Salju masih berjatuhan di tengah malam ini. Api unggun yang kami buat tidak mampu menghangatkan badan yang sudah dari tadi kedinginan. Tak pernah kusangka bahwa cuaca Kerajaan Qing seekstrim ini. Terbiasa di Indonesia yang beriklim tropis, seluruh tubuhku tak bisa menahan dinginnya salju abadi Kerajaan yang sedang kuselidiki ini.
"Iza, Jendral Gong ingin berbicara denganmu." Lan, orang kepercayaan Jendral Kerajaan Qing —Jendral Gong, memanggilku. Aku menggunakan nama samaran lagi disini. Iza, nama panggilanku cukup aneh jika dipakai di zaman China kuno. Aku tidak bisa memakai nama 'Sky' saat menjadi pasukan mata-mata. Demi menyamarkan indentitasku yang sebenarnya.
"Baik." Aku melangkahkan kaki, meninggalkan jejak di tumpukan salju putih bersih. Lan membukakan pintu gubuk tempat sang jendral berdiam. Lan dan aku masuk ke gubuk bersamaan.
"Ada perlu apa Anda memanggil saya?" Aku bertanya pada Sang Jendral yang sedang duduk menghadap ke perapian sambil minum teh. Ia berbalik, menghadap ke arahku dan Lan.
"Sebagai salah satu orang terkuat di pasukan, kau harus mengetahui pesan dari sekutu kita." Jendral Gong membalas.
"Ada pesan dari Pangeran Weiheng?"
"Ya. Informasi penting dari calon Putra Mahkota Quon itu."
Calon Putra Mahkota. Seharusnya itu adalah gelar yang menjadi hak Feng, Pangeran Pertama Quon. Hatiku bergejolak panas saat jendral Gong berucap. Sejak kecil, Feng selalu mengalami kesialan. Dantian Feng hancur sejak lahir. Dia dianggap sampah karena tidak bisa berkultivasi. Haknya untuk mendapat gelar Putra Mahkota diragukan. Para petinggi kerajaan lebih memilih pangeran sombong itu yang cerdas dan kuat. Feng tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Wei.
Dalam hati aku berjanji. Aku akan membalaskan dendammu, Feng! Sudah cukup kejahatan yang dilakukan Wei si jendral sombong itu.
"Lan, katakan apa pesan dari Pangeran Wei." Jendral Gong bertitah.
"Baik." Lan yang berdiri di sampingku mengeluarkan sepucuk surat dari ikat pinggang hitamnya. Ia membuka ikatan yang membungkus surat yang terbuat dari kertas itu. Lan membaca pesan itu lantang.
"Jendral Qing yang terhormat, sesuai dengan kesepakatan kita, aku akan mengantarkan sumber daya yang kau butuhkan ke Qing. Dengan syarat, kau harus merekayasa kematian sampah Kerajaan kami."
Merekayasa. Ah … aku bisa memainkan peranku disini.
Lan melanjutkan membaca pesan. "Setelah aku menjadi Putra Mahkota, kujamin Kerajaan Qing tidak akan pernah kehabisan sumber daya makanan yang kalian butuhkan. Hanya itu yang bisa kusampaikan.
Wei."
Jendral Gong menghela napasnya. Uap keluar dari lubang hidungnya, tanda seberapa dingin cuaca malam ini. "Ia meminta sesuatu yang berat." Jendral Gong berucap.
"Itu satu-satunya cara agar dia bisa percaya, Jendral." Lan membalas ucapan Jendralnya itu.
"Laporan Pangeran Wei sebelumnya mengatakan bahwa ia telah menemukan sebuah desa di Hutan Terlarang wilayah Quon. Tempat para penculik menyiksa Pangeran Fengying."
"Tidak ada jejak sama sekali dari Fengying?"
"Tidak," balas Jendral Gong, "bahkan darah dari luka penyiksaannya tidak bisa dideteksi menggunakan energi qi."
"Hanya orang berkultivasi tinggilah yang bisa melakukan itu." Lan mengungkapkan pendapat.
"Bagaimana denganmu, Iza? Kau pasti tau beberapa hal mengenai itu." Gawat. Ini pertanyaan yang menjebak.
Aku terdiam sejenak. Memikirkan jawaban atas pertanyaan dari Jendral Kerajaan Qing itu. Aku harus hati-hati.
"Sebenarnya saya berasal dari desa di Hutan Terlarang." Aku menjawab setelah memikirkan baik buruknya. "Saya menemukan hanfu bersulam benang emas khas para bangsawan Kerajaan. Mungkin itu merupakan pakaian dari Pangeran Fengying."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Trash Prince
FantasyTopeng akan terbuka saat menghadapi hal sulit kehidupan, begitu juga aku. Rasanya, aku ingin menusuk mata mereka yang telah berani meremehkanku. Melepaskan rasa empati dan peduli pada siapapun yang merendahkan lagi menghina. Namun apa daya, aku hany...