"Sakit?"
"Hm"
Sekarang Lengkara merasa bersalah pada Alvares. Jika saja Alvares tidak berurusan dengan hidupnya pasti pria itu tidak akan mengalami hal - hal sulit seperti sekarang ini. Seandainya ia lebih duluh mengetahui perselingkuhan ibunya dan ayah Alvares maka ia akan menghentikan sendiri. Sayangnya Tuhan ingin alur cerita yang berbeda dari harapan Lengkara.
"nanti gue obatin," ujar Lengkara.
Alvares tidak menjawab. Tapi seulas senyum kembali tercetak dibibirnya.
.
.Tok tok tok
"Van,ini mama." Dhevan membuka matanya perlahan dan keluar dari alam bawah sadarnya. Sudah jam 6 sore.
Hari ini ia merasa begitu kelelahan sehingga tertidur pulas saat pulang sekolah dengan pakaian seragam yang masih melekat ditubuhnya."Kamu masih tidur?" suara sang ibu kembali terdengar dari balik pintu. Pria dengan rambut acak-acakan layaknya orang baru bangun tidur itupun berjalan kearah pintu dan membukanya.
"Ada apa, ma?" tanya Dhevan penasaran.
"Anterin ini buat Sheila." pandangan Dhevan beralih pada paper bag yang dipegang ibunya. Ibunya selalu begini, menyayangi Sheila layaknya anak kandung sendiri. Setiap ada barang atau makanan apa yang ibunya suka pasti langsung diberikan juga pada gadis itu.
Dhevan menggaruk tengkuknya sambil memasang wajah malas,"harus yah?"
"Kamu nggak mau?"
"Lagian ibu kok sesayang itu sama Sheila"
"Masa ibu harus jahatin menantu, sih?"
"tapi-"
"Jangan bilang kamu nggak perna baikin Sheila"
"cih, anak sendiri dituduh gitu"
Dhevan langsung mengambil alih barang yang dipegang ibunya. Tidak mungkin ia menolak permintaan wanita yang telah melahirkannya itu meski akan dilakukan dengan berat hati.
"Aku mandi duluh," ujar Dhevan akhirnya.
"Kamu harus baik-baikin Sheila. Jangan sampai dia sedih, apalagi kalau sampai sedihnya dia karena kamu." Sang ibu langsung pergi meninggalkan Dhevan yang masih diam dan mencerna setiap ucapan yang keluar dari mulut wanita paruhbaya itu. Dhevan sendiri bingung, kenapa ibunya begitu mencintai Sheilla padahal hubungan keduanya pun tidak begitu dekat. Mereka hanya bertemu saat acara keluarga atau makan bersama.
Tidak ingin berfikir terlalu lama akhirnya Dhevan memutuskan untuk segera mandi dan bersiap-siap menuju rumah Sheila.
.
.
"nona Sheila belum pulang," tutur sang Asisten rumah tangga yang Dhevan ketahaui sebagai sosok yang mengabdi pada keluarga tersebut cukup lama."Kemana bi?" tanya Dhevan sedikit penasaran.
"tadi baru aja pulang tapi karena ada sedikit masalah jadi non Sheila pergi lagi. Belum makan dan belum tukar pakaian juga, bibi khawatir" jelas sang bibi panjang lebar.
"masalah?" bukannya Dhevan kepo dengan kehidupan Sheila, hanya saja gadis itu selalu terlihat jauh dari masalah kehidupan. Sedikit aneh saat mengetahui ada masalah yang membuat dia pergi.
Sang bibi celingak- celinguk kesana kemari guna memastikan tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka. Dengan suara pelan ia menceritakan kejadian tadi,"tuan bawa perempuan muda kerumah terus sempat adu mulut sama non Sheila." terlihat jelas raut kesedihan diwajah bibi seolah wanita paruhbaya itu ikut merasakan apa yang Sheila rasa.
"seperti biasa, non Sheilla dibilang anak haram lah, anak nggak tau diri lah sampai non Sheila ditampar sama tuan juga makanya dia langsung pergi," lanjut sang bibi yang berhasil membuat Dhevan terkejut.
"ditampar? " Dhevan masih tidak percaya. Apa yang diceritakan si bibi sangat jauh berbeda dari yang biasanya Dhevan lihat. Sheila seperti putri kesayangan bagi ayahnya.
"Makanya saya khawatir soalnya kalau non Sheila udah pergi pasti pulang larut malam dan mabuk-mabukan,"ucap bibi cemas.
" Yaudah, saya titip ini bi. Sheila biar saya yang cari." Dhevan menyerahkan paper bag berisi makanan buatan ibunya kepada sang bibi. Ia segera berpamitan untuk mencari sosok gadis keras kepala yang ia kenal beberapa tahun belakangan.
Sepanjang perjalanan, Dhevan berulang kali mencoba untuk menghubungi Sheila namun tidak ada jawaban dari gadis itu. Tidak ingin menyerah ia mencoba memutar otak dan menerka keberadaan Sheilla. Jika tadi sang bibi mengatakan bahwa gadis itu selalu mabuk maka Dhevan memutuskan untuk mendatangi beberapa club malam yang ia ketahui.
"Shit, dia kemana sih." Dhevan mulai lelah.Hampir semua club malam yang ia tau sudah didatangi tapi hasilnya nihil. Bahkan Dhevan sudah menghubungi teman Sheila namun tidak ada satupun yang tau. Ingin menghubungi Lengkara tapi rasanya mustahil jika gadis itu tau.
Perlahan Dhevan kembali melajukan mobil. Niatnya sih dia ingin kembali ke rumah Sheila untuk memastikan lagi apakah gadis itu masih belum pulang. Siapa tau sebenarnya sheila sudah pulang ke rumahnya.
Namun begitu menyusuri jalanan yang cukup sepi, mobi Dhevan tiba-tiba berhenti saat melihat mobil milik Sheila yang biasa dipakai gadis itu kesekolah terparkir di pinggir jalan. Buruh-buruh ia mendekati mobil tersebut."gila nih cewek, ngapain dijalanan sepi gini" ucap Dhevan sebelum keluar dari mobilnya. Ia segera mendatangi mobil tersebut namun tidak terlihat keberadaan gadis yang ia cari disana. Mobilnya kosong.
.
.
Sheila menatap dua manusia dihadapannya dalam diam. Lebih tepatnya kepada pria paruhbaya yang telah merawatnya sejak kecil. Tatapan penuh tanya dan menanti penjelasan dari pria itu."Calon ibu kamu," akhirnya sang ayah bersuara. Tangannya sejak tadi tidak lepas dari pinggang wanita muda di sampingnya.
"Ibu aku cuma satu," Sanggah Sheila tidak terima dengan ucapan ayahnya.
"Mas, kamu terlalu baik untuk merawat anak haram seperti dia," sambung wanita mudah tersebut berhasil memancing emosi Sheila.
"Ehh Jalang, jaga mulut lo! "
Plak
"Kamu yang jaga ucapan." Sheila menatap tak percaya ayahnya. Ini sangat menyakitkan.
"Bukannya kamu memang anak haram? Masih nggak tau diri dan ngatur-ngatur saya," sambung sang ayah.
Sheila memegang pipinya yang terasa perih bahkan sudah memerah karena kulit putihnya. Tidak ingin terlihat lemah namun tetap saja air mata sialan itu keluar tanpa diminta. "terus bunda, gimana?"
"Dia saja bisa mencintai laki-laki lain lalu kenapa saya tidak? " hardik sang ayah penuh amarah.
Sheila kecewa. Ia memutuskan untuk berbalik dan menjauh dari kedua manusia yang telah menyakiti dirinya. Ini seperti mimpi buruk baginya, dia tidak rela ada wanita lain dalam hidup ayahnya. Meski bertahun-tahun ayahnya mengatakan bahwa almarhum ibunya yang berselingkuh namun Sheila tidak percaya. Bahkan mereka tidak saling bertemu tapi Sheila selalu yakin hati ibunya selembut malaikat. Tidak mungkin menduakan ayahnya.
"Arghh, hidup gue sial banget anj*ng," teriak Sheila kesal. Semua orang melihat hidupnya sebagai keberuntungan, tapi dirinya merasa hidup dalam kesialan.
"Sesial apa lo?" Sheila tersentak. Matanya melebar saat Dhevan muncul dihadapannya tiba-tiba.
"Sesial gue kenal cowok nggak berperasaan kayak lo," jawab Sheila asal. Ia mencoba menghapus bekas air mata dipipinya meski Dhevan sudah melihat.