X1O. into you

34 6 0
                                    

"WOY!"

Hari ini teman-temannya akan pulang sesudah puas menginap di rumah Rafa. Si pemilik rumahnya pun muak, namun tak dapat dipungkiri pula rasa senangnya.

Entahlah, Rafa masih ingin sekali mengusir mereka semua. Siapa yang tahan tidur bareng numpuk, saling nyembunyiin pakaian dalam, iseng mencabuti bulu hidung ketika tidur, bahkan saat mandi saja mereka memaksa untuk mandi bersama.

Yah, walau dalam pandangan Rafa yang terbilang "normal" adalah Arsena, tetapi kalau Arsena juga ikut-ikutan, ya sama saja laknatnya!

"BALIKIN SEMPAK GUAAAAA!"

Dan hari ini, salah satu pakaian dalam Rafa disembunyikan tak tahu di mana. Bisa saja di dalam pot bunga.

"Cari sendiri dooong payah nih lu."

Yang diajak bicara malah lesehan di teras rumah sambil menghentak-hentakkan kakinya. "AJIL SETAAAAAAN!"

Kedua temannya hanya tertawa-tawa. Jaziel yang biasa dipanggil Ajil itu menyunggingkan senyum penuh kemenangan, Fabian pun melakukan hal yang sama. Hanya saja, target Fabian kali ini adalah Arsena yang sedang tertidur di sofa.

Melupakan pakaian dalamnya sejenak, Rafa beralih pada kegiatan Fabian yang tengah mencoret-coreti lengan Arsena dengan spidol hitam.

"Ngapain lu?"

"Bikin tato."

Rafa mengerutkan dahi ketika mencoba menebak gambar yang dibuat oleh Fabian. "Itu apaan?"

"Alaaah masa gak tau. Lu kan punya."

Ia paham. Sedetik kemudian Rafa tertawa geli seraya berlari ke luar rumah, meneruskan pencariannya agar segera mendapatkan sehelai pakaian dalam tersebut.

"Si Fabian udah siap-siap belum? Ceunah mau balik hari ini."

"Belum. Kayak gak kenal Fabian aja," balas Rafa ogah-ogahan, membuat Jaziel menaikkan alisnya. "Lagi bikin tato buat Arsena dia."

"Oooh."

Mulut Rafa terlalu sulit mengucapkannya. Ia memang tidak bisa secomblang Fabian.

Tato kelamin pria.

"FABIAN ARSENA CEPET BERESIN TAS LU LU PADA!" Suara Jaziel menggelegar. Untung saja Bundanya Rafa sedang arisan, gendang telinganya sudah terjamin selamat. "Woy anying lu mau pada pulang kagak?!"

"Sans elah tatonya belum jadi."

"Wkekwkwekwkekee," puas sekali Jaziel tertawa melihat mahakarya Fabian. "Kayak orang bodoh."

Sementara itu, Rafa masih saja sibuk berkutat menjadi detektif dadakan sekaligus menjemur pakaian. Bunda sempat berpesan pada Rafa, jemurkan baju-baju yang ada di mesin cuci, sebagai anak yang baik pesan tersebut harus dilaksanakan.

Tetapi seember berisi pakaian yang baru keluar dari mesin cuci itu dianggurkan di dekat jemuran. Rafa masih sibuk mencari pakaian dalamnya rupanya.

"Raf, warung buka gak?"

"Buka tiap hari."

"Lo lagi ngapain?"

"Nyari sempak." Rafa menjawab pertanyaan itu dengan sangat enteng. Ia sedang berjongkok, mengorek-ngorek isi pot bunga siapa tahu Jaziel menyembunyikannya di situ. "Nanya doang lu. Gak mau bantuin gua apa?"

"Gue?"

"Yo."

"Gue bantuin nyari sempak lo?" balas seseorang itu dengan nada suara yang semakin meningkat. Satu buah sandal pun mendarat di kepala Rafa. "SINTING LU YA?!"

"ADUH!"

Sandal berwarna pink itu mengenai kepalanya, selanjutnya terjatuh tepat di sebelah kaki Rafa. Ngelag sebentar. Ia menebak itu adalah sandal perempuan, sendal pink bermotif stiker-stiker imut.

Benar, cowok itu baru sadar yang mengajaknya bicara adalah seorang perempuan.

Nyatanya fokus Rafa terhadap sempak justru lebih besar dibanding lingkungan sekitarnya.

Telinganya memerah, menahan malu.

"Balikin sendal gue!"

Sontak Rafa berbalik badan, beranjak dari jongkoknya dengan mata yang membelalak. Sambil melempar sandal itu dengan sembarang ia pun berkata, "Lu ngapain di sini Ama—AAAHH SIALAAN!"

Gadis yang masih memakai seragam sekolah itu mengerutkan dahi, mengambil sandalnya yang dilempar Rafa tadi. "Mau jajan, gak boleh? Lagian biasanya gue pulang sekolah lewat sini."

"Ya maksudnya—duh anjing malu gua bangsat."

"Kita tetanggaan kalo lo lupa."

Sisi gelap suka sama tetangga sendiri. Gampang ketemunya, bahkan di saat-saat yang memalukan.

Gimana nggak malu? Dia bahkan mengajak gebetannya sendiri untuk mencari sempak bersama-sama.

"Sumpah, La."

"Berisik ah." Detik kemudian Amala menarik ujung lengan kaos pendek Rafa, membawanya ke warung yang terletak tepat di samping kiri rumah. Kini, Rafa hanya mampu diam menurut, dengan wajah yang tak mampu di hadapkan ke arah Amala. "Nyari celana dalem aja sampe ngorek-ngorek pot. Ikhlasin aja ngapa."

"Ck?"

Amala mengambil lengan Rafa, menuntunnya mendekat ke keran yang memang tersedia di luar rumah. Kemudian membersihkan tangan Rafa yang penuh tanah dengan telaten. "Lo harus ladenin gue. Gue mau jajan."

"Gua bisa bersihin sendiri. Sana ambil permennya. Jauh-jauh lu."

Amala tergelak, tawanya yang terkesan meledek itu tak bisa berhenti. "Yeuuu, justru gue begini biar lo gak malu."

"Anjing."

"Gue gak mau ya dapet pelayanan dari orang yang gak mau natap muka gue. Nyebelin tau gak?"

Dunia indah hanya milik berdua. Rafa sepertinya melupakan kehadiran teman-temannya, yang saat ini tengah menontonnya dari dalam rumah, melewati jendela.

"Raf,"

"Hm."

"Kuping lo merah banget."

"Diem. Gua makan juga lu."










































































Into You || Hwang HyunjinWhere stories live. Discover now