26-RASA YANG ENGGAN UNTUK MENGALAH

10 4 2
                                    

Hai, selamat malam<3

How's your day?

Ketemu lagi di bab selanjutnya, dari cerita ini. Terima kasih, sudah bersedia untuk membaca.

Selamat membaca💗

Now Playing :
Here's Your Perfect-Jamie Miller

"

Ta, lo, oke?!" Tanya Deka menghampiri Dikta yang terjatuh di tengah lapangan karena tak sengaja di dorong oleh Daksa.

"Oke, gue aman," ujarnya sembari menerima uluran tangan dari Deka.

Agam yang juga ada di sana langsung membantu sahabatnya itu, lalu kemudian menepikan nya di pinggir lapangan. Tak menunggu waktu lama pertandingan basket antar kelas itu kembali dilanjutkan. Dikta digantikan oleh Fatir teman sekelasnya.

SMA Mandala tengah menggelar pertandingan basket antar kelas yang memang setiap tahun di adakan. Bertujuan hanya untuk menjalin silaturahmi baik antar kelas dan sekaligus pak Adi akan merekrut pemain yang menurutnya berkualitas. Jika tidak ada, maka ia tidak akan merekrut satu pun.

Pertandingan antar kelas XII IPA 1 dan XII IPA 5 tengah berlangsung sengit. Bukan apanya, kedua kelas tersebut di isi oleh para pemain inti sekolah. Sehingga terlalu sulit untuk meramalkan siapa yang akan berhasil memenangkan pertandingan final ini.

"Aishh, gak ada lo, kita bisa ketinggalan jauh nih, Ta," seru Jeje memegang kedua kepalanya.

"Gak, gue yakin, mereka semua bisa, kok. Ada Deka juga di sana," ucap Dikta mempercayai seluruh timnya untuk bisa memenangkan pertandingan ini.

Tidak ada lagi yang berkomentar. Ucapan Dikta tidak mempan untuk mereka yang berada di pinggir lapangan saat ini. Papan skor sudah menunjukkan kelas mereka tertinggal banyak poin. Ditambah stamina dan semangat mereka yang ikut menurun. Waktu pun semakin menipis, yang mengharuskan mereka untuk terus mengejar ketertinggalan.

Dikta juga paham akan hal itu. Tetapi kram di kakinya terasa begitu sakit sekali. Hingga peluit panjang tanda pertandingan telah selesai. Sorakan kemenangan dari seluruh murid XII IPA 1 terdengar nyaring memenuhi lapangan. Wali kelas dan para murid dari kelas tersebut langsung menerobos masuk ke tengah lapangan dan ber euforia.

Sedangkan para tim Dikta berjalan menepi ke sisi lapangan. Para laki-laki itu menunduk tak bersemangat. "Udah, gak pa-pa. Namanya juga pertandingan, kan? Pasti ada menang ataupun kalah," ucap Deka.

Mereka semua duduk melingkar bersama dengan Dikta. "Kalian sudah berjuang dengan baik hari ini. Mungkin memang belum rezeki, untuk kita bisa berdiri di paling atas. Kalian kalah, bukan berarti tidak pandai, atau bodoh dalam basket," lanjut Deka.

"Gue, minta maaf sama kalian. Belum bisa kasih yang terbaik untuk kelas kita. Harusnya gue bantu kalian, eh, malah gue yang nyusahin—"

"Lo, enggak nyusahin kita, Ta. Namanya musibah, mah, gak ada yang tau," sahut Abdi.

Fatir yang ngos-ngosan ikut setuju. "Udahlah, menang kalah, biasa itu, mah. Yang gak biasa itu, kalau Abdi jago shooting."

Abdi yang memang menduduki bangku cadangan melototkan matanya seakan siap memakan Fatir kapan saja. "Lo, kalau dribble masih dua tangan, jangan songong," ucapnya tidak mau kalah.

Di tengah keseruan mereka tertawa, tanpa ikut ber euforia bersama dengan temannya. Agam berlari menghampiri Dikta yang berada di sisi lapangan, duduk bersama dengan teman kelasnya.

"Nah, ini nih, penjajah ngapain kesini?" Seru Ardi menunjuk ke arah Agam.

Laki-laki itu hanya menyengir kuda. "Gue pengen gabung, aja."

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang