CH 5 - Setiap Dari Kita, Punya Luka

1.1K 136 48
                                    

EPIPHANY
_________

YELLOWBII_
_________

18 APRIL 2023
_________

Chapter 5

Setiap Dari Kita, Punya Luka

.

.

.

.

.

(Scene awal aku nyontek di lapakku sendiri "ZHTC" dan dipoles sedikit untuk memperbaiki susunan kalimat)

.

.

.

.

.

Princessa menarik kursi makan dan mendudukinya. "Morning, Mi."

Jovanka melempar senyum keibuan. "Morning, Sayang." Dia memberikan peralatan makan pada anak tunggalnya. Sesuatu seperti ini seharusnya dikerjakan oleh pelayan rumah. Menjadi keluarga konglomerat ternama, mestinya mereka mempekerjakan chef, pelayan setia, dan para pekerja yang mengurusi rumah. Namun, mereka tidak melakukan pekerjaan itu selain mempekerjakan petugas keamanan dan gardener.

Ada tiga alasan. Anaknya tidak suka keramaian, bising, dan merasa tidak nyaman apabila kehidupan privasi terganggu meski para pekerja menerapkan aturan 'dilarang mengganggu anak majikan'. Hawa sepi dalam rumah, hening, dan tenang sesuatu yang diinginkan Princessa. Jadi, Jovanka tidak mempermasalahkan hal itu selama dirinya bisa memasak dan mengurusi rumah.

"Bagaimana? Tidurmu nyenyak, Sayang?"

Princessa menguap sebentar. "Nggak terlalu."

Gurat wajah khawatir diberikan. "Kamu mengalami hal aneh, Baby?"

"Sudah jadi hal biasa." Gadis itu membalas datar.

"Lebih baik kamu lupakan saja, ya?" Jovanka menatapnya sedih.

"Iya, udah aku lupain. Jangan kasih tau pada Papi."

"Kenapa, Sayang?"

"Aku malas menjelaskannya lagi." Princessa mengetahui banyak hal tentang Jovanka dan Hans. Benar-benar merepotkan. Seharusnya dia senang dimanjakan oleh mereka. Kasih sayang yang diberikan terlampau besar. Namun, Princessa malah jadi risi. Seperti balita saja. Tingkat kekhawatiran mereka terkadang meresahkan dirinya. Merasa tidak bebas dan terawasi dari jauh. Ah, ayolah. Princessa sudah besar. "Sikap Papi bikin aku pusing. Keterlaluan over."

"Itu karena Papi sayang sama kamu."

"Iya aku paham, tapi aku nggak terlalu suka."

Jovanka menghela napas. "Tidak ada salahnya kami melakukan ini untukmu." Matanya menelusuri wajah cantik anaknya. "Jika kami membiarkan tanpa pengawasan ataupun penjagaan, kami selaku orang tua merasa bersalah karena tidak becus dalam menjaga anaknya."

"Well, aku berharap semua orang punya pemikiran yang sama seperti kalian. Sayang aja dia---"

"Stop, Princessa." Jovanka menginterupsi anaknya. Menghentikan kalimat itu. "Mami paham, jadi jangan dilanjutkan. Jika iya, kamu akan sulit untuk melupakannya. Dan Mami tidak mau hal itu semakin membebani dirimu. Biarkan kehidupan baru berjalan semestinya. Kamu sudah menggores takdir yang baik sekarang. Semuanya sudah berlalu dan kembali normal."

EpiphanyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang