05. I'm Perfect

7 6 0
                                    

***

Malam ini langit sangat indah karena bulan penuh yang bersinar terang ditemani ribuan bintang di sekelilingnya.

Alya menatap pemandangan langit itu dari balik jendela kamarnya. Bibirnya tersenyum melihat karya indah Tuhan favoritnya itu.

Nyoo~

Alya segera memgambil ponselnya saat mendengar notifikasi sebuah pesan.

Ayh

Send a picture

|Kak, kamu bakalan punya
adek baru

Alya tersenyum kecut. Ayahnya yang sudah lama tak pulang itu tiba-tiba dengan tidak tau dirinya mengirim sebuah gambar sebuah alat tes kehamilan dan mengatakan bahwa dia akan memiliki adik.

Alya menoleh saat mendengar pintu kamarnya dibuka. Alya melihat Alvin yang saat ini wajahnya sudah memerah.

"Kak," dengan suara parau remaja SMP itu menghampiri sang kakak dan menatapnya dengan mata yang mulai basah.

Apa ayahnya itu juga memberi tau Alvin?

"Lo tau?" Suara Alya juga mulai parau. Antara tak tega dengan adiknya dan merasa sakit hati karena ayahnya yang tega menyakiti perasaannya dan Alvin. Bila mamahnya tau, wanita itu juga pasti merasakan hal yang sama.

Alvin memeluk kakaknya sambil mulai menangis sesenggukan. Tak peduli bila nanti ia akan dikatai cengeng oleh Alya, yang penting dia bisa membagi sedikit rasa sakitnya pada sang kakak walau Alvin tau Alya juga sedang terluka.

"Nangis aja, Vin. Tapi jangan lama-lama. Ayah kayak gitu gak pantes ditangisin."

Alya menepuk-nepuk punggung adiknya. Tak lama Alya ikut menangis karena tidak kuat menahan sesak di dadanya.

Memangnya anak mana yang tidak sakit hati bila seorang ayah yang mereka sayangi mengirim kabar bahwa selingkuhannya tengah mengandung dan dengan santai menyebar berita itu pada keluarganya sendiri?

Mereka berdua tidak menyadari bahwa saat ini Reni juga tengah menangis tanpa suara di depan pintu kamar Alya. Hatinya sungguh merasa sakit melihat kedua anaknya menangis karena ulah suaminya.

***

Pukul enam pagi Alya sudah siap dengan seragam putih abunya. Di dalam rok selututnya Alya sudah mengenakan celana training hitam panjang agar memudahkannya saat menaiki sepedanya ke sekolah nanti.

"Pagi, mah. Ada yang bisa kakak bantu?" Alya menghampiri Reni yang sedang memasukan sup dari panci ke mangkuk besar.

"Nggak ada. Kakak tolong bawain sup ini aja ke meja makan."

"Oughey."

Alya segera mengambil mangkuk sup itu dan pergi ke meja makan yang tak jauh dari dapur.

Disana Alya melihat Alvin yang sudah duduk dengan raut wajah mengantuk. Matanya yang sipit semakin mengecil karena membengkak. Sepertinya karena laki-laki itu semalam menangis cukup lama.

"Idih, lo abis ngintipin orang mandi ya? Ahahahaha." Alvin menatap cemberut pada kakaknya yang tertawa terbahak-bahak. Ini tidak adil! Kenapa mata kakaknya baik-baik saja sedangkan mata miliknya membengkak?!

Alvin hanya mendengus kesal lalu menelungkupkan wajahnya di atas meja dengan lengan sebagai bantalan. Alvin tidak tau saja bahwa beberapa jam yang lalu mata Alya juga tidak berbeda jauh keadaaannya dengan mata Alvin. Untuk itu Alya sengaja bangun pagi-pagi buta untuk mengompres matanya dengan kantung teh.

"Apin, kenapa masih tiduran disini? Cepetan siap-siap. Nanti kesiangan." Tegur Reni sambil meletakan sepiring bakwan di atas meja.

Dengan langkah malas Alvin berdiri lalu berjalan ke arah kamar mandi. Tak sengaja Reni melihat mata anak bungsunya yang sedikit bengkak.

Perfect Alya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang