Suara langkah kaki melewati koridor rumah sakit beberapa kali terdengar, setelahnya suasana kembali sunyi. Joong berdiri di depan pintu menautkan tangan di belakang tubuhnya, tak bergerak sedikitpun dan masih menatap kaca berukuran persegi dimana anaknya terbaring kaku tak sadarkan diri.
Jika boleh jujur dia merasa sangat bersalah, dia hanya menunduk dan menangis berkali-kali. Semingguan penuh hidupnya penuh ketidakpastian, mulai dari View yang selalu memaksa bertemu dengannya hingga Sean yang masih tak sadarkan diri cukup membuatnya kelimpungan.
Terakhir kali yang dia tau Zoo sudah keluar dari rumah sakit, mengingat cedera anak itu sudah pulih itu lebih mudah. Hidup yang dulunya berjalan baik kini lumpuh karena kenyataan menyakitkan, dia merasa dirinya tumbuh dan seketika tumpul.
"Bisa kau pergi dari sini?" Suara lelaki manis itu membuat Joong menghela nafas panjang, keduanya bertatapan.
"Izinkan aku menemui anakku sekali saja"
"Anakmu?" Dunk tertawa kecil, terdengar sangat mengejek. "Anak yang kau usir, agar anakmu yang lain bisa tenang bersekolah? Apa aku tak salah dengar? Atau Urat malumu sudah putus?"
"Dunk.. aku mohon, maafkan aku"
wajah pilu itu meyakinkan, namun hatinya tak pernah bisa yakin lagi. "Dan sekarang setelah melanggar sumpah pernikahan, meninggalkan semua yang kita bangun sama-sama, mengorbankan hidup lamamu, bagaimana? apa sekarang kau mendapatkan kebahagiaan setelah mengorbankan kami?"
"Dunk..." Dia menunduk dalam, wajahnya pucat pasi menerima keadaan. Lagi, bahu tegapnya bergetar kuat hanyut dalam tangisan. "Izinkan aku, izinkan aku memperbaiki segalanya"
"Ayo berfikir lagi, dimana akal sehatmu?" Dunk mengabaikan raungan pilu itu, matanya menatap sengit. "Pergi dari hadapanku, dan jangan pernah munculkan wajah iblis mu di depan Sean." Tak bisa berbohong wajah manisnya sarat akan kebencian, "masalah yang kau biarkan berlarut, dan akhirnya menenggelamkan kami dalam kesengsaraan. Lebih parahnya sekarang kau bahkan masih datang mengemis permintaan maaf? Matilah Joong, setelah itu aku akan memanjatkan doa agar tuhan menyiksamu."
Dunk berlalu dengan kasar menyenggol bahunya, dia masih disana. Terdiam mencerna perkataan mantan istrinya agar lebih meremukkan hati, hanya bisa meneguk saliva namun masih sempat berbalik melihat keadaan sang anak.
Apa yang akan dia lakukan sekarang?, Hatinya lumpuh. Jeritan pilu seakan memperingatkan bahwa dia terlambat, Joong memalingkan tubuh samar-samar berjalan keluar dari wilayah rumah sakit melewati koridor. Decitan suara sandal tersaruk-saruk di pinggiran tembok, kakinya diseret dengan kaos yang sangat santai nampak sudah tak ada selera hidup.
Dialah yang salah, membuang permata hidupnya dan berpaling. Suara berat begitu parau menemani tangisan, demi apapun dia merasakan sakit di relung hati. Rasanya semakin gila saat melihat keadaan anaknya yang masih sama sejak seminggu yang lalu, tak terbantahkan lagi dia merasakan jatuh yang sesungguhnya.
Sepanjang jalan saat menyetir wajahnya begitu hampa, seakan hati bertentangan dengan keadaan. Ada kesan putus asa dalam rautnya, keringat mengucur di punggung tegap membentuk segitiga gelap di kemeja. Dia tak tenang, rasa kantuk dan perasaan tak karuan. Mulutnya kering dan pengap, saat tiba di rumah mewahnya Joong memarkirkan mobil di pekarangan saja.
Langkah gontai begitu uring-uringan, dia menapaki dinginnya lantai sembari membuka laci nakas di dalam kamar. Bulu matanya bergerak redup, kali ini dia menepi dan bersandar di ranjang. morfin disuntikkan dibalik lengan, seketika mengendalikan setiap saat dalam kehidupannya, mata itu tak henti-henti memandang dengan pandangan kosong. Dan saat itu pun dia merasa telah hilang dari dunia nyata selama berjam-jam, melayang di antara khayalan seperti seekor kupu-kupu yang berterbangan. Beberapa diantaranya dia merasa telah bermimpi indah, mimpi tentang cahaya, mimpi tentang bintang-bintang di luar angkasa.
.
.
.
.
."Mommy?"
Dunk berjalan buru-buru, lalu melepaskan potongan apel di atas meja. Anaknya sadar dengan wajah kebingungan, dia menahan jeritan bahagia. "Tunggu yah sayang, Mommy akan memanggil dokter"
Belum sempat membalikkan badan, pintu kamar inap terbuka menampilkan dokter dan beberapa perawat mendekati ranjang. Dunk menyergitkan dahi tanda bingung, "maaf, bisa menepi sebentar. Kami akan memeriksa kondisi Sean"
Dunk mengangguk, derap langkahnya keluar dari sana. Memberi waktu dan kesempatan pada tenaga medis menangani anaknya, dan jelas sekali di luar ruangan seorang lelaki tegap harap-harap cemas. "Kau masih disini?"
"Aku mohon izinkan aku menemui Sean"
Lelaki manis menggeleng perlahan menatap dengan wajah tak bersahabat, dia menyunggingkan senyum remeh. "Kau di buang oleh keluarga bahagia mu?"
"Dunk—
—sial, jangan ucapkan namaku. Itu membuat merinding" Dunk menyeringai, sekali lagi rasa bencinya tak berbentuk, aura yang penuh dengan kabut dan kegelapan. "Jangan berani membuka identitas dirimu pada Sean, atau aku benar-benar akan membawanya pergi tanpa sepengetahuan mu"
Joong termangu, dia mundur beberapa langkah, sangat hati-hati. Duduk di salah satu kursi tunggu, menenggelamkan wajah pada kedua tangannya. "Aku tak akan mengatakan apapun padanya, tapi aku mohon jangan bawa dia pergi"
Pintu kamar inap ditutup, Dunk berlalu dari sana. Hanya Joong yang tinggal sendiri, terus menunggu dokter dan para perawat keluar dari ruangan anaknya.
.
.
.
.
.Sean mengamati sekeliling, dia sudah sadar beberapa jam yang lalu. Wajah lelaki manis kesayangannya pun nampak lelah, dia jadi tak tega. Pada awalnya mereka mulai saling bercerita, namun berakhir diam saat Sean menanyai perihal ayah Zoo di depan pintu terus melihat mereka melalui kaca. Sejak saat itu Mommy-nya bungkam, dia harus berpura-pura tak tau hingga curi-curi pandang menengok keluar kaca pintu.
Secangkir teh, dan sekotak cokelat bertengger manis di atas nakas. Dia hanya melirik sejenak, namun tak minat setelahnya. "Mommy, berapa lama lagi Sean ada disini?"
"Mungkin dua hari" jawaban singkat tanpa ekspresi apapun.
"Humm, apa aku sudah bisa pergi sekolah?"
"Kau rindu dengan Nuea?" Dari sudut matanya Dunk tersenyum, mengusap rambut si kecil dan mencium kening itu. "Sayang, Mommy ke tempat kerja dulu yah. Mommy sudah menitip pada salah satu perawat untuk menjagamu, sebentar saja hanya meminta izin untuk memperpanjang cuti"
"Khab, hati-hati yah"
Dunk mengangguk pelan, berjalan sebentar menyempatkan diri menutup jendela kamar inap. Kemudian berlalu dari sana, wajahnya menampilkan senyum lembut kemudian melambai.
Sean menghela nafas panjang, di angkatlah tangan kiri memperhatikan posisi selang infus. Dengan lengan baju sedikit terangkat dia menyambar sepotong cokelat pemberian paman Phuwin, sinar matahari menyilau di kaca sehingga dia sedikit terganggu.
Belum dia sempat mengeluh, seseorang membuka pintu kamar. Saat Sean berbalik dari ambang pintu muncul seorang lelaki yang pastinya tak asing, dengan sigap lelaki tegap itu mendekati jendela kamar dan menarik gorden dengan maksud menghindarkannya dari silau matahari.
"Bagaimana perasaanmu sekarang nak?"
"Baik" hanya jawaban singkat dengan wajah kusut, tak ada tata krama dalam situasi seperti ini.
Joong meneguk saliva, dia berusaha menahan kesedihannya. Orang-orang butuh waktu untuk beradaptasi dengan perubahan, dan dia harus mengerti. Dilihatnya wajah lelaki kecil sedikit memerah, menundukkan kepala sembari menguyah sesuatu. Satu tangannya ditekan ke dada dengan sikap jelas berusaha melindungi diri sendiri, Joong bisa melihat mulut anaknya terus-menerus ditarik kebawah, bergerak pelan, dalam irama doa seiring makian.
"Dimana Zoo?"
Joong sedikit termangu "dia sudah pulang"
"Baguslah, itu artinya dia sudah membaik"
Siapa yang menyangka pernyataan itu terlontar dari anak berumur hampir enam tahun?. Joong nyaris tak menyadari pertumbuhan anaknya sendiri, Benar-benar tak pernah menyangka Sean membuatnya bungkam. "Dunk membesarkan mu dengan baik nak"
"Itu kau kan? Ayahku?" Sergah Sean Sangat serius, tak ada rasa paranoid sama sekali. Tatapan matanya menyempit, seolah mengintimidasi. "Pulanglah, jangan menungguiku lagi. Temui Zoo saja, dia adalah anakmu"
.
.
.
.
.
.
.To be continued
Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir🙏🏻