16.49
Nyatanya catur bukan permainan yang dua orang itu pilih. Lelaki paruh baya dan remaja bule yang tengah duduk berhadapan santai dengan 4 kartu tipis di tangan mereka masing-masing. Kopi dan gorengan tersedia di atas meja di antara mereka sebagai pendamping. Kartu Remi menjadi opsi pilihan permainan mereka kali ini, bukan catur. Sudah dua putaran mereka mainkan, ini untuk ketiga kalinya.
Dengan satu kartu As Wajik diantara keempat kartu yang Bragas pegang. Dua permainan tadi ia kalah telak oleh bapak-bapak di depannya. Ia selalu lebih lambat daripada bapak hampir tua itu untuk mencapai kemenangan. Kali ini dirinya harus menang, jangan sampai harga dirinya jatuh begitu saja karena kartunya yang lambat mendapatkan 41 poin lebih dulu."Bapak kamu atau ibu kamu yang bukan pribumi? " Tomo mengambil salah satu kartu yang menumpuk di antara mereka, lalu melemparnya ke hadapan Bergas bersama kartu-kartu lainnya.
Dengan santai Bragas mengambil kartu yang di lempar oleh Tomo dan di gantikannya dengan salah satu dari yang di pegangnya, "mama, " jawabnya.
Tomo hanya membulatkan mulutnya dengan sedikit hembusan angin yang keluar dari dalam mulutnya sana."Los Angeles? " Tomo masih fokus dengan kartunya, meskipun santai mereka tetap kompetitif.
Bragas mengangguk pelan, "tau dari mana Om? " ucapnya sambil sibuk menatap empat kartu di tangannya.
"Si Tata sering cerita, katanya adik kamu lucu, rumahnya bagus, apalagi balkon rumah kamu katanya, sampe dia tuh mau bikin balkon juga, bikin Om pusing, " jelas Tomo sedikit dengan kekehan nya begitu mengingat Nata saat bercerita kala itu.
Tak ada kata apapun untuk Bragas, ia hanya tersenyum simpul saja mendengarnya. Menahan diri untuk tidak berteriak, kenapa? Siapa yang tidak salah tingkah saat orang yang ia sukai ternyata sering menceritakannya? Apalagi mengenai hal-hal baik seperti itu. Biarkan Bragas salah tingkah sendiri, meskipun tampang luarnya akan tetap datar.
"Kemarin malam Tata nginep di rumah kamu bener? " Tomo memicingkan matanya menatap angka-angka di kartunya.
Bragas hanya mengangguk sebagai jawaban. Dan nampak senyuman mengembang di wajah bapak 3 anak itu. Tidak akan Bragas ceritakan hal yang terjadi sebenarnya, biarkan bapak ini tahu dari anaknya sendiri Bragas tidak akan memperkeruh suasana.
"Tata, om akui dia emang beda, dari kecil udah keliatan, beda dari anak lelaki lain, om gak masalah, itu sifat aslinya, itu yang dia suka, Om gak pernah larang dia atau nyuruh dia buat ini itu, " Tomo membuka topik pembicaraan lain, menyeruput kopi hitamnya lalu kembali beralih dengan kartu-kartu nya.
Tomo melempar kartu Queen Sekop ke acakan kartu di hadapan Bragas, "Om tentunya sedih, pas dia bilang suka temen cowo sekelas nya, siapa yang gak kaget? Bundanya aja sampe nangis, tapi gimana? " ucapnya menghela nafasnya sebentar.
"....mau Om benci itu anak? Kecewanya keluarga pasti mereka jadi tempat pulangnya kan? Kalo di luar jahat dan gak bisa nerima kondisi Tata seenggaknya Om selaku orang tuanya harus tetap baik dan nerima kan? Mau Tata di bilang bejat atau stress sekalipun, dia nggak salah, bahkan gak ada yang salah, yang salah itu orang yang gak pernah paham satu sama lain, di buktikan dengan orang pasti ada kurang dan lebihnya, iya? " jelas Tomo.
Bragas terdiam menatap Tomo dalam, keduanya berhenti sejenak dari permainannya. Terkekeh pelan begitu mendengar perkataan Tomo mengenai keluarga, dirinya merasa tersinggung sedikit.
Tomo menyeruput kembali kopinya, "Om belum bisa percayain Tata ke siapapun, selain ke dirinya sendiri, Om gak ngajarin dia jadi orang lemah, dengan kemauannya yang seperti itu, dia harus bisa percaya sama diri sendiri, di luar gak ada yang tahu siapa yang jahat dan baik, "
"...Om cuma takut dia sibuk sama masalahnya sendiri, sampe gak bisa ngatur jalannya kayak gimana, Om sama Bundanya gak akan selalu ada buat dia, tapi dia terlalu susah buat ngertiin dirinya sendiri, Om cuma takut itu aja, takut dia gak bisa buat dirinya sendiri, " Tomo mengusap wajahnya kasar, dan menggaruk rahang sedikit berjanggut nya.
Bragas menatap lekat empat kartu di tangannya. Dengan pikirannya yang sama sekali entah kemana memikirkan hal sesuatu. Perkataan bapak paruh baya di depannya membuat ia memikirkan banyak hal, entah itu apa. Tapi hanya ada satu yang menjadi topik utama pikirannya, Nata.
Dengan tangannya yang sedikit bergetar meskipun tidak terlihat, tangan kekar itu mengambil salah satu kartu di gundukan yang berada di hadapan keduanya. Membalikkannya perlahan untuk mengetahui kartu apa yang ia dapatkan.
King Wajik, Bragas dapatkan. Senyuman menyungging terlihat sedikit di wajahnya. Ia simpan di selipan antara kartu keempat yang dirinya pegang, dan mengambil kartu salah satunya sebagai pengganti. Meletakkan 4 kartu dengan point sempurna di hadapan Tomo, As, Jack, Queen, dan King, dari masing-masing kartu Wajik.
Hingga Tomo menunduk sebentar, lalu tersenyum simpul menatap Bragas di hadapannya.
"Biar saya yang jagain Nata setelah Om sama Bunda, percayain Nata ke Bragas Om, " Bragas tersenyum penuh menatap Tomo dihadapannya.
Tak hentinya Tomo untuk tersenyum, lalu menepuk-nepuk lengan keras Bragas beberapa kali sebagai kepuasan.
"Om pegang omongannya, "
°
°
°
"Ikut gak? Ada banyak tuh kinder di rumah, gak ada yang makan, "
Nata diam, mengerjapkan matanya beberapa kali. Namun tetap harus menjaga diri agar tetap terlihat baik-baik saja seperti semula.
Nata menggelengkan kepalanya cepat, "nggak, kasih aja sama orang biar gak mubazir, " ketusnya.
"Kamu beneran gak mau? Biasanya paling semangat sama kinder, " goda Bragas semakin jadi.
Nata mendorong tubuh Bragas kuat dari ambang pintu menuju pekarangan rumah, "udah cepet sana pulang dah, repot banget hidup lo, pulang sana cepetan!!! " ucapnya, sambil terus mendorong tubuh besar Bragas menuju motor milik lelaki itu.
"Bener nih gak mau? " Bragas menaikan sebelah alisnya, menatap Nata dengan jarak yang ia perdekat beberapa senti.
Nata menjauhkan muka Bragas dengan telapak tangannya agar tidak semakin dekat dengan wajahnya, "Ih udah sana pulang dah, gue mau nonton!! " ucapnya tanpa ada nada ramah sedikitpun.
"Yaudah kinder nya kasih buat anak bibi aja ya semua? Sayang gak ada yang makan, " goda Bragas, dengan helm yang sudah di tangan siap untuk ia kenakan.
Suara mesin motor Bragas terdengar, begitu nyaring saat Bragas menyalakan mesin motornya, memang agak sedikit mengganggu pendengaran tapi percayalah hal itu adalah memang bagian kerennya.
Bibir Nata sedikit nampak melengkung ke bawah, matanya menatap tajam lelaki bongsor di hadapannya, "YAUDAH BAWA BESOK KE SEKOLAH 4!! " teriaknya ketus,
"Hah?! Apa?! " Bragas spontan mematikan mesin motornya untuk memperjelas perkataan Nata barusan.
"Bawa kinder besok ke sekolah, 4! " ulang Nata cepat lalu berlari meninggalkan Bragas yang berdecak tak habis pikir di sana.
Semakin kesini, bocah itu semakin tidak baik untuk kesehatan jantungnya ternyata.
°°°
makin kesini, makin kesana ajg
* yang mau maen adu kartu remi sama aing ayo pc lah kadieu, jangan online tapi wkwkw gak deng canda nanti gw malu lagi kalo kalah wokwok
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Than Zero [COMPLETED]
Teen Fictionketua ultras? siapa? dia? pantes sih, begajulan kayak gitu.