25. Tausiyah Dadakan

58 29 0
                                    

Dilarang keras untuk plagiat !! Kalau pengen plagiat. Sepertinya salah lapak. Penulis masih amatir.

Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung resikonya nanti di akhirat. Penulis tidak ridho !

***

"Gak rugi ikut ke sini. Anak-anakku pasti seneng banget" Batin Dafi. Air liurnya rasanya mau netes. Anak-anak di sini adalah sebutan khusus untuk cacing-cacing perutnya yang sudah berdemo ria.

"Syam aku di luar aja yah. Gaenak di sini. Lagian kamu yang diundang ke sini bukan aku." Alibinya. Padahal mah Dafi adem ayem di sini.

"Udah gapapa di sini aja Daf. Nanti aja keluarnya pas saya tausiyah. Itu pun kalau kamu mau dengerin." Sudah diduga. Jawaban Gua Hisyam akan seperti ini.

"Oh ya jelas mau. Tapi gatau kalo di pertengahan ngantuk. Yang penting ada niatan hehe." Meski umur keduanya sama. Tetapi Hisyam lah yang lebih dewasa ketimbang Dafi. Wibawanya mirip sekali dengan abinya, Kyai Hasan.

Kurang lima menit lagi Gus Hisyam akan dipanggil. Tetapi dering telfonnya lebih dulu menarik perhatiannya.

"Maaf saya izin angkat telfon dulu." Izin Gus Hisyam pada jejeran lelaki di sana.

"Iya Gus silahkan."

"Halo Assalamu'alaikum"

"..."

"Astaghfirullahalazim. Iya mi. Hisyam pulang sekarang."

"Pak, maaf sebelumnya. Bukan maksud saya lari dari tanggungjawab. Tapi barusan umi saya telfon kalau kondisi abi sekarang lagi drop. Maka dari itu, jika diperbolehkan saya ingin pulang dan untuk penggantinya nanti teman saya ini yang mengisi tausiyah." Tunjuk Hisyam pada Dafi yang enak-enakan menyeruput es teh. Hampir saja, air yang masuk di kerongkongan menyembur keluar karena terkejut.

"Iya Gus gapapa. Titip salam buat keluarganya. Semoga abah Yai cepet sembuh." Jawab pria berpeci yang mengantar tadi.

"Aamiin Pak."

"Jj-jangan saya Pak. Saya cuma anak pecicilan. Bukan Kyai, ustadz, Gus atau apapun itu. Saya cuma baru di pesantren." Tolak Dafi. Niatnya kemari ingin refreshing kenapa jadi dirinya yang ketiban batu.

"Gapapa Daf. Kondisinya lagi darurat. Lagian tinggal 2 menit lagi tausyiahnya dan gak mungkin dibubarin gitu aja. Saya yakin kamu bisa. Kamu tahu hadistnya kan? sampaikan ilmu walau hanya satu ayat." Ucap Hisyam sambil menepuk bahu Dafi. Sedangkan Dafi hanya melongo, seperti orang keselek biji duren.

"Baik, mari Pak. Sekali lagi saya minta maaf." Pamit Hisyam menyalami satu per satu orang yang ada di ruangan.

***

Gerogi, mungkin itu situasi yang bisa menggambarkan perasaan Dafi sekarang. Mimpi apa semalam sampai-sampai disuruh ceramah dadakan seperti ini. Bahkan ini kali pertamanya ia harus ceramah dan berhadapan langsung dengan ratusan audiens.

"Ya Allah lindungilah hambamu ini dari penyakit sawan." Batin Dafi. Mungkin saking gugupnya ia sampai gemetaran.

Dengan sekali tarikan dan hembusan nafas, Dafi memulainya.
"Assalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh. "

"Wa'alaikumussalam warohmatulohi wabarakatuh." Jawab masyarakat serentak. Semua orang tampak terkejut. Bahkan ada yang merasa keliru kajian.

Setelah sholawat dan salam penghormatan. Dafi langsung merujuk ke alasan mengapa ia bisa sampai di sini.

"Jadi, saya mewakili Gus Hisyam sekeluarga mohon maaf yang sebesar-besarnya karena beliau ada urusan mendadak yaitu abah beliau, Kyai Hasan, sedang sakit dan sekarang kondisinya sedang drop. Jadi saya yang harus menggantikan. Semoga Kyai Hasan segera sembuh aamiin."

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang