Silvia : My Next Mistake

44.4K 4.9K 400
                                    

Author's Note :D


Siang semuanyaa... Semoga hari kalian menyenangkan. Saya mau curhat dikit nih. Hmmm, kaya'nya saya sering banget ya curhat. Tak apa lah ya, hahaha...

Jadi begini. Beberapa saat yang lalu, ada komen yang masuk ke prolog salah satu cerita saya. Bunyi komen itu agak, yah, menyakitkan buat saya. Atau mungkin sayanya yang lagi sensi karena kecapekan koreksi? Sutralah.


Komennya begini, "Is this good?"

Dapet poinnya nggak? Pertama baca komen ini, saya tertegun. Bukannya apa, kaget bo. Kok ya adaaa gitu, orang tanya apa cerita ini bagus, sama penulisnya langsung, di lapak penulisnya! Dia mengharapkan saya bereaksi bagaimana?

Saya sempat cerita sama seorang writer di wattpad, dan dia juga kaget. Berati sebenernya bukan saya aja yang merasa aneh.

Analoginya sama nggak sih, sama ini? Kamu datang ke rumah orang (di sini, rumah itu adalah lapak wattpad saya), disuguhin teh gratis (yaitu cerita saya), dan kamu tanya, ini enak? Waw. That's... Rude. Why don't you just read it, and if you don't like it, just skip it? No need to hurt everyone else. No need to hurt me.


Saya nggak pernah minta apa-apa sama kalian, para readers. Bahkan voments pun tidak. Voments itu hak kalian. Saya hanya meminta kalian menikmati cerita saya. Apa permintaan saya terlalu banyak?

Itu saja.


Cukup lah galaunya. Silakan membaca. Sekali lagi, nikmati sajalah! :D


________________________________



"Why don't you tell him about the baby?" tanya Bima langsung saat aku masuk mobil. Ya elah. Biarin aku duduk dulu kek! Aku cemberut dan memasang seat belt.

"Nggak usah," ujarku pendek. Bima menatapku kesal.

"Dia berhak tahu, Sil! Itu anaknya juga!" omel Bima. Bima menggerutu, terdengar seperti "Cewek dimana-mana sama aja!". Ha!

Aku mendesah. Tau Bima bakalan bawel gini, mendingan tadi aku naik taksi! Tadi waktu aku pamit, Nania memaksa Bima untuk mengantarku. Jadilah sekarang aku terperangkap dalam rangkaian interogasi Bima. Dari tadi dia sudah protes keras saat aku memutuskan untuk berpura-pura lupa pada Saka. Helllooowww! Dia nggak tahu sih, apa yang aku rasain!

"Sudahlah, Bim. Anggap aja ini kesalahanku, seperti biasa. Anak ini anakku, titik." Aku menatap Bima tajam.

"Ya nggak bisa gitu, Sil... Ini Indonesia, bukan Perancis. Kamu hamil tanpa suami, apa kata orang nanti?"

"Mereka boleh bilang apa saja. Bukan mereka yang bakalan ngerasain, seperti apa rasanya punya suami gay! Gue nggak mau ya, suatu saat nanti, gue mengkhawatirkan suami gue yang nggak pulang-pulang kaya' Bang Thoyib, dan ternyata dia lagi nongkrong di Taman Lawang!" Aku menyedekapkan tangan dan membuang muka, melihat ke arah jalanan yang ramai. Berusaha keras menahan air mataku. Ya Tuhan, kenapa nasib gue gini banget sih? Apa ini karma karena aku dulu jahat banget sama cowok-cowok yang cinta sama aku? Memandang mereka seperti  sapu dan menginjak-injak mereka kaya' sepatu?

"Silvia... Saka gay, bukan banci..." ujar Bima berat.

"Nggak ada bedanya buat gue," ujarku pendek.

SAKA - SILVIA : SELALU BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang