Hari ini, senin. Hari yang paling tak disukai oleh beberapa murid SMA Alfeos high school karena mereka harus berangkat pagi untuk berbaris di lapangan yang panas, mengikuti upacara bendera.
"Panas banget anjir hari ini." Gumam Alina yang terdengar oleh teman temannya.
Kejadian malam mencoba untuk Alina lupakan, rasa sakitnya ia pendam untuk saat ini, ia tak bercerita tentang hal tersebut pada siapapun, tak pernah. Walaupun memiliki teman dekat, tetapi Alina tak ingin bercerita. Dirinya pikir sia-sia bercerita kepada mereka, mereka tidak akan mengerti.
"Dikira lo doang apa yang panas, kita juga kali. Lagian kalo lo gamau panas mah gausah ikutan baris. Cukup pura-pura sakit kan diem di UKS udah deh beres lu ga bakal kepanasan, malah enak tiduran." Sahut teman perempuan Alina. Mealisa.
Alina berdecak kasar. "Dramatis."
Lelaki di samping Alina terkekeh. "Sabar, sayang. Bentar lagi juga bakalan selesai." Ucap nya sembari tangan ia menutupi wajah Alina dari panas trik matahari.
Aksa Ferayoga Arsenio, kekasih Alina. Lumayan lama mereka jalani menjadi pasangan kekasih yang mungkin bisa dikatakan selalu terlihat adem ayem saja. Tak pernah ada terlihat pertengkaran yang besar diantara mereka. Paling hanya sekedar saling cemburu tapi nanti kembali baikan.
Alina tersenyum kecil kepada sang kekasih. "Istirahat kita ke kantin bareng ya," Ucap Alina tertahan.
Alina dengan Aksa memang berbeda kelas, makanya gadis itu mengajak dia untuk ke kantin bersama. Walaupun jarang bertemu di sekolah, mereka akan saling bertemu diluar jam sekolah, contohnya di rumah atau mungkin lelaki itu mengajak Alina jalan.
"Iya, nanti aku ke kelas kamu." Jawab Aksa membuat Alina tersenyum.
Beberapa puluh menit kemudian akhirnya upacara bendera telah selesai, bel masuk jam pertama pun sudah berbunyi, sejak dua menit yang lalu. Namun di kelas 11 ipa² belum ada tanda-tanda guru pelajaran masuk ke kelas, jadi kelas pun masih gaduh.
"Woi Nara!" Teriak Alina.
Gadis yang merasa terpanggil pun menoleh ke arah sumber suara. "Ada apa?" Saur bertanya Nara.
Alina menghampiri Nara. "Kenapa jawaban punya gua semua nya bisa salah? Lu sengaja ya anjing?!" Alina berteriak murka.
Tak ada jawaban dari Nara membuat amarah Alina semakin menggenjolak, dada nya naik turun. "Jawab gua bangsat, jangan diem aja!" bentak Alina, hilang sudah kesabarannya.
"Lin udah, sabar. Ada guru yang jalan kesini." ucap Mealisa menenangkan Alina.
"Pagi anak-anak."
Suara melengking seorang guru mampu membuat para murid bertaburan mencari tempat duduknya masing-masing, begitu juga dengan Alina yang kini tengah berjalan sqntai menuju tempat duduknya, tetapi matanya masih tertuju pada Nara menatap tajam gadis tersebut. Seolah berkata bahwa mangsanya tidak akan lolos darinya.
YOU ARE READING
Edelweiss
Teen Fiction"Aku mau jadi bunga Edelweis karena saat helaian angin mencoba buat jatuhin bunga itu ke tanah tapi bunga itu tetap indah terus ga pernah mati. Dan aku mau jadi bunga Edelweis yang kuat dan indah dari sebelumnya." -Alina Saquilla Evaliona ❀Edelweiss❀