This is who I am

93 10 2
                                    


Selama masih menikmati pagi yang indah. Nikmatilah. Karena langit tak selalu biru, laut tak selalu tenang dan jalan tak selalu mulus. Masalah yang datang terkadang tidak bisa diduga dan kadang datang bertubi-tubi.

Akulah yang memilih untuk menjauh dari cinta dan menyembunyikan hatiku dari para pria. For me, love is bullshit, and world will be better without men. Aku memang mempunyai masa lalu yang buruk semenjak aku kecil. Terlebih masa lalu yang membuatku benci pada seseorang yang aku benar-benar kagumi. Ayah.

Diatas kasur king koil dan bedcover yang amat sangat lembut, bantal empuk ruangan dingin dan indah aku mengeliat. Tidur dengan piyama sutra yang indah. Inilah seharusnya aku hidup. Bisa tidur ala-ala Patrick Star, di atas kasur premium dan bedcover sutra serta bantal bulu angsa. Terlentang bebas. Bebas sebebas angin yang menari meniup alang-alang.

Matahari menepis gorden tebal yang berwarna krem, kuambil iPhone 11-ku yang masih standby, karena Galaxy fold kesayanganku sedang di Charge. Pukul 07.00, cukup pagi dan aku harus bergegas. Hari normal, hari yang panas di Jakarta.

Kuhidupkan shower dengan air sulingan khusus di rumah yang dirancang bisa diminum langsung dari keran. Ditambah lagi lembutnya aroma sabun L'Occitane yang dibelikan oleh Anastasia dari Paris. Aroma verbena lemon yang unik dan sangat cocok untuk cuaca panas. Harusnya dari dulu aku mendapatkan perlakuan ini, saat panas-panasan di lokasi syuting, agar keringatku tetap wangi. Untunglah sekarang perawatan diri begitu mudah kudapatkan.

Aku turun ke bawah, melihat Umar dan Ibu sedang sarapan. Lalu aku duduk di meja jati putih itu. "Eh, Mar, Sarapan Wagyu?"

"Sekali-sekali lah Kak." Kata Umar sambil menyantap daging sapi yang hanya dibumbui bawang putih dan rosemary. Dilumuri butter cukup tebal.

"Kamu ga sekolah?"

"Ini hari minggu Mbak. Kemane aje?"

"OMG. Ampe lupa ini hari apa." Kataku santai. Memang setiap hari aku hanya mengikuti jadwal yang ditentukan oleh sekretarisku. Jadinya aku tidak pernah sadar hari apa ini, yang aku tahu hanya jadwal.

"Makanya nak, kamu jangan sibuk terus. Kamu beliin rumah besar gini biar hidup nyaman. Eh malah kamunya yang nggak pernah ada di rumah." Kata Ibu sambil makan nasi goreng.

"Yah Gimana lagi Bu, Aku kan kerja untuk kalian juga. Biar kalian hidup nyaman, enak, ga kayak dulu."

"Tapi jujur Nabila, Ibu kok punya perasaan takut ya?" Kata Ibu.

Aku sampai malas mendengar ia berkeluh seperti itu. Bukankah, hidupnya sudah begitu nyaman dengan harta yang melimpah ini? Akupun punya perasaan itu awalnya namun, aku menepis itu.

"Ah, Ibu jangan cemas gitu. Nggak apa-apa kok bu." Kataku sambil menuangkan jus jeruk.

"Maaf Mbak Nabila, mau sarapan apa?" Tanya Mbak Ninik.

"Minta toast, sama caviar kaleng yang aku beli kemarin, jangan lupa jamur trufflenya." Kataku Santai. Aku percayakan chef pribadiku mengolah semuanya dengan baik dan sangat nikmat. Aku menemani Umar dan Ibu untuk ngobrol pagi itu. Hanya mereka yang kumiliki di dunia ini.

Cerita Ibu cukup pilu ia dibuang dari adat, karena ia kawin lari dengan Ayahku dan waktu itu aku masih di dalam kandungan. Kami lari ke kota metropolitan ini. Waktu Aku SD dan adikku masih kecil Ayahku bekerja sebagai kurir di gudang besar, ia jarang pulang dan terdengarlah berita ia selingkuh, berjudi dan penyakit masyarakat miskin lainnya. Aku menaruh dendam padanya. Lalu saat itu Ibuku berjuang sendirian sebagai sales teflon, aku merawat adikku yang masih kecil. Kami hidup, kami bertahan sampai akhirnya aku mengikuti dunia permodelan saat SMP.

Casanova's Secrets 18+Where stories live. Discover now