hairaz berdecak disela langkah cepatnya di koridor kampus. "Iya ah entar gue ke sana, ngapa ribut sih?"
"Si Juna sebel katanya padahal kelas kita bareng tapi kenapa malah gak bareng keluarnya."
Hairaz biasanya akan tertawa jika dicari seperti ini oleh temannya Juna, karena Juna dan Hairaz biasanya hanya akan bertengkar atau cekcok. Tapi maaf saja saat ini bukan saatnya ia tertawa, ada seseorang yang harus ia cari untuk memastikan sesuatu. Maaf deh Jun lain kali yak gue ketawanya, batin Hairaz.
"Kek emak gue aja sih si Juna. Bilang gue ada urusan ke lab dulu," balas Hairaz sambil mengedarkan pandangannya begitu ia sampai di koridor menuju kelas yang sebelumnya ia datangi. Kelasnya tadi pagi.
"Eh pokoknya buruan ya! Ini si Juna kek ngejar sesuatu bener dah pingin cepet balik."
"Iye ah udah lo bawel." Hairaz langsung menutup panggilan tersebut dan bergegas mencari kontak tetangga sekaligus teman kecilnya, Zahira, untuk menanyakan posisi gadis itu.
Bukan Zahira yang menjadi tujuan Haizar, tapi Aleeza. Entah mengapa ia ingin memastikan gadis itu menerima sweater miliknya untuk ia pakai sementara. Padahal niat awalnya ia hanya akan memberikan sweater itu melalui Zahira tanpa harus kembali bertemu Aleeza hari ini. Namun setiba nya ia lagi di laboratorium radio, ia malah tiba-tiba ingin melihat dengan kepalanya sendiri.
Hal itu lah yang membuatnya tergesa kembali ke gedung perkuliahan, hingga akhirnya terlambat dari janjian bersama teman-temannya yang berencana berkumpul di rumah Juna. Sekali lagi jangan tanya alasannya, karena Hairaz juga tidak tau.
Mata Hairaz mendapati Zahira yang duduk di kursi koridor tepat ketika Hairaz baru saja akan menelepon gadis itu. Lantas saja kakinya berjalan cepat menghampiri Zahira.
"Zi, mana Aleeza?" tanpa basa-basi Hairaz bertanya.
Zahira yang sebelumnya menunduk memainkan ponselnya itu langsung mendongak ketika mendnegar suara Hairaz. "Lah ngapa lo balik lagi dongo?"
"Jawab aja napa sih? Kenapa malah nanya balik?"
"Ya lo jawab dulu. Soalnya gue kesel, kenapa harus gue yang ke gedung lab kalo ujungnya lo ke sini?" protes Zahira.
Saat diminta untuk memberikan sweater Hairaz pada Aleeza, Zahira yang harus menghampiri Hairaz ke depan gedung lab dengan alasan lelaki itu ada perlu urusan lab dengan katingnya. Tapi yang ia lihat sekarang adalah Hairaz yang terlihat tidak sibuk, bahkan malah datang untuk menanyakan Aleeza. Sungguh Zahira tidak tahu apa yang terjadi diantara Aleeza dan Hairaz.
"Gak jadi urusannya," jawab Hairaz. "Jadi mana Aleeza?"
"Lo ke sini dari gedung lab buat nanyain Aleeza, Yaz?" Zahira sedikit penasaran dan membelalakan matanya.
"Lo kira gue segabut itu apa? Sekalian aja tadi ada urusan sama anak angkatan juga sama ngambil motor di parkiran depan gedung." Hairaz mengalihkan pandangannya dari Zahira yang memicingkan matanya. "Jawab pertanyaan gue kenapa sih!"
Zahira menghela nafasnya menyerah untuk memuaskan rasa penasarannya. Dagu nya mengedik pada arah toilet sebagai isyarat menunjukkan jawaban yang diinginkan oleh Hairaz. Namun saat Hairaz mengikuti arah tunjukkan Zahira, itu bersamaan dengan Aleeza yang keluar dari toilet dengan ekspresi datar dan tangan yang menenteng sweater Hairaz. Gadis itu belum mengganti pakaiannya.
***
Emosi Aleeza yang sebelumnya sudah menaik kini malah merambat menuju puncaknya saat ia melihat sosok Hairaz yang kini tengah berdiri di dekat Zahira yang sedang menunggunya ke toilet. Mata Aleeza jatuh pada sweater di tangannya yang kini diam-diam sudah ia remas penuh kekesalan.
