Part 29

283 44 20
                                    

"Saya memiliki ide, Sir. Kalau Anda setuju, rencana ini bisa dijalankan," kata Simon setelah Diego selesai menceritakan masalah yang sedang terjadi. Bahkan, parahnya anak sang bos sampai mengalami trauma atas kejadian penyerangan kemarin.

"Rencana apa?" Mata Diego yang begitu sayu, memandang Simon dengan alis terangkat satu memperlihatkan ekspresi penasarannya. Ia duduk di sofa ruang kerja Simon ditemani Federic yang duduk di sebelahnya. Jangan tanya bagaimana kebingungan yang dirasakan saat ini setelah mengetahui kondisi sang anak tidak baik-baik saja.

Simon memberitahu rencananya kepada sang bos. Diego diam, sama sekali tidak menyela dan sangat serius mendengarkan. Pun dengan Federic yang manggut-manggut menyetujui usul Simon.

"Baiklah. Aku akan memberitahu pihak DEA dan memberitahu Eduardo untuk menyetujui memberikan sebagian senjata api di sini," kata Diego, setelah Simon selesai berbicara. Ia mengambil ponsel yang diletakkan di atas meja depannya, lantas menghubungi Winter. Harus menunggu sesaat sampai suara berat lelaki di seberang sana terdengar.

"Aku memiliki rencana," kata Diego kepada Winter. Pandangannya tertuju pada botol tequila di atas meja yang tinggal separuh isinya. Lalu, ia agak mencondongkan tubuh dengan kedua tangan bertumpu pada paha sambil memberitahu obrolan yang telah dirundingkan bersama Simon.

Keduanya saling bertukar usulan, cukup lama berbincangan. Lalu, setelah semua jelas, Diego memutuskan sambungan telepon dan berganti menelepon Eduardo.

"Hai, hai, Diego. Ada apa kau meneleponku? Apa ada kabar baik yang ingin kudengar darimu, huh?" sapa Eduardo dari seberang sana. Suaranya terdengar sangat memuakkan untuk Diego dengar.

Lelaki yang memiliki tato bergaris dua di lengan kirinya itu menegakkan punggung, duduk bersandar, lalu berdeham pelan sebelum berkata, "Aku akan memberikan senjata api kepadamu dan hentikan penyeranganmu terhadap semua yang dekat denganku," katanya tanpa basa-basi.

"Oooh, Buddy, kenapa tidak dari dulu kau menyerahkannya kepadaku?" Suara tawa Eduardo menggelegar. Membuat Diego mengetatkan rahang, menajamkan pandangan sambil mengepalkan salah satu tangannya di atas paha.

"Aku tidak menolak tentu saja. Dan aku ... ingin semua senjata api yang diproduksi dari pabrikmu, dialirkan kepadaku. Tidak ada jarak waktu dan selamanya." Kali ini suara Eduardo terdengar pelan, diiringi kekehan licik. Berhasil membuat darah Diego mendidih akan emosi yang dirasakan.

"Kau menolak? Jangan salahkan aku jika anakmu dan perempuan bernama, Sienna, mati di tanganku," kata Eduardo lagi karena Diego masih diam tak merespons. "Aku tahu kenapa kau akan menyerahkan senjata api itu kepadaku? Karena kau sudah ketakutan atas apa yang terjadi kepada mereka itu bukan? Well, walaupun aku harus kehilangan banyak anak buahku. Tapi, aku puas jika hasilnya akan seperti ini."

Diego terpejam untuk menetralisir emosinya. Menarik napas panjang sampai dada ikut tertarik, dan diembuskan cepat sampai terdengar embusan berat, ia berkata singkat, "Aku share location untuk kita bertemu hari ini. Ada seribu senjata api yang akan kuberikan kepadamu."

"Well, walaupun masih terlalu sedikit, tapi tak apa. Aku sedang membutuhkannya segera. Aku tunggu pesan darimu."

Diego memutuskan sambungan telepon, langsung menatap bergantian kepada Simon dan Federic. "Siapkan semuanya sekarang."

"Baik, Sir."

"Pakai alat pengaman lengkap, terutama rompi anti peluru. Kita akan bertemu dengan mereka di perbatasan kota. Winter dan anggotanya sedang perjalanan ke sana." Diego mengecek jam dari layar ponselnya. "Masih jam sebelas. Masih memiliki waktu untuk mereka bersiap. Aku akan membuat janji dengan Eduardo jam 4."

UNSTOPPABLE REVENGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang