Dalam pekatnya malam, dalam sebuah gubug tersembur cahaya dari damar yang menyala, dibalik cahaya itu terdapat tiga sosok bayangan manusia. Dua orang duduk bersebelahan, dan satu sosok tepat berada berhadapan dengan dua sosok ini dengan damar yang menyala di tengah keberadaan mereka, dilihat dari bayangannya terlihat dua sosok ini adalah sosok yang berjenis kelamin berbeda, sedangkan sosok yang ada diseberang damar itu ialah sosok lelaki.
Damar-damar itu sesekali mengayun terkena terpaan angin yang masuk ke dalam celah-celah gubug. Diluar sana hujan baru saja mereda sejak tadi sore, dan kini kabut-kabut malam sedang menyelimuti pekat nya malam. Gubug ini cukup besar dengan ukiran kayu jati sebagai penopang gubug ini.
"Jadi, Rakéyan Jayadharma itu memiliki putri dari selir yang tidak tahu asal usulnya?"tanya seorang lelaki separuh baya yang berada di hadapan mereka.
"Benar, paman!"
Lelaki berusia separuh baya itu mengangguk-angguk sembari mengelus jenggot putihnya yang sudah mulai memanjang hingga ke kerongkongannya.
"Aku dengar Paduka Dharmasiksa sudah memberikan wasiat kepada Jayadharma dan kedua putra putrinya itu?" tanya nya lagi.
"Sumuhun, paman, darimana paman mengetahuinya?" jawab lelaki yang ada dihadapan lelaki separuh baya itu.
"Aku tahu apa yang terjadi di Pakwan."
"Jayadharma itu anak bau kencur yang sok tahu tentang negara. Kalau saja dia bukan putra nomor satu di negeri ini tentu saja sudah aku binasakan! Gara-gara dia aku dikeluarkan secara tidak hormat dari istana!"
"Dan itu terjadi pada diri hamba, paman!"
Lelaki yang disebut paman itu mengela napas dalam-dalam, ia menatap tajam lelaki yang ada di hadapan nya. Cahaya damar yang cukup kuat mampu menampakan wajah asli sang lelaki paruh baya yang disebut paman itu. Wajahnya penuh goresan luka, menandakan lelaki yang disebut paman itu acapkali berperang, dipastikan goresan pedang itu sering menyayat wajahnya.
"Kau lihat ini." lelaki yang disebut paman menunjukan goresan luka yang terdapat pada wajahnya. Lantas lelaki yang dihadapnya memperhatikan lekat-lekat luka yang ditunjuk oleh si paman tadi.
"Waktu itu, perdagangan gundik kami lancar, kami sudah banyak menjual kepada saudagar di Tiongkok ataupun di Manila, berkat itu pendapatan kami meningkat, dengan penjualan gundik kami bisa membiayai para prajurit angkatan laut untuk mereka bisa belajar menjadi Ksatriya lautan. Kau tahu bukan Sunda Galuh tidak banyak memiliki kekuatan sendiri dalam armada? Sunda Galuh hanya mengandalkan persahabatan dengan Daha, Singhasari dan Medhang untuk memiliki kekuatan itu. Nah, kami yang bersikukuh agar menjadi Ksatriya sejati yang mampu memiliki kekuatan di lautan. Bukankah sebenarnya ini menguntungkan Pakwan? Dan gobloknya si Jayadharma dia mengobrak abrik rencana kami hingga kami akhirnya saling melawan, pada akhirnya Paduka mengetahuinya lantas ia mencopot jabatanku dan semua Ksatriya yang sudah aku didik dan aku latih akhirnya di bubarkan. Tapi, kami tidak bodoh, meskipun kami sudah tidak ada terikatan dengan Pakwan tapi kami tetap menyatukan kekuatan kami, dan kami bersumpah akan memperlihatkan kekuatan kami di depan Pakwan."
Lelaki yang disebut paman itu berhenti sejenak, ia mengirup napas dalam-dalam. Sedangkan lelaki didepannya tetap dalam posisi bersila dan menyimak yang dituturkan oleh si paman.
"Paman, itulah maksud kedatangan kami."
Lelaki yang disebut paman mengernyitkan dahinya, ia menatap lekat-lekat mata lawan bicaranya di balik remangnya cahaya damar yang menyinari ruangan gubug.
"Semenjak paman Patih Pamungkas meninggalkan istana, penerus perjalanan paman adalah paman Tunggal, dan hamba ini adalah pengikut paman Tunggal. Hamba sudah lama mengadakan kerjasama dengan paman Tunggal melakukan perdagangan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titis Sang Bathari (TELAH TERBIT)
Historical FictionTELAH TERBIT! INFORMASI HUBUNGI ADMIN DI WA : 0857-7952-2166 BLURB: Konon, Ratu Pantai Selatan itu bernama Kadhita yang ia mendapatkan sihir akibat ulah orang yang membenci dirinya. Hingga akhirnya Putri Sunda itu menenggelamkan diri ke samudera se...