52

2.9K 190 17
                                    

Tekan bintangnya dulu gengs, jangan lupa tinggalkan jejak.

Komentarnya juga boleh hehe, seru baca komentar excited kaliannn

.
.
.
.

Happy reading!

----+------

"Untuk apa?"

"Saya mau ketemu Fajri Om, " ungkap laki-laki itu.

Dokter Raka, dia menghela nafas berat. "Saya sudah bilang, Fajri tidak bisa bertemu dengan kamu. "

"Itu sudah lama Om, saya sudah begitu lama menunggu. Apa Om tidak mengerti?"

Gilang, dialah orangnya. Dia menatap laki-laki paruh baya itu dengan tatapan tak habis pikir.

"Om tau, saya sudah berusaha untuk menunggu lebih lama. Namun apa Om yang lakukan? Atau putri Om itu? Semuanya hanya dusta. "

Dokter Raka terdiam, dia bisa melihat bagaimana laki-laki remaja di depannya menahan emosi. Sejauh ini, dia tidak pernah menunjukkan dimana lokasi kediamannya, begitupun dia isyaratkan pada putrinya. Mengikuti saat dia pulang tugas ataupun sebagainya, dia sudah merencanakannya agar tidak ada Gilang yang bisa mengikuti hampir ke kediamannya.

Dan dia baru mengetahui fakta, jika Gilang dengan nekat mengambil data-datanya dengan cara yang terbilang yang bisa saja dibawa ke jalur hukum. Dan sejujurnya, tidak pernah terlintas jika Gilang akan melakukan hal nekat tersebut.

"Saya sudah menyesali perbuatan saya Om, saya tidak peduli dengan apa yang saya lakukan, dan Om berhak melakukan apapun setelah ini. Tapi izinkan saya bertemu dengan Adik saya. "

"Saya mohon, " ujarnya mengakhiri.

Dokter Raka dibuat menghela nafas. "Jangan paksa dia, jika dia tidak ingin berbicara dengan mu. " Dokter Raka bangkit, dia segera melangkahkan kakinya menjauh, dan mulai menaiki anak tangga menuju sebuah kamar.

Beberapa menit berlalu, pikiran Gilang berkecamuk. Dia siap tak siap menghadapi bagaimana penolakan Fajri setelah sekian lama, namun ... setidaknya dia bisa bertemu bukan?

Tuk!

"Ji.... "

Fajri di sana mendadak terdiam, dia menatap setiap inci laki-laki itu. Tujuannya ke bawah, tadi hanya untuk menemui seseorang yang ingin bertemu dengannya, namun dia tidak menyangka jika laki-laki itu adalah Gilang.

Sementara Dokter Raka menepuk pundak Fajri. "Saya tinggal bentar ya?"

"T-takut. "

"Dia tidak akan menyakitimu Fajri, dia hanya ingi bertemu sebentar. Hanya sebentar, ya?"

Fajri sempat lagi-lagi menolak, namun Dokter Raka tetap meninggalkan laki-laki itu di sana. Sementara Gilang, laki-laki itu kini mulai berjalan mendekat.

"Ji, ini beneran kamu kan? Ini Abang .... " Mata Gilang mendadak memanas, kerinduan ini nyatanya bercampur menjadi satu. Dia benar-benar tidak bisa membohongi dirinya, jika dia benar-benar merindukan laki-laki itu.

"J-jangan mendekat. "

Gilang menggelengkan kepalanya. "Kenapa Ji? Kamu marah ya sama Abang? Abang tau kamu kecewa, tapi Abang udah sadar. Abang nyesel. Jangan tinggalin Abang lagi.

"P-pergi. " Fajri menelan saliva nya kasar, dia memundurkan kakinya selangkah. Hal itu, membuat Gilang semakin menggelengkan kepalanya.

"Aji, ini Abang, jangan gini ... Abang kangen.... " Gilang menahan nafas, saat laki-laki itu mulai menggelengkan kepalanya, untuk sebuah penolakan.

Kamu akan menyukai ini

          

Fajri mengusap kasar wajahnya yang terdapat tetesan air, dia kemudian menggelengkan kepalanya lagi. "J-jauhin gue. "

Deg!

