Pagi itu, gempar kabar penculikan dan penyerangan yang di lakukan oleh Zyline pada Mia, Daffa dan teman-temannya. Hampir di setiap sudut sekolah membicarakan hal itu, tak terkecuali Rasalas dan Flora. Saat itu memang mereka masih kelas 11, gedungnya yang berbeda dari kelas 12 membuat mereka bebas membicarakan hal tersebut meski pihak sekolah sudah mewanti-wantinya untuk tidak membahas hal tersebut dalam hal apapun.
Kebetulan, keduanya kini tengah duduk berdua di tribun lapangan basket. Sejak saat itu, Rasalas semakin dekat dengan Flora, atau bahkan beberapa menduganya jika mereka memiliki hubungan yang lebih dari teman.
"Gak nyangka ya kan? Kak Zyline padahal baik loh." Ujar Flora.
"Itu alasannya kenapa jangan nilai orang dari luarnya aja." Sahut Rasalas.
"Gak gitu Ras, tapi siapa sih yang enggak kenal Kak Zyline? Gitu-gitu gue pernah dibantuin sama dia."
Rasalas tertawa renyah, "Ya itu manusia, susah di tebak. Lo gak akan tau berapa topeng yang mereka punya. Itu sebabnya juga lo harus inget buat enggak terlalu percaya sama orang. Kecuali gue, kalo gue insyaallah 100 persen bisa lo percaya."
"Halah, malah nih ya. Lo itu manusia aneh yang pernah gue temui. Tiba-tiba sok kenal, ngajak hujan-hujanan, ini-itu.."
"Tapi suka kan? Iya lah, Rasalas gitu. Gue punya daya pikat paling mempesona."
Flora tertawa, kemudian ia pukul pelan lengan lelaki itu sambil berucap, "Sok, mempesona apanya." Cibir gadis itu.
"Hahaha! Tau gak Flo? Dari banyaknya cewek yang gue kenal, cuma lo yang buat gue stay."
"Ucap buaya darat kelas kakap part 1." Sahut Flora yang langsung di gelaki tawa lagi oleh Rasalas.
"Tau aja, gak munafik gue suka cewek cantik. Tapi gue gak perlu cewek cantik buat jadi bini gue nanti."
Flora terkekeh, spontan ia menyeletuk, "Jadi gue gak cantik?"
"Emang lo calon bini gue?"
Muka Flora memerah karena malu, jujur ucapannya spontan. Gadis itu langsung memalingkan mukanya ia tutup mukanya menahan malu, namun Rasalas yang melihat itu malah tertawa puas.
Kemudian lelaki itu menarik tangan Flora dari mukanya, gadis itu terlihat menahan tawanya. "Gak Flo, bercanda. Kalo lo mau, lulus kita nikah. Maharnya buku tulis sama pensil mau?""Pala lo kotak!" Serka Flora sambil menonyor kepala Rasalas disusul gelak tawa keduanya.
Namun tiba-tiba Flora menghentikan tawanya dan langsung memukul lagi lengan Rasalas sampai lelaki itu menghentikan tawanya. "Aduh! Apa sih?"
"Jangan ketawa-ketawa, sekolah lagi berkabung malah bahagia, gak ada peri keprihatinannya lo."
"Lah ngaca neng." Flora terkekeh mendengar jawaban dari Rasalas.
"Duh, temen gue lama banget beraknya ya. Apa gue di tinggal ke kelas duluan?" Ujar Flora sambil celingukan mencari-cari temannya yang tadi ia temani ke kamar mandi sebelum Rasalas menariknya untuk duduk disana.
"Biarin ditinggalin, ntar gue balikin lo ke kelas. Kalo perlu gue anterin sampe rumah, minta restu, nikah."
"Otak lo isinya nikah mulu perasaan." Cibir Flora.
"Abisnya kalo sama lo bawaannya gue sang-"
"Najis bat otak lo, dah mau balik gue!" Serka Flora sambil mendorong Rasalas kesamping sampai lelaki itu hampir terjungkal. Namun anehnya Rasalas malah tertawa.
"Najis tuh otak lo, orang gue mau bilang seneng kok."
"Halah, lo tadi ngomongnya sang!" Serka Flora
"Ya mulut gue typo."
Flora memutar bola matanya malas, sedetik kemudian ia teringat. "Balik ke topik awal Ras, kok bisa Mas Daffa tau lokasi penculikannya Kak Mia ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
12. Bumantara dengan Lukanya
General FictionBukan cerita tentang seseorang bernama Bumantara, tetapi Ini hanya bagaimana kalian mengenal Rasalas Digant Akarsana dalam sebuah ingatan. "Kalau kamu pergi. Bukan jumantara yang sedih Ras, tapi aku. Bentala senang kau kembali kepangkuannya, tapi ap...