"Terima kasih, Kethra." Henrietta mengaduh karena bahunya berdenyut menyakitkan. Kethra mengangguk, membantunya berdiri. Mereka memandang si naga hitam, yang memiliki badan berkali-kali lebih besar ketimbang naga lain. Max membelai leher naga itu, menyeringai pada mereka.
"Lawan naga ini."
"Huh." Hanya itu respon Kethra sembari mengangkat pedang. Debu emas mengitari Henrietta. Gadis itu siap membantu Kethra. Naga hitam tersebut jelas pemimpin dari belasan naga lain. Ialah yang paling kuat. Cukup dengan pemahaman itu membuat Kethra mengeraskan rahang.
Apakah dia bisa melawannya, naga yang sekarang meraung dan memelototi mereka?
Max menangkap pandang dengan Henrietta. Tatapan mereka saling terkunci satu sama lain. Manik hijau pirus Max tampak lebih gelap, berkebalikan dengan merah ruby Henrietta yang lebih terang. Mungkin itu karena efek kekuatan suci.
"Dewa ... aku tak menyangka dia akan ikut campur," bisik Max. Kekuatan suci Henrietta berkali-kali lebih kuat ketimbang sebelumnya. Apollo menganugerahkan lebih banyak kekuatan karena tahu menyelesaikan masalah ini tak semudah itu. Jika tubuh Max dimasuki kekuatan suci, dia tak yakin bakal sehat. Kekuatan suci sekuat itu mampu memporak-porandakan tubuh pengguna sihir hitam, tidak seperti kekuatan suci yang lebih rendah. Bahkan Michael tak memiliki kekuatan suci seperti ini.
Henrietta melepas debu emas. Apollo telah memberitahu kekuatan sucinya diperkuat, kapasitasnya kini melimpah ruah. Debu emas membuat udara gemetar, Max memasang tameng. Debu itu mendobrak-dobrak tameng dari berbagai sisi, perlahan luruh karena tak mampu menahan kekuatan tersebut.
Dia mundur, berhenti di tengah lingkaran sihir teleportasi. Mendadak darisana muncul sepuluh iblis lain, juga salah satu bawahan terpercaya Max.
"Belasan iblis itu belum selesai?!" Henrietta tercengang, debu emasnya berkumpul dan merobek-robek angin. Rumput sekalipun tunduk di bawah tekanannya.
"Kaupikir dengan ratusan kehidupan aku hanya bisa memanggil belasan iblis?" Max menyeringai. Salah satu iblis menghampiri, menoel bahunya, dan tersenyum menggoda. Max mengacak-acak rambut iblis itu, mengundang tawa yang terdengar seperti burung. Iblis itu jelas menghabiskan sebagian besar waktunya menjadi wanita, alhasil kelakuannya pun juga seperti wanita pada umumnya.
"Senang bertemu denganmu, Tuan." Iblis itu mengakui Max sebagai tuannya, meski mereka baru pertama kali bertemu. Bawahan terpercaya Max, Kellen, sang Pemburu Naga, membungkuk sebentar pada tuannya.
"Maaf agak telat, Yang Mulia. Saya kehilangan satu kotak."
Max tak langsung melepas semua iblis yang dimilikinya dan membawa mereka ke sini. Ada beberapa iblis khusus yang susah dibebaskan karena perbedaan maupun penolakan segel. Itu adalah iblis-iblis kuat sehingga segel mereka susah dipecahkan. Avineus adalah salah satunya, tapi Max memilih membawanya paling awal.
Kellen bertugas membuka segel iblis-iblis khusus itu. Dia berkutat selama berhari-hari, mengurung diri di ruangannya dan memastikan energi iblis tak keluar darisana. Energi itu dapat terasa kilometer-kilometer jauhnya.
"Bisa-bisanya kau lupa meletakkanku di mana," cibir iblis berambut hijau yang memiliki wajah khas anak-anak. Kellen mengacungkan jari tengah. "Berterimakasihlah padaku, lagipula bukan salahku juga lupa meletakkanmu di mana."
Oh, pria itu benar-benar tak memiliki takut pada iblis. Si iblis tak menjawab. Mereka harus menurut pada Kellen dan Max, karena dua orang inilah yang menyelematkan mereka. Mereka tahu balas budi, dan bukan makhluk pengkhianat maupun suka ingkar janji.
Henrietta yang menyaksikan itu merasakan bulu kuduknya meremang. Dia tahu betul aura yang dikeluarkan iblis-iblis itu sangat kuat. Mereka ialah iblis pangkat tinggi, tapi tak lebih tinggi dibanding Avineus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who the Real Villain? [2]
Fantasy-Sang Penyihir atau sang Putra Mahkota- Kethra telah mengumpulkan sekutu yang cukup untuk masa depannya yang tenang saat monster menghancurkan Kekaisaran. Dia berniat jauh-jauh dari kekacauan, tidak mencemplungkan diri dalam bahaya. Namun, tampaknya...