Mengingat obrolan yang didengar kuping nya tadi, ia jadi otomatis menyangkutkan dengan Hairaz baru saja menjadi asisten laboratorium yang katanya hanya bisa masuk jika ada orang dalam atau koneksi orang dalam. Saat ini pikirannya tidak bisa berpikir jernih dan malah membiarkan berbagai prasangka terbuat begitu saja dan ditujukan untuk Hairaz.
Aleeza menghela nafasnya sebelum kemudian ia melangkah mendekati dua orang tersebut dengan wajah datar dan langkah yang tegas. Aleeza tidak menghiraukan keheranan yang muncul dari wajah Zahira maupun Hairaz. Entah mereka bingung karena Aleeza yang juga belum mengganti baju, atau karena raut wajah marah Aleeza saat ini.
"Loh? Kok masih pake baju yang lo sih?" Zahira mengutarakan pertanyaan yang sepertinya mewakili Hairaz juga karena lelaki itu memancarkan tatapan seolah-olah ingin menanyakan hal yang sama.
Aleeza bukannya menjawab malah menyodorkan sweater berwarna abu-abu tua itu pada sang pemiliknya. Hairaz menatap Aleeza bingung.
"Kenapa dibalikin?" tanya Hairaz. "Ini buat ganti lo sementara, lo pasti gak nyaman kan pake sweater lembab gitu?"
Mendengar nada ramah dan peduli Hairaz malah membuat Aleeza semakin emosi, karena kenapa juga orang ini harus berlaku baik padanya? Kenapa juga Hairaz harus memikirkannya hanya karena perihal sweater lembab. Aleeza membatin lebih baik pria itu diam dan menutup mulutnya sebelum ia semakin marah pada Hairaz.
Aleeza menggelengkan kepalanya tegas, tanpa senyuman di bibirnya seperti tadi pagi. "Gak usah, gue gak apa-apa kok. Gue juga udah bilang tadi pagi kalo ini bukan masalah besar, gue bisa handle ini sendiri lo gak usah merasa bersalah," katanya tegas.
Hairaz sedikit terkejut mendengar nada bicara gadis itu yang berbeda dengan terakhir kali mereka berbincang. Entah lah apa ini sifatnya yang asli atau ada sesuatu yang memicunya untuk bersikap kurang ramah pada Hairaz. Dengan kebingungan itu, Hairaz mengalihkan pandangan bertanyanya pada Zahira yang kini sudah berdiri sambil bergantian menatap Hairaz dan Aleeza, tetapi ketika beradu pandang dengan Hairaz, teman dari Aleeza itu seolah menyampaikan bahwa ia juga tidak tahu apa-apa mengenai perubahan sikap dari Aleeza.
"Lo yakin gak apa-apa? Bukannya lo abis ini gak langsung balik ya? Lo nyaman pake sweater lembab gitu?"
Aleeza menunduk sebentar sebelum akhirnya kembali mengangkat kepalanya, kali ini dengan senyum tipis yang entah kenapa terasa dingin. "Gak usah, Raz. Gue fine aja, seperti kata gue tadi lo gak usah ngerasa bersalah. Urusan kita udah beres, dan gue rasa lo gak perlu mikirin gue yang keliaran make baju lembab."
Tanpa menunggu balasan dari Hairaz, Aleeza langsung meraih tasnya di kursi untuk kemudian berjalan meninggalkan Hairaz dan Zahira.
"Biasa aja kale," cibir Hairaz sambil memandang punggung Aleeza yang semakin menjauh.
Mendengar temannya dicibir Zahira lantas memukul lengan atas Hairaz. "Dia badmood kali, biasanya gak gitu kok malah cenderung pemalu."
"Tau dah." Hairaz mengangkat kedua bahunya acuh. "Udah sono lo pegi sama temen lo yang kagak ramah itu."
Setelahnya Hairaz pergi meninggalkan Zahira yang beberapa detik kemudian ikut pergi untuk menyusul Aleeza.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Broadcast In Silent (Campus Series 1)
Teen FictionBerawal dari ketertarikan Aleeza Valerie pada dunia broadcasting yang mana membuatnya bertekat untuk mendaftar menjadi asisten laboratorium radio. Namun apalah daya saat ia gagal menjadi asisten lab. Sampai suatu hari ia menemukan fakta bahwa peneri...