[TERBIT DI SAMUDERA PRINTING SEMARANG]
"Aku begitu benci jika harus melihatmu lagi."
Emily terlambat untuk menyesal setelah melukai hati pria yang berjuang untuk mencintainya. Perpisahan dalam sumpah untuk membenci dan tidak bertemu lagi sukses memb...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Maksudku ... kau telah mengganggu ketenangan hidup Emily, Arthur."
Arthur dipojokkan oleh dua orang di hadapannya. Senyumannya sirna, ia mengerutkan keningnya. "Mengapa? Apa kesalahan yang kuperbuat?"
"Sebaiknya kita pergi saja, Kak. Ia tidak memahami kata-katamu. Kau hanya membuang waktumu saja," ajak Emily.
Arthur menggelengkan kepalanya. Ia meraih tangan Emily untuk menghentikannya. "Tidak. Aku paham. Namun mengapa?" tanya Arthur.
Emily menepis tangan Arthur dengan memukulnya lalu menjauh. "Sudah kukatakan hampir jutaan kali, Arthur. Aku membencimu! Aku sangat tidak menyukaimu!" seru Emily.
"Aku tahu itu, Emily." Arthur diam sebentar lalu menatap Jacob. Raut wajah Jacob seakan mengusirnya dan meminta agar ia meninggalkan mereka berdua. "Aku ... minta maaf."
Jacob menaikkan alisnya. "Begitukah caramu meminta maaf kepada Nona Muda Emily Agnesia Loyal? Di mana sopan santunmu?"
Arthur menatap Emily setelah mendengar Jacob. Selama 3 tahun ini, ia memang tidak pernah memperhatikan kerisihan Emily karena tingkahnya. Ia kelewat suka, hingga melakukan kesalahan besar.
Kedua kaki Arthur pun ditekuk, ia menundukkan kepalanya di depan kaki Emily. Tindakannya disaksikan oleh Emily dan Jacob.
"Aku, Arthur Alexander Benedict, memohon maaf atas kesalahan yang telah kuperbuat kepada Nona Emily. Aku pantas mendapat hukuman atas kesalahanku," tutur Arthur.
Emily dengan kesombongannya tersenyum dan tertawa. "Kau memang pantas begini. Aku akan menghukummu, hm ...." Emily diam sebentar. "Aku menghukummu untuk tidak menemuiku lagi. Jika kau melanggar hukuman ini, aku akan membuatmu menyesali perbuatanmu," tegas Emily.
Arthur menengadahkan kepalanya menatap Emily. Sorot mata benci seakan membuat gelora merah menyala di manik mata gadis itu. Hatinya terasa sakit, tidak pernah sesakit ini. Padahal dulu ia selalu tahan oleh penolakan dan ujaran kebencian yang Emily katakan. Namun, setelah Emily menghukumnya hari ini, debaran hatinya seperti berhenti untuk sesaat.
Apakah aku dihukum karena kesalahanku dalam menyukaimu, Emily? Apakah aku melakukan kesalahan besar karena telah menyukaimu? Arthur bertanya-tanya dalam hatinya.
"Kudengar, setiap hari kau hanya menghadiahi setangkai mawar pada Emily, bukan?" tanya Jacob. Arthur mengangguk mendengarnya.
Suara mobil kurir datang. Seorang kurir membawa sebuah bucket bunga besar lalu memberikannya kepada Jacob. Bucket itu tak hanya berisi bunga mawar, namun juga berisi bunga lain yang pasti sangat mahal harganya.
"Mampukah kau memberi Emily bunga dengan cara seperti ini? Apakah kau pikir kau layak memberikan seorang Nona Muda sepertinya hanya setangkai bunga layu saja?" tanya Jacob.
Emily menerima bucket bunga itu dengan bahagia. Senyum di wajahnya membuat Arthur melihat setangkai bunga miliknya yang telah jatuh ke tanah ketika ia membungkuk tadi.
Cerita yang dipromosikan
Kamu akan menyukai ini
"Terima kasih, Kak Jacob!" pekik Emily.
Selama 3 tahun ini, Arthur tidak pernah mendapatkan ucapan terima kasih dari Emily. Bahkan, senyuman Emily saja tak pernah terpancar untuknya sama sekali.
"Arthur. Jangan menemuiku lagi. Aku sangat membencimu!" geram Emily.
Langit sore itu semakin gelap, sama seperti hati Arthur yang cerah kini berubah kelam. Arthur yang masih berlutut kini berdiri dari tempatnya seraya mengambil setangkai mawar yang sudah tidak ada harganya lagi jika dibandingkan dengan bucket bunga yang diterima Emily saat ini.
"Sampai jumpa, Emily," pamit Arthur. Baru kali ini, ia berpisah dari Emily tanpa senyum di wajahnya.
"Hey, Arthur! Ingatlah namaku. Aku Jacob Dew, dan hanya aku saja yang mampu membahagiakan Emily!" seru Jacob mengejek. Keduanya pun tertawa melihat kepergian Arthur.
✿❀✿
Arthur menatap kertas permohonan beasiswa di kamarnya. Kertas itu perlahan basah karena air matanya, hingga membuatnya sontak menjauhkan kertas itu agar tidak basah.
"Aku menghukummu untuk tidak menemuiku lagi. Jika kau melanggar hukuman ini, aku akan membuatmu menyesali perbuatanmu,"
"Arthur. Jangan menemuiku lagi. Aku sangat membencimu!"
"Mampukah kau memberi Emily bunga dengan cara seperti ini? Apakah kau pikir kau layak memberikan seorang Nona Muda sepertinya setangkai bunga layu saja?"
"Maksudku. Kau telah mengganggu ketenangan hidup Emily, Arthur."
Arthur mengepal erat tangannya. Ia menghapus air matanya yang baru saja keluar setelah 3 tahun ia hidup di kota ini.
"Aku tidak sadar bila selama ini Emily hanya menganggap kehadiranku sebagai pengganggunya," gumam Arthur.
Malam itu tidur dengan tidak tenang. Arthur merasa bahwa dirinya belum boleh menyerah. Bukan hanya untuk Emily semata ia sampai berdebat dengan orang tuanya agar diizinkan tinggal di kota ini, namun juga untuk menyelesaikan pendidikannya. Ia bersikeras untuk menjadi yang terbaik, agar Emily menaruh hati padanya.
Kau harus semangat, Arthur! Arthur menyemangati dirinya di dalam hati.
Seorang remaja laki-laki, memilih jalan untuk hidup seorang diri di kota asing demi pendidikan dan seseorang yang ia cintai. Dunia pun salut terhadap kekuatan yang Arthur miliki.
✿❀✿
"Kak Jacob sangat luar biasa! Kakak membuat Arthur menyembah sampai ke tanah bahkan menjatuhkan harga dirinya. Aku yakin, pasti setelah ini ia tidak akan menemuiku lagi," puji Emily.
Jacob tertawa dengan anggun. "Benar. Memberi pelajaran orang seperti itu memang sangat mudah. Lagi pula, ia tidak memiliki segalanya seperti aku," cibir Jacob.
Emily menghirup harumnya bucket bunga yang ia dapat dari Jacob. "Harum sekali, Kak! Aku sangat menyukai pemberianmu ini. Terima kasih."
"Tidak masalah," sahut Jacob.
Namun setelah itu Emily merasakan geli di hidungnya. Setelah gadis itu membuka matanya, ia berseru keras hingga membuat para pelayan datang ke ruang tamu.
"Kya! Lebah!"
Ternyata ada bunga daisy di antara banyaknya bunga dalam bucket tersebut. Pelayan sibuk mengusir lebah tersebut, sedangkan Jacob takut dan diam tanpa mengambil tindakan.