***
"Ngapa-ngapain capek,
nggak ngapa-ngapain ya capek juga"***
Bastian tengah terduduk tenang di dalam kamar, menggunakan bantal sebagai sandaran punggungnya. Mata bermanik coklat tersebut tertuju pada ponsel di tangan kiri, sedangkan tangan kanan berbolak balik mengambil keripik singkong untuk di makannya."Tok, tok," ucap ibu Bastian yang menirukan suara ketukan pintu.
"Nak, password WiFi nya apa ya?"
"Lah Emak main sosmed juga?" tanya Bastian yang menaruh kembali keripik yang diambilnya dan menjilat ujung jarinya.
"Biar bisa vcs sama bapak," jawab ibu Bastian, Hana.
Bastian melotot ke arah ibunya, ternganga dengan sudut bibir yang dipenuhi bumbu keripik.
"Astaga Emak." Bastian menyapu lembut dadanya.
"Vcs, video call sebentar," jelas Hana sambil tertawa padahal pikiran Bastian sudah ke mana-mana. Ke mana-mana hatinya senang.
"Password-nya, nggak tahu."
"Bastian, mau Emak kutuk jadi batu?" ancam Hana, sambil mengangkat sebelah tangannya.
"Ya emang nama password-nya 'nggak tahu'," jelas Bastian.
"Bastian," ucap Hana dengan senyum horornya.
Bastian menelan salivanya, tiba-tiba saja adiknya sudah berada di samping ibunya.
"Wifi punya tetangga aja dipelitin, Emak cambuk aja dia," celetuk Indri, membuat Bastian heran kenapa adiknya itu malah tak berpihak padanya.
"Passwordnya itu N G G A K T A H U," eja Bastian dengan geram.
"Bilang dong!" seru Hana yang beberapa detik terdiam dan akhirnya paham juga.
"Eh, password Facebook mama apa?" tanya Hana yang baru saja ingin berlalu namun terhenti sejenak.
"Apa lagi ini?" Bastian membatin menatap wanita dengan rambut gelombang tersebut.
"Bastian mana tahu Emak," jawab Bastian yang menaruh ponselnya di atas kasur.
"Kan yang buatin waktu itu Bastian." Hana masuk dan duduk di samping anak pertamanya itu.
Bastian heran dengan ibunya padahal waktu itu Bastian sudah bilang untuk menulis sandi akunnya tersebut di sebuah kertas. Kalau begini, Bastian lagi yang akan kena batunya. Akhirnya dengan menarik napas panjang Bastian meraih ponsel dengan case foto bapak dan ibunya dengan bingkai berbentuk love pada sisinya. Namun belum juga login pada akun 'Hana punya Herman' milik sang Ibu tiba-tiba sinyal hilang begitu saja.
"Yahh, kok ngelag," keluh Bastian.
Lalu ponsel Bastian berdering, masuk sebuah SMS, padahal sudah jarang sekali orang-orang menggunakan SMS kecuali dari operator. Bastian meraih ponselnya.
'Wifinya gue matiin, ternyata selama ini kalian yang make'
Pesan singkat itu membuat Bastian melirik pada jendela kamarnya yang terbuka. Di seberang sana laki-laki dengan umur tiga tahun di atasnya tersenyum, dia adalah Aldi pemilik WiFi yang hampir dua bulan mereka pake.
"Padahal nyari password WiFinya susah," batin Bastian.
"Indri sih berisik," tegur Hana pada anak bungsunya itu.
"Sudah saatnya mereka tahu, Emak," ucap Indri yang yang datang menyapu lembut bahu sang Ibu, nada bicaranya seperti orang dewasa saja. Terkadang hal-hal seperti ini membuat Bastian takut kalau adiknya ini kerasukan orang dewasa, begitulah pikiran aneh Bastian.
***
Sudah dua hari sejak kejadian WiFi tak lagi dia dapatkan. Bastian berangkat dengan lesu ke sekolah. Hari yang cerah tapi seolah mendung dalam jiwa remaja tersebut. Tibanya di sekolah dia melihat kedua sahabatnya itu merangkul satu sama lain sambil melambaikan tangan. Ada yang aneh, mereka datang cepat hari ini? Pikir Bastian yang baru saja memakirkan motornya. Kalau dilihat-lihat Boni tampak sangat kucel berdampingan dengan motor-motor lainnya. Boni adalah nama yang diberikan Bastian pada motornya, Boni yang berarti "Bonceng Nikmat", entah dari mana nama aneh itu bisa terlintas pada otak kecil milik Bastian.
"Bastian, udah buat contekan belum?" teriak Nola menghampiri Bastian sedangkan Ibra ikut mengekor di belakangnya.
"Buat apa?" tanya Bastian yang membuat kedua sahabatnya itu ternganga tak percaya kalimat itu keluar dari mulut Bastian.
"Jangan bilang lo lupa kalau hari ini bakal ada ulangan harian dari pak Zegaf," jelas Ibra.
Bastian menepuk kepalanya, walau tak berbunyi seperti tong kosong rasanya kepala itu memang tak ada isinya sekarang tentang pelajaran. Karena galau akan WiFi dia sampai lupa.
"Tapi tetap calm done baby, aku udah fotocopy catatan anak kelas sebelah untuk kita bertiga," ucap Ibra mengeluarkan lembaran kertas dari tas berwarna hitam bergaris putih miliknya. Dia sekarang terlihat seperti pahlawan di depan Bastian dan Nola. Akhirnya mereka bertiga berpelukan.
"Idih, sekte cowok alay," celetuk Delima yang baru saja lewat di samping mereka.
"Gue tampol aja kali ya," ucap Bastian berbisik. Mereka menunduk seperti menggumamkan rencana busuk.
"Gue denger!" teriak Delima yang berjalan menjauh dari mereka. Mereka lupa kalau pendengaran Delima itu tajam.
Ibra yang terlanjur kesal melepas pelukan dan melempar ke arah Delima. Namun naas lemparan tak sampai dan mengenai pak Zegaf yang baru saja lewat.
"Ibra tolol," ucap Nola yang meremas tangan Bastian. Pasalnya pak Zegaf cukup mengerikan ketika marah.
"Lo barusan lempar muka pak Zegaf yang mau mencalonkan kepala desa di desanya nanti," jelas Bastian yang mengutarakan desas-desus dari gosip perempuan di kelasnya.
Bagai nuansa drama India, Zegaf berbali menatap ketiga remaja tersebut.
"Siapa yang berani lempar saya, ke sini sekarang!" teriak guru tersebut.
Bastian dan Nola langsung menunjuk Ibra.
"Maaf Ibra kali ini gue tak berpihak," ucap Nola dibuat-buat."Kalian bertiga keruangan saya, sekarang!"
Belum sempat menjawab Ibra terkekah karena kedua sahabatnya itu terkena getahnya.
"Yang ikhlas," seru Ibra yang melihat Bastian dan Nola menekuk wajahnya.
"Generasi anak-anak minus attitude juga minus pelajaran," ucap seorang laki-laki merupakan siswa yang mendapati peringkat satu sejak masuk SMA di kelas unggulan, dia adalah Anggara. Siswa sempurna dimata gadis-gadis pemuja ketampanan.
Bastian menoleh, tadinya ingin membantah namun rasanya masalahnya akan bertambah, jadi dia terdiam. Hinaan barusan membuatnya tak suka.
"Pasrah aja gue capek," keluh Nola.
"Ngapa-ngapain capek, nggak ngapa-ngapain ya capek juga." Ibra berjalan sambil menunduk. Namun naasnya lagi kepalanya menyeruduk punggung Zegaf. Sepertinya Dewi fortuna sudah sangat jauh dari mereka. Bastian hanya bisa menepuk jidatnya yang kini ditumbuhi jerawat mungil namun membuatnya meringis tertahan saat selesai menepuknya.
"Dahlah."
***
Jangan lupa vote dan komen ya bestieee
KAMU SEDANG MEMBACA
Remaja Jompo [Telah Terbit]
Teen FictionTeenfiction Humor [Part lengkap versi Wattpad] [Telah terbit versi cetak yang lebih lengkap] Mewakili isi hati pemirsa, yang wajahnya remaja tapi pinggangnya lansia. Menceritakan remaja ditahun-tahun terakhir masa SMA. Dibungkus kisah manis juga sed...