Gilang menatap laki-laki itu tak percaya. Laki-laki itu tidak pernah mengucapkan kata gue dalam kata-katanya selama ini. Namun kali ini? Dia mendengarnya, dan tatapan kekecewaan yang belum pernah dia lihat juga sebelumnya.

"Kenapa Ji? Ini Abang, jangan takut. M-maaf buat semuanya .... "

"Gue nggak bisa. " Fajri kini berbalik, dengan tangannya yang mengepal. "Jauhin gue, dan lupain gue. Jangan pernah temuin gue lagi. "

"Nggak. " Gilang kini menarik tangan Fajri yang ingin menjauh. "Jangan tinggalin Abang Ji, Abang nyesel. "

"Lepasin gue, lepasin. " Fajri mulai memberontak, namun Gilang tetap mengencangkan pegangannya. Dokter Raka yang ternyata mengawasi mereka, kini mulai melangkahkan kakinya menuju keduanya.

"Sudah sudah. "

Dokter Raka melepaskan pegangan milik Gilang, dan menatap laki-laki itu tak habis pikir. "Jangan paksa dia, saya sudah peringatkan itu. Fajri, kamu ke kamar saja. "

Fajri mengangguk cepat, dia dengan langkah terburu-buru meninggalkan laki-laki itu di lantai bawah. Gilang menatap laki-laki itu dengan kekecewaan, kecewa dengan dirinya sendiri.

"Gue bodoh. " Dia membatin dengan tangannya yang memukul kepalanya pelan.

Dokter Raka menatap laki-laki itu sendu, laki-laki itu kini duduk dengan tatapan penyesalannya. Bohong jika dia tidak mempunyai rasa empati sedikitpun, apalagi untuk laki-laki remaja yang seumuran dengan putrinya bukan? Dia bisa merasakan jika dia benar-benar menyesalinya.

"Lo bodoh Lang, lo bodoh .... " Dia kembali memukul kepalanya, namun itu dengan cepat dihentikan oleh Dokter Raka.

"Saya tau kamu terluka, tapi jangan lakukan ini pada dirimu sendiri. "

•••••

Hari ini, Fajri menghabiskan sorenya untuk berlatih basket, setelah dia memikirkannya matang-matang. Dia bergabung di timnya lagi.

Dan dia juga meminta Fenly untuk kembali bergabung, sebagai syarat dia untuk kembali bergabung dengan timnya. Tentu, itu dengan bantuan Ricky juga, tidak mungkin Fajri akan berinteraksi dengan Fenly langsung, dan berbicara dengannya lagi.

"Sorry Fen, atas sikap gue kemarin. " Fiki menghela nafas berat, seraya menyodorkan tangan kanannya. "Gue ngaku kok salah, kalo Lo nggak gabung, lebih baik gue aja yang keluar. "

Fenly terkekeh seraya membalas jabatan tangan Fiki. "Santai Fik, gue juga salah waktu itu. Gue terlanjur emosi. "

"Gue kok yang salah, " balas Fiki lagi, dengan tatapannya ke arah Fenly. "Maafin gue ya, jangan benci gue. "

"Haha Fik, nggak lah. Udah, gue udah maafin. "

"Nah gitu dong, " ujar Zweitson yang berada di tengah-tengah mereka. "Gini kan enak, gue juga minta maaf ya Fen. Mungkin waktu itu gue nggak bisa buat apa-apa. "

"Kita juga, kita juga salah kemarin. " Yang lain ikut menyahut.

Fajri yang berada tak jauh dari mereka, hanya tersenyum tipis. Dia, sebenarnya merencanakan ini, makanya dia menyuruh Ricky untuk membujuk Fenly lagi untuk bergabung. Dan sesuai rencana, dia bisa menyatukan mereka lagi. Karena dia tau, Fiki--bisa menurunkan egonya jika dia tau dan sadar kesalahannya.

"Ayo ayo, baris rapi. "

Ucapan Ricky, membuat mereka seketika buyar. Dan langsung saja berbaris rapi, begitupun dengan Fajri.

Berteduh